Kiamat telah Datang pada Serangga Kepulauan Fiji
Penulis : Kennial Laia
Spesies
Sabtu, 13 September 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Serangga yang tinggal di pulau-pulau terpencil tidak luput dari kerusakan aktivitas manusia. Sebuah penelitian terbaru mengungkap bahwa umat manusia telah mendorong begitu banyak kerabat invertebrata ini terjun bebas dalam kepunahan di seluruh dunia.
Penelitian baru terhadap populasi semut di Kepulauan Fiji tersebut menemukan, ratusan ribu spesies serangga telah hilang selama 150 tahun terakhir dan diyakini dunia kini kehilangan antara 1% dan 2,5% sisa biomassa serangga per tahun – penurunan yang sangat tajam sehingga banyak ahli entomologi mengatakan kita sedang hidup dalam “kiamat serangga”. Namun data jangka panjang untuk populasi serangga individu masih jarang dan tidak merata.
Studi yang diterbitkan di jurnal Science itu menyoroti apa yang terjadi pada serangga di beberapa tempat paling terpencil di dunia. “Ada kekhawatiran global mengenai ‘kiamat serangga’, namun banyak ketidakpastian dan perdebatan tentang apa yang sebenarnya terjadi,” kata Evan Economo, ahli entomologi di Okinawa Institute of Science and Technology, Jepang dan salah satu penulis penelitian tersebut.
“Kami punya bukti baru mengenai sesuatu yang sudah lama kami duga: populasi spesies serangga endemik di pulau-pulau terpencil sedang mengalami penurunan,” katanya.

Economo dan rekan-rekannya menganalisis genom populasi semut dari kepulauan Fiji yang dikumpulkan dalam beberapa dekade terakhir dan disimpan di koleksi museum. Dari ribuan spesimen, mereka menggunakan metode ilmiah untuk menyimpulkan apakah populasi semut bertambah atau berkurang berdasarkan variasi urutan DNA antar individu.
Mereka menemukan bahwa 79% spesies semut endemik Fiji mengalami penurunan jumlah, dengan dampak yang dimulai sejak kedatangan manusia di kepulauan tersebut sekitar 3.000 tahun yang lalu dan semakin meningkat dalam 300 tahun terakhir – bertepatan dengan kontak dengan Eropa, perdagangan global, dan hadirnya pertanian modern.
Untuk pulau-pulau tropis terpencil di mana pengamatan sejarah yang komprehensif jarang dilakukan, memahami bagaimana serangga telah dirusak oleh aktivitas manusia sulit untuk dipastikan namun sangat penting. Pulau-pulau merupakan pusat keanekaragaman hayati karena keterisolasiannya. Hal ini juga membuat mereka sangat rentan terhadap kepunahan.
“Pulau-pulau samudera terpencil seperti Galápagos, Hawaii, dan Fiji menampung spesies yang berevolusi secara terisolasi dan seringkali memiliki perbedaan spektakuler dari kerabat mereka di daratan,” kata Economo.
Penelitian ini menambah peta temuan ekosistem dunia. Di Jerman, jumlah serangga terbang di 63 cagar alam telah menurun sebesar 75% dalam waktu kurang dari 30 tahun. Di AS, jumlah kumbang telah anjlok sebesar 83% dalam 45 tahun, dan sekitar 15% spesies kumbang harimau di sana mengalami penurunan. Populasi kupu-kupu padang rumput di Eropa telah menyusut sebesar 36% selama dekade terakhir.
Populasi serangga terpukul dari berbagai sisi akibat hilangnya habitat, penggunaan pestisida, kerusakan iklim, dan polusi cahaya yang semuanya berkontribusi terhadap pengosongan lahan basah, hutan, dan padang rumput di dunia.
“Kita perlu mengamati serangga di lebih banyak tempat, dengan lebih banyak metode, untuk memahami apa yang terjadi pada serangga dan invertebrata lainnya,” kata Economo.
Serangga memiliki fungsi yang penting dalam ekosistem, mulai dari penyerbukan bunga hingga proses dekomposisi dan mendukung siklus nutrisi. Kelimpahan serangga dan keanekaragaman hayati sangat penting untuk menjaga kesehatan ekosistem.