Studi: Petani Sawit Swadaya Dikecualikan dari Pasar Berkelanjutan
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Sawit
Senin, 15 September 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Petani sawit independen di Indonesia secara tidak sengaja ditinggalkan dari rantai pasokan yang mengarah ke pabrik pengolahan yang bersertifikat berkelanjutan. Demikian hasil sebuah studi yang dipimpin oleh seorang peneliti Universitas Hawaiʻi di Mānoa.
Temuan yang dipublikasikan di Communications Earth & Environment itu menyoroti hambatan signifikan dalam menciptakan pasar minyak sawit yang adil dan berkelanjutan.
"Pengecualian pasif memang senyap, tetapi berdampak kuat," ujar Andini Ekaputri, penulis utama yang melakukan penelitian ini sebagai bagian dari program doktoralnya di Fakultas Pertanian Tropis dan Ketahanan Manusia, Departemen Sumber Daya Alam dan Manajemen Lingkungan, dikutip dari Phys.
Andini yang juga peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasiobal (BRIN) itu mengatakan, banyak petani tidak pernah memiliki kesempatan untuk berpartisipasi di pasar pabrik bersertifikat, dan mereka kehilangan potensi manfaat seperti transparansi harga.

Minyak sawit, yang terbuat dari buah tanaman sawit, merupakan minyak nabati yang paling banyak digunakan di dunia. Minyak sawit merupakan bahan utama dalam ratusan produk rumah tangga seperti pizza, sampo, dan donat, serta digunakan dalam pakan ternak dan sebagai biofuel. Pasar minyak sawit global diperkirakan mencapai $72 miliar per tahun.
Meskipun perkebunan besar milik perusahaan menghasilkan sebagian besar minyak sawit, sekitar 30% berasal dari petani kecil. Para petani ini terbagi dalam dua kategori, petani kecil kontrak, yang memiliki perjanjian resmi dengan pabrik sawit, dan petani kecil independen, yang beroperasi tanpa kontrak tersebut.
Indonesia, produsen minyak sawit terbesar di dunia, memiliki banyak sekali perkebunan swadaya petani kecil. Studi ini menemukan bahwa pabrik-pabrik sawit di Indonesia yang tersertifikasi oleh Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) cenderung tidak mengambil pasokan dari petani swadaya ini.
Tim peneliti menganalisis data dari pabrik-pabrik sawit di Kalimantan dan Sumatera dan menemukan bahwa pabrik-pabrik sawit bersertifikat hanya membeli 7% buah sawit mereka dari petani kecil independen, meskipun para petani ini diperkirakan menghasilkan 34% dari total buah sawit. Sebaliknya, pabrik-pabrik sawit bersertifikat membeli lebih banyak dari yang diperkirakan dari petani kecil kontrak.
Temuan ini akan memberikan informasi mengenai regulasi produk bebas deforestasi Uni Eropa, yang mungkin berisiko menyingkirkan beberapa produsen minyak sawit skala kecil. Para penulis merekomendasikan agar organisasi seperti RSPO dan perusahaan-perusahaan minyak sawit besar mengambil pendekatan yang lebih proaktif. Mereka mendesak peningkatan keterlibatan dengan petani kecil dan upaya kolaboratif yang melibatkan pemerintah dan sektor swasta untuk menyelesaikan masalah seperti legalitas lahan.