Minyak Tumpah Berulang, Trend Asia Soroti Sustainability PT Vale
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Polusi
Selasa, 23 September 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Investigasi dan dokumentasi lapangan Trend Asia atas tumpahan minyak jenis Marine Fuel Oil (MFO) milik PT Vale Indonesia pada akhir Agustus 2025 lalu mengungkapkan bahwa insiden serupa setidaknya sudah terjadi lima kali sejak 2009 di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Tiga kejadian di Laut Lampia pada 2009, 2012, dan 2014 dan dua terjadi di Desa Lioka pada 2010 dan Agustus kemarin. Terus berulangnya insiden pencemaran laut, sungai, dan badan tanah pertanian milik warga ini menimbulkan keraguan tinggi atas klaim “sustainability” PT Vale.
Tumpahan minyak terbaru PT Vale di Desa Lioka, Kecamatan Towuti, Luwu Timur telah merusak setidaknya 82 hektare sawah, kebun-kebun, empang, dan peternakan milik warga. Tumpahan lebih dari 90 ribu liter MFO mengular sepanjang 10 km melalui Sungai Koromusilu yang merupakan sumber air penting warga hingga ke muara di Danau Towuti.
Dokumentasi Trend Asia menemukan berbagai kebocoran berdampak destruktif pada satwa liar, termasuk ikan dan burung. Dalam keterangan pers PT Vale, yang diperkuat studi awal Disaster Risk Reduction Center (DRRC) Universitas Indonesia, kebocoran pipa disebabkan oleh tekanan eksternal seperti gempa.
Namun olahan Trend Asia terhadap data BMKG mengungkapkan bahwa sejak 11 tahun (2015-2025) terakhir, jalur pipa PT Vale di Luwu Timur termasuk salah satu hotspot aktivitas gempa di Sulsel dengan 404 kali gempa. Pada 2025 saja, tercatat 189 kali gempa dan dalam 8 tahun terakhir, 73 gempa bertumpu di Desa Lioka.
“Apakah data-data gempa dan pergeseran tanah yang sangat mudah diperoleh ini tidak masuk dalam risiko yang diperhitungkan oleh PT Vale puluhan tahun lalu? Kebocoran dan tumpahan minyak yang terus berulang ini memunculkan keraguan tinggi atas klaim keberlanjutan yang selalu jadi kosmetik PT Vale,” kata Novita Indri, Juru Kampanye Energi Trend Asia, dalam sebuah siaran pers, Senin (22/9/2025).
Di laman situs perusahaan, PT Vale juga mengakui adanya kekhawatiran warga tentang seberapa bahayanya dampak cemaran pada sawah, sungai dan empang. Namun perusahaan memilih tidak memberikan jawaban bagaimana bahayanya pencemaran minyak ini.
Pun hingga hari ke-28 pasca-tumpahan minyak, belum ada keterangan dampak cemaran pada biodiversitas di sekitarnya. Padahal Trend Asia menemukan bukti visual dari kematian-kematian satwa di wilayah terdampak pada hari keempat sejak tumpahan terjadi.
Secara global, Vale sendiri punya rekam jejak kecelakaan limbah yang buruk. Di Brazil, minimnya mitigasi telah berujung pada jebolnya tanggul limbah tailing di Bento Rodrigues (2015) dan Brumadinho (2019) yang secara total berujung pada kematian 289 orang dan secara masif mencemari sungai. Pada 2020, investigasi menemukan bahwa Vale memalsukan laporan keamanan dari setidaknya 10 tanggul limbah yang mereka operasikan.
“PT Vale harus memberikan penjelasan jujur bagaimana bahayanya dampak cemaran dari tumpahan minyak ini kepada masyarakat termasuk memberikan kompensasi yang menyeluruh. Ketimbang sibuk dengan kampanye pencitraan, Vale harusnya bekerja lebih serius untuk tidak menggunakan energi fosil lagi dalam operasional industrinya,” ucap Novita.
PT Vale klaim melakukan pemulihan
Sebelumnya, PT Vale menyebut telah mengupayakan pemulihan dampak kebocoran pipa minyak di Kecamatan Towuti. Menurut PT Vale upaya yang dilakukan sejak 23 Agustus 2025 itu berjalan semakin progresif.
Upaya pemulihan dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi dari hulu hingga hilir. Tim gabungan terus melakukan penyisiran intensif di sepanjang aliran sungai, memastikan tidak ada area yang luput dari pembersihan. Prosedur ini sangat penting untuk mencegah meluasnya dampak ke area yang lebih sensitif.
Fokus penanganan pun diperluas hingga ke area hilir, khususnya di danau. Berbagai langkah antisipatif telah diambil agar tumpahan minyak tidak sampai ke danau. Penyisiran secara berkala terus dilakukan untuk memastikan kebersihan di seluruh jalur air, menjaga ekosistem danau agar tetap terlindungi dari kontaminasi.
Pemantauan dan pengukuran ini dilaksanakan oleh ahli dari HAS Environmental, dengan menggunakan Portable Environmental Quality Monitor (EQM). Alat ini mampu mendeteksi polutan secara real-time, termasuk gas berbahaya yang dihasilkan dari Marine Fuel Oil (MFO) seperti Sulfur Dioxide (SO2) dan Volatile Organic Compound (VOC), yang berisiko terhadap kesehatan pernapasan. Pemeriksaan ini menjadi langkah proaktif untuk memastikan udara di lingkungan warga tetap aman.
Endra Kusuma, Head of External Relations PT Vale, menyampaikan apresiasi atas sinergi yang telah terjalin. Hasil pemantauan kualitas udara membuktikan bahwa dalam mengukur dan mengatasi dampak ini demi mengembalikan rasa aman dan normal bagi masyarakat.
"Progres yang kita capai hari ini adalah hasil dari kepercayaan dan kolaborasi tanpa henti. Dengan 48% aduan telah terselesaikan dan keluhan bau di sekitar pemukiman warga telah masuk ke dalam perhatian kita juga, ini membuktikan bahwa pendekatan terpadu kita berjalan dengan terstruktur dan on track," kata Endra, dalam sebuah siaran pers pada 9 September 2025.