Masyarakat Adat Suku Yei Somasi Perusahaan PSN Tebu di Papua

Penulis : Kennial Laia

Hutan

Rabu, 24 September 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Masyarakat adat Suku Yei melayangkan somasi kepada perusahaan perkebunan tebu yang dituduh merampas tanah adat mereka di Merauke, Papua Selatan. 

Somasi tersebut dilakukan oleh Vincent Kwipalo, yang merupakan anggota Suku Yei. Sebelumnya pada 15 September 2025 Vincent menghentikan ekskavator dan buldoser PT Murni Nusantara Mandiri yang sedang membangun akses jalan untuk perluasan perkebunan di wilayah adat marga Kwipalo. 

Tigor Hutapea, selaku kuasa hukum menyatakan kliennya tidak pernah menyerahkan tanah adat atau mengizinkan PT Murni Nusantara Mandiri membuka hutan adat menjadi akses jalan atau kebun tebu. “Marga Kwipalo mempunyai sikap tegas menolak perkebunan tebu beroperasi di wilayah adatnya,” kata Tigor, Selasa, 23 September 2025. 

PT Murni Nusantara Mandiri mengantongi izin konsesi seluas 52.700 hektare, hampir setara luas DKI Jakarta. Izin tersebut hanya satu dari sepuluh perusahaan lainnya yang terlibat dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) lumbung pangan dan bioetanol Merauke dengan luas lebih dari 2 juta hektare. 

Buldoser sedang menebang hutan di area PSN lumbung pangan dan bioetanol di Merauke, Papua Selatan. Dok. Pusaka

Berdasarkan pemantauan berkala oleh Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, PT Murni Nusantara Mandiri telah membongkar hutan seluas 4.912 hektare per Agustus 2025. Hutan yang dimaksud merupakan wilayah kelola masyarakat adat di Merauke. 

Tigor mengatakan adanya indikasi pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dalam pengembangan PSN yang berfokus pada cetak sawah dan penanaman tebu tersebut. Dia mengutip sejumlah prinsip dan aturan yang mengharuskan perusahaan menghormati HAM, termasuk panduan PBB tentang bisnis dan hak asasi manusia dan Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023. 

“Keduanya mengatur bahwa setiap perusahaan harus menghormati, mencegah, berkontribusi serta meminimalisir dan mengatasi terjadinya pelanggaran HAM dari kegiatan usahanya. Dan juga melakukan upaya pemulihan atas sebuah dampak merugikan hak asasi manusia,” kata Tigor. 

“Kami menilai perbuatan PT Murni Nusantara Mandiri berkontribusi atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.” 

Menurut Tigor, aktivitas PT Murni Nusantara Mandiri setidaknya telah melanggar empat jenis hak masyarakat adat yang dijamin undang-undang. Di antaranya hak kolektif atas tanah dan wilayah adat, hak atas rasa aman, hak atas lingkungan yang sehat, dan perampasan tanah adat. 

Dalam somasi tersebut, masyarakat adat Kwipalo menuntut PT Murni Nusantara Mandiri untuk menghentikan seluruh aktivitas usaha atau kegiatan di wilayah adat Kwipalo, serta berhenti mengancam atau mengintimidasi anggota Suku Yei. 

Tigor mengatakan, kliennya juga mendesak perusahaan tersebut untuk meminta maaf secara tertulis atau secara langsung kepada Suku Yeinan, dan melakukan pemulihan lingkungan atas kerusakan hutan adat Kwipalo. 

“Kami akan melakukan upaya hukum lainnya bila PT Murni Nusantara Mandiri tidak melaksanaan somasi,” kata Tigor.