Perairan Lingga Diusulkan Jadi Kawasan Konservasi
Penulis : Kennial Laia
Konservasi
Kamis, 02 Oktober 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Perairan Lingga di Batam, Kepulauan Riau, masih memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Pemerintah provinsi dan mitra mendorong agar wilayah ini menjadi wilayah konservasi perairan untuk menjaga lingkungan dan bermanfaat bagi masyarakat lokal.
Hasil survei pengumpulan data dengan metode pemetaan partisipatif oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) menunjukkan, perairan Lingga menjadi habitat beragam jenis ikan karang, pari manta, hiu, duyung, paus, lumba-lumba, dan penyu.
"Temuan ini memberi sinyal positif. Ekosistem laut Lingga masih memiliki potensi besar untuk dipulihkan dan dijaga. Dengan perlindungan yang tepat, terumbu karang bisa semakin sehat, biota laut tetap lestari, dan nelayan terus mendapatkan manfaat dari laut yang terjaga," kata Manajer Senior Perlindungan Laut YKAN Yusuf Fajariyanto, lembaga menjadi mitra pemerintah provinsi Kepulauan Riau.
Menurut Yusuf, konsultasi publik telah dilakukan bersama sejumlah pihak termasuk nelayan, kelompok perempuan, akademisi, dan masyarakat adat. Masukan dari sejumlah pihak akan menjadi dasar menuju penetapan resmi Kawasan Konservasi Lingga dan Batam, katanya.

Saat ini, luas kawasan konservasi perairan yang dikelola pemerintah Kepulauan Riau mencapai 1,7 juta hektare. Dua kawasan telah resmi ditetapkan, yakni Taman Wisata Perairan Timur Pulau Bintan dan Taman Wisata Perairan Bintan II–Tambelan. Sementara itu, tiga kawasan lainnya masih dalam tahap pencadangan menuju penetapan, yaitu perairan Lingga, Batam, dan Natuna.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau Said Sudrajad mengatakan, keberhasilan kawasan konservasi hanya mungkin terwujud melalui keterlibatan masyarakat sejak awal.
“Konsultasi publik ini adalah wujud komitmen agar dokumen zonasi tidak hanya kuat secara teknis, tetapi juga sesuai dengan kondisi sosial-budaya. Kawasan konservasi bukan hanya melindungi laut, tetapi juga menjamin sumber daya tetap berkelanjutan untuk mendukung ketahanan pangan dan ekonomi pesisir,” kata Said.
Adapun Kepala Bidang Kelautan, Konservasi dan Pengawasan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, Raja Taufik Zulfikar mengatakan rancangan zonasi untuk kawasan konservasi perairan memerlukan basis data yang kuatm termasuk data biofisik serta sosial, ekonomi, dan budaya yang akurat.
“Dengan pendekatan berbasis data yang baik, kawasan konservasi tidak hanya menjaga keanekaragaman hayati, tetapi juga bisa menyelaraskan berbagai aktivitas pemanfaatan di dalam kawasan seperti penangkapan ikan dan budidaya yang ramah lingkungan, pariwisata, dan alur pelayaran,” katanya.
Yusuf menambahkan bahwa sebagai dasar penyusunan zonasi, YKAN bersama DKP Provinsi Kepulauan Riau telah melakukan pemantauan kesehatan karang di perairan Lingga. Pada tahun 2024, pemantauan dengan metode manta tow dengan rute sepanjang 325 kilometer menunjukkan bahwa rata-rata tutupan terumbu karang 28 persen atau dalam kondisi sedang. Namun, ancaman besar tetap ada, terutama dari praktik penangkapan ikan yang merusak, sedimentasi dari daratan, serta aktivitas wisata yang belum terkelola dengan baik.
Pemantauan lanjutan kesehatan terumbu karang menggunakan metode underwater photo transect untuk terumbu karang dan visual census untuk ikan karang pada bulan April–Mei 2025 memberikan kabar lebih baik. Rata-rata tutupan karang keras hidup meningkat menjadi 42 persen. Perbedaan hasil tutupan terumbu karang ini dikarenakan perbedaan kedetailan dari metode yang digunakan, antara manta tow yang lebih general dengan metode kesehatan terumbu karang yang lebih detail.
Mariana, Kepala Desa Penaah, Lingga, mengatakan pihaknya menyambut rencana tersebut. “Nelayan hidupnya bergantung pada laut. Kalau terumbu karang, lamun, dan mangrove rusak, hasil tangkapan menurun, dan kami langsung merasakan dampaknya. Dengan adanya kawasan konservasi, kami berharap laut tetap memberi manfaat, bukan hanya bagi kami sekarang, tapi juga untuk anak cucu di masa depan,” katanya.
Yusuf mengatakan, program yang menjadi bagian dari Koralestari tersebut bertujuan melindungi terumbu karang melalui dukungan pada ekonomi biru, seperti usaha perikanan berkelanjutan dan pariwisata bahari, yang memberi dampak langsung bagi masyarakat lokal.
"Kabupaten Lingga dipilih sebagai lokasi prioritas karena perairannya memiliki keanekaragaman hayati tinggi sekaligus menjadi sumber penghidupan utama bagi masyarakat pesisir,” kata Yusuf.