World Clean Day 2025 di Sungai Kamambang

Penulis : Yustinus Ade, Penyuluh Lingkungan Hidup Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup Jawa

Lingkungan

Minggu, 12 Oktober 2025

Editor : Yosep Suprayogi

PAGI itu di tepi Sungai Kamambang, Sidoarjo, sekitar 20 orang yang mengenakan pakaian berwarna biru bersemangat menceburkan diri ke sungai. Tanpa ragu, mereka bergulat dengan sampah dan tanaman liar seperti enceng gondok yang menutupi hampir seluruh permukaan air. Mereka adalah para pegiat dari Sungai Watch.

Mereka membaur dengan berbagai komunitas lainnya, mulai dari pemerintah, mahasiswa, pelajar, hingga masyarakat umum, untuk membersihkan sampah dan enceng gondok di Sungai Kamambang. 

Eceng gondok ikut menjadi sasaran kegiatan bersih-bersih ini karena tanaman ini tidak hanya menghambat aliran air, tetapi juga berpotensi menyebabkan banjir saat musim penghujan. Selain itu, tanaman ini menurunkan kualitas air sungai karena eceng gondok yang pertumbuhannya cepat dapat menutupi permukaan air sehingga menghambat masuknya cahaya matahari ke dalam air. Akibatnya, proses fotosintesis fitoplankton terganggu, kadar oksigen terlarut menurun, dan biota air seperti ikan menjadi kekurangan oksigen (hipoksia). Parahnya lagi, proses pembusukan eceng gondok yang mati menambah beban organik di dalam air serta memperburuk pencemaran sungai. Belum lagi dampak lain, seperti mengancam keanekaragaman hayati, meningkatkan risiko penyakit demam berdarah dan malaria.

Sungai Watch membersihkan sampah Sungai Kamambang, 3 Oktober (Foto: Yustinus Ade)

“Ini bagian dari rangkaian kegiatan memperingati World Clean Day (WCD) 2025," kata Yudi Susanto, koordinator Sungai Watch Jawa Timur.

WCD adalah Hari Bersih Dunia yang diperingati setiap 3 Oktober. Tema WCD dunia tahun ini adalah “Our Planet, Our Future” (Bumi Kita, Masa Depan Kita), sedangkan tema nasional Indonesia adalah “Bersih Sampah, Sehat Masyarakat”. Tema ini menegaskan pentingnya kolaborasi semua pihak untuk menjaga kebersihan lingkungan demi keberlanjutan hidup.

Kegiatan di Sungai Kamambang sendiri digagas Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur, diikuti OPD dari berbagai instansi Pemerintah di Jawa Timur dan elemen masyarakat, termasuk Kepala Pusat Pengengedalian Lingkungan Hidup (Pusdal LH) Jawa, Eduward Hutapea, didampingi Kabidwil III, Gatut Panggah Prasetyo.

Lebih dari Sekadar Kebersihan

Sungai Watch aktif menggelar aksi bersih dan pengawasan sungai di berbagai wilayah Jawa dan Bali. Di Sidoarjo bahkan sudah mulai sejak lama. Saat ini, mereka telah memasang peralatan trash barrier di 23 titik di tiga kecamatan di Sidoarjo, termasuk Waru dan Sedati. Fokus utama mereka adalah mencegah sampah non-organik—plastik, kresek, botol—masuk ke sungai dan laut, yang telah menjadi isu nasional dan internasional.

Kenyataan di lapangan menunjukkan tantangan besar. Enceng gondok, sampah organik, dan budaya membuang sampah sembarangan menjadi hambatan utama. “Setiap hari di Sidoarjo, kami menemukan sekitar 1,5 ton sampah di sungai. Bahkan kemarin, rekor pengangkatan sampah dari satu titik trash barrier di Kelurahan Ketegan mencapai 841 kilogram,” ungkap Yudi.

Dalam empat hari kegiatan di Sedati, mereka berhasil mengumpulkan sekitar 11 ton sampah, sebagian besar adalah sampah organik yang kemudian dipilah dan didaur ulang. Di Waru, mereka memiliki stasiun pemilahan yang memisahkan sampah non-organik untuk didaur ulang atau dikirim ke Bali sebagai bahan baku barang baru.

Budaya dan Partisipasi Masyarakat

Yudi menyatakan, sampah yang paling banyak ditemukan adalah plastik, kresek, dan botol. "Masih banyak masyarakat yang membuang sampah sembarangan ke sungai. Ini jadi kendala utama karena belum sepenuhnya pedulinya masyarakat terhadap pengelolaan sampah," kata dia.

Ia menambahkan, Sungai Watch memilih daftar sekitar 33 jenis item untuk didaur ulang dari sampah di stasiun pemilahan di Waru, Desa Kepuhkiriman. Sebagian dikirim ke pabrik pengolah recycle yang sudah dicek proses penanganannya agar tidak mencemari lingkungan. Selain itu, mereka mengelola sendiri sampah kresek yang bisa didaur ulang, lalu dikirim ke Bali untuk diolah kembali menjadi barang yang layak pakai.

Ekspansi dan Harapan

Sejak 2020, Sungai Watch telah beroperasi di Bali dengan membuka tujuh stasiun di berbagai kabupaten dan melibatkan lebih dari 80 sukarelawan dan staf. Di Banyuwangi, sejak 2022, mereka menempatkan tiga stasiun di Bangorejo, Rogojambi, dan Ketapang.

“Pada Februari 2025, kami mulai kegiatan di Sidoarjo, tepatnya di Desa Kepuhkiriman,” ujar Yudi. Ia melanjutkan, “Kami juga merencanakan membuka stasiun di Wonoayu atau Krian pada akhir tahun ini.”

Mereka juga sedang menyiapkan ekspansi ke Jakarta, khususnya Bekasi. “Pendanaan kegiatan ini murni dari sponsor. Kami sangat mengharapkan dukungan agar bisa melangkah lebih jauh,” katanya.

Dengan total anggota sekitar 180 orang di seluruh lokasi, Sungai Watch meyakini kolaborasi dan partisipasi masyarakat adalah kunci keberhasilan pengurangan sampah. Perjalanan mereka menunjukkan bahwa mengatasi pencemaran sungai dan laut membutuhkan sinergi multipihak—dari pemerintah, komunitas lokal, swasta, hingga dunia internasional. "Sampah yang diangkat setiap hari adalah cermin budaya masyarakat yang harus kita ubah bersama, demi masa depan lingkungan yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan," kata Yudi.