Penembak Petani Pino Raya Dilaporkan ke Polisi
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Agraria
Jumat, 28 November 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Petani dari Forum Masyarakat Pino Raya (FMPR) yang menjadi korban penembakan di Cinto Mandi, Kecamatan Pino Raya, Kabupaten Bengkulu Selatan, secara resmi menempuh jalur hukum dengan membuat Laporan Polisi di Polresta Bengkulu Selatan pada Selasa, 25 November 2025.
Laporan ini dibuat menyusul insiden penembakan yang terjadi pada hari sebelumnya, sekitar pukul 14.00 WIB. Peristiwa tersebut melibatkan konfrontasi antara petani dengan tim pengamanan dari PT Agro Bengkulu Selatan(ABS), yang berujung pada penembakan.
Laporan yang telah terdaftar dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/172/XI/2025/SPKT/POLRES BENGKULU SELATAN/POLDA BENGKULU tanggal 25 November 2025 pukul 23.58 Wib tersebut berfokus pada dugaan tindak pidana Penganiayaan Berat (Pasal 351 KUHP) serta dugaan tindak pidana menguasai dan mempergunakan senjata api tanpa hak (Pasal 1 ayat (1) UU Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951). Terduga pelaku penembakan diidentifikasi AH alias R (39 Tahun), karyawan PT ABS.
“Kami telah resmi bersama para petani melaporkan terduga pelaku penembakan. Kami berharap proses ini segera berjalan dan diusut secara tuntas dan adil bagi korban” ujar Ricki Pratama Putra, kuasa hukum petani dari Akar Law Office, dalam sebuah siaran pers yang didapat Betahita pada Kamis (27/11/2025).
FMPR, tim kuasa hukum bersama Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu mendesak Kapolresta Bengkulu Selatan untuk segera menindaklanjuti laporan ini, melakukan penyelidikan mendalam, dan memproses hukum terduga pelaku sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk mengusut tuntas asal usul kepemilikan senjata api tersebut.
Terkait kasus ini, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah mengeluarkan pernyataan resmi. Komnas HAM menyebut peristiwa penembakan para petani Pino Raya yang terjadi pada Senin (24/11/2025) itu merupakan pelanggaran serius terhadap hak untuk hidup, hak atas rasa aman, serta hak atas perlindungan dari tindak kekerasan, sebagaimana dijamin dalam konstitusi, UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, serta prinsip-prinsip HAM internasional.
“Informasi awal yang diterima Komnas HAM menunjukkan bahwa peristiwa tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari konflik agraria antara petani Pino Raya dengan PT ABS,” kata Saurlin P Siagian, Komisioner Pemantau dan Penyelidikan Komnas HAM, dalam keterangan tertulis, Selasa (25/11/2025).
Terkait penembakan petani Pino Raya ini, Komnas HAM meminta kepada Polda Bengkulu untuk segera mengusut tuntas peristiwa penembakan, termasuk memeriksa kepemilikan dan penggunaan senjata api oleh pihak keamanan PT ABS, serta memastikan proses hukum berjalan transparan dan akuntabel. Selain itu, Komnas HAM juga meminta Polda Bengkulu menjamin perlindungan dan keamanan bagi para korban, keluarga korban, dan seluruh petani Pino Raya dalam segala bentuk intimidasi lanjutan.
“Kepada Kementerian ATR/BPN segera melakukan upaya penyelesaian sengketa secara adil dan transparan sejalan dengan prinsip HAM dan tata kelola pemerintahan yang baik,” ujar Saurlin.
Sebelumnya, operasi PT ABS di Kecamatan Pino Raya, Kabupaten Bengkulu Selatan, telah mengakibatkan konflik berkepanjangan dengan banyak petani setempat. Puncaknya, pada Senin (24/11/2025), terjadi ketegangan antara pihak PT ABS dengan sejumlah petani. Ketegangan tersebut diatari oleh sikap perusahaan yang memaksa masuk ke areal pertanian warga, diduga akan menghancurkan tanaman-tanaman milik petani.
Ketegangan tersebut berujung terjadinya penembakan oleh pihak keamanan PT ABS terhadap para petani. Sebanyak 5 petani dilaporkan mengelami luka serius akibat penembakan tersebut, yakni Buyung yang tertembak pada bagian dada, Linsurman tertembak di bagian lutut, Edi Hermanto tertembak di paha, Santo tertembak di bagian rusuk bawah ketiak, dan Suhardin tertembak di betis.
Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu, sebelum kejadian ketegangan dan penembakan tersebut, sejumlah petani di Pino Raya juga sempat mengalami teror dan intimidasi oleh perusahaan. Teror dan intimidasi dimaksud berupa perusakan terhadap sejumlah pondok dan penghancuran ratusan batang tanaman budidaya pertanian milik warga. Tanaman warga tersebut termasuk pisang, kopi, sawit, jengkol, kepayang, dan lain sebagainya.


Share

