PERTOBATAN EKOLOGIS SEBAGAI JALAN ADVEN

Penulis : Yustinus Ade Stirman, PUSAT PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP JAWA

OPINI

Kamis, 11 Desember 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BAGI umat Kristiani Adven adalah sebuah momen atau masa penantian Kelahiran Yesus Kristus Sang Juru Selamat. Pada masa ini Gereja mengajak umat memasuki empat minggu penuh keheningan, kesiapsiagaan, dan harapan. Namun dalam konteks krisis iklim yang semakin mengancam kehidupan bumi, Adven juga menjadi undangan untuk melakukan sesuatu yang lebih mendasar memulai pertobatan ekologis.

Paus Fransiskus dalam Laudato Si’ dan Laudate Deum menegaskan bahwa pertobatan ekologis bukan sekadar gaya hidup hijau, melainkan perubahan pola pikir dan pola relasi manusia dengan ciptaan. Dengan kata lain, Adven adalah momentum spiritual untuk belajar menantikan keselamatan sambil memperbaiki cara kita memandang dan merawat bumi.

Pertobatan ekologis berangkat dari kesadaran bahwa kerusakan lingkungan tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga spiritual. Manusia modern terlalu lama memandang alam sebagai objek eksploitasi, bukan sebagai saudari dan saudara—seperti yang digambarkan Santo Fransiskus dari Assisi. Keserakahan, konsumsi berlebihan, dan keengganan mengubah gaya hidup menjadi “dosa struktural” yang merusak ekosistem. Adven mengajak umat menatap kembali keseimbangan relasi ini: relasi dengan Allah, sesama, dan seluruh ciptaan.

Dalam tradisi Gereja, Adven adalah masa “memperbaiki jalan bagi Tuhan”. Tapi bagaimana mempersiapkan jalan itu ketika bumi—rumah bersama—sedang rusak? Tanah longsor, banjir, gelombang panas, polusi udara, sampah plastik, dan hilangnya keanekaragaman hayati bukan sekadar fenomena ekologis; semuanya adalah tanda betapa kita belum sungguh bertobat dalam cara hidup. Pertobatan ekologis mengajak kita menanggapi tanda-tanda zaman ini sebagai peringatan sekaligus panggilan.

Perubahan iklim berdampak langsung pada distribusi kupu-kupu, yang pada akhirnya berpengaruh pada ekologi. Dok Butterfly Conservation

Pertama, Adven mengajak kita merenungkan harapan. Harapan dalam konteks ekologis bukan optimisme kosong, tetapi komitmen bertindak meskipun situasi sulit. Paus Fransiskus menyebutnya “harapan yang realistis”, yaitu harapan yang tumbuh dari keberanian mengubah perilaku: mengurangi sampah, menahan konsumsi berlebihan, memilih makanan yang lebih berkelanjutan, dan mendukung kebijakan lingkungan yang adil. Harapan adalah tindakan.

Kedua, Adven mengajak kita mempraktikkan kesederhanaan. Lilin-lilin Adven melambangkan terang yang tumbuh sedikit demi sedikit, bukan cahaya yang meledak secara tiba-tiba. Kesederhanaan hidup mencerminkan spiritualitas itu. Kesederhanaan bukan kemiskinan, melainkan kemampuan menahan diri agar hidup tetap pada kebutuhan, bukan keinginan. Dalam konteks lingkungan, kesederhanaan berarti mengurangi jejak ekologis: konsumsi energi secukupnya, mengurangi penggunaan plastik, memilih barang yang tahan lama, dan mengurangi pola hidup konsumtif tiap menjelang Natal.

Ketiga, Adven mengajak kita memperkuat solidaritas. Krisis iklim paling keras dirasakan oleh mereka yang paling lemah: petani kecil, masyarakat pesisir, nelayan, dan masyarakat miskin kota. Pertobatan ekologis bukan hanya menjaga pohon, tetapi juga menjaga manusia—mereka yang paling rentan. Dalam Adven, Gereja memanggil umat untuk membangun solidaritas ekologis: mendukung komunitas yang terdampak bencana, melakukan edukasi lingkungan, serta memperjuangkan keadilan ekologis dalam kebijakan publik.

Keempat, Adven mengajak kita merenungkan akhir zaman. Dalam bacaan-bacaan liturgi, Adven sering berbicara tentang kedatangan Tuhan yang kedua. Namun eskatologi Kristiani bukan menakut-nakuti, melainkan mengingatkan bahwa sejarah manusia tidak berakhir pada keserakahan atau kehancuran. Pertobatan ekologis menjadi cara konkret mempersiapkan dunia bagi generasi mendatang—sebuah tindakan iman bahwa dunia ini masih bisa diselamatkan.

Akhirnya, Adven adalah kesempatan untuk memperbarui komitmen kita sebagai penjaga ciptaan. Pertobatan ekologis menjadi jalan untuk menghidupi iman secara utuh: tidak hanya berdoa dan bernyanyi, tetapi juga merawat bumi sebagai wujud pujian kepada Sang Pencipta. Mungkin kita tidak bisa menyelesaikan seluruh krisis iklim dalam satu Adven, tetapi kita dapat memulai langkah kecil: menanam pohon, mengurangi sampah, menjadi konsumen bijak, dan mengajak keluarga serta komunitas untuk bersama bertransformasi.

Dengan demikian, Adven bukan hanya masa menunggu kelahiran Sang Juru Selamat, tetapi juga masa menyiapkan kelahiran cara hidup baru—yang lebih adil, selaras, dan penuh kasih terhadap bumi. Pertobatan ekologis adalah wujud nyata harapan Adven, sebuah jalan yang menuntun kita kepada terang Kristus sekaligus kepada pemulihan rumah bersama. Adven 2025 dapat menjadi titik balik spiritual kita: saat ketika iman dan tindakan ekologis bertemu, menghadirkan kedamaian bagi bumi dan seluruh ciptaan.