Perusahaan Tetap Bisa Dimintai Tanggung Jawab meski Izin Dicabut
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Hutan
Selasa, 30 Desember 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Koalisi Selamatkan Bentang Alam Seblat mendesak Kementerian Kehutanan untuk mencabut izin konsesi dua perusahaan, PT Anugrah Pratama Inspirasi (API) dan PT Bentara Arga Timber (BAT), yang beroperasi di Bentang Alam Seblat karena dianggap berperan besar dalam kerusakan hutan di kawasan tersebut, yang merupakan habitat gajah sumatra tersisa di Bengkulu. Meski izinnya dicabut, dua perusahaan ini tetap dapat dimintakan pertanggungjawaban atas kerusakan yang terjadi di areal konsesinya.
Ali Akbar, Koordinator Koalisi Selamatkan Bentang Alam Seblat, menegaskan bahwa keberadaan kedua konsesi ini memperburuk kerusakan ekosistem bentang Seblat sehingga perlu tindakan jęłaś dan terukur dari Kementerian Kehutanan.
“Kementerian Kehutanan harus segera mencabut izin kedua konsesi ini untuk melindungi habitat gajah Sumatera dan menjaga kelestarian ekosistemnya,” ujar Ali Akbar, dalam sebuah keterangan tertulis, Rabu (24/12/2025).
Namun, ada keraguan dari beberapa pihak yang menyatakan bahwa bila izin usaha perusahaan dicabut maka kedua perusahaan itu akan lepas dari tanggung jawab atas kerusakan yang telah terjadi. Tapi menurut Ahli Hukum Pidana Universitas Bengkulu, Hamzah Hatrik, bahwa pencabutan izin konsesi tidak berarti perusahaan terbebas dari tanggung jawab dan kelalaiannya.
"Meski seandainya izin konsesi telah dicabut, tanggung jawab korporasi tetap melekat pada PT API dan PT BAT, baik secara administratif maupun pidana,” kata Hamzah.
Hamzah menambahkan, bahwa yang dicabut adalah izin konsesi, bukan hak perusahaan atau tanggung jawab atas kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, bilapun izin konsesi telah dicabut, Kementerian Kehutanan tetap memiliki kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan atas kerusakan yang telah mereka timbulkan. Korporasi dan pengurusnya dapat dimintakan pertanggungjawaban, baik secara administratif maupun pidana, jika terbukti melanggar hukum kehutanan dan lingkungan.
Tuntutan ini disampaikan karena kedua perusahaan yang berada di dalam kawasan bentang alam Seblat tersebut tidak mampu mengamankan wilayah konsesi mereka, sehingga terjadi perubahan fungsi hutan menjadi kebun kelapa sawit. Menurut, Egi Saputra, Direktur Yayasan Genesis Bengkulu, total luas areal konsesi dua perusahaan yang mengalami kerusakan pada 2024 mencapai puluhan ribu hektare.
Ia merinci, berdasarkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) SK No: 3/1/IUPHHK-PB/PMDN/2017, PT API memiliki konsesi seluas 41.988 hektare. Namun berdasarkan hasil pemantauan lapangan oleh Konsorsium Selamatkan Bentang Alam Seblat, pada 2024 kerusakan hutan di areal konsesi PT API mencapai 14.183 hektare.
“Area tersebut terdiri dari semak belukar 6.577 hektare, perkebunan sawit dalam hutan 5.432 hektare, dan lahan terbuka 2.173 hektare,” kata Egi.
Kemudian di konsesi PT BAT, luas areal yang rusak sekitar 6.862 hektare, yang terdiri dari area non-hutan seluas 3.043 hektare, kebun sawit seluas 2.162 hektare dan areal pertanian lainnya seluas 1.658 hektare. PT BAT sendiri memiliki konsesi seluas 22.020 hektare, berdasarkan IUPHHK_HA SK No. 529/MENLHK/SETJEN/HPL.0/8/2021.
Atas kondisi ini, Koalisi Selamatkan Bentang Alam Seblat melalui surat yang dilayangkan kepada Menteri Kehutanan pada 30 Oktober 2025 menuntut Kementerian Kehutanan agar mencabut izin kehutanan PT API dan PT BAT. Pasal 32 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, menyebut pemegang izin sebagaimana diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 29, berkewajiban untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya.
Kemudian, Pasal 156 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, menyebutkan bahwa setiap pemegang PBPH (perizinan berusaha pemanfaatan hutan) pada hutan produksi, wajib melakukan perlindungan hutan di areal kerjanya, melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan di areal kerjanya, bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya, serta melakukan pemulihan terhadap kerusakan lingkungan di areal kerjanya.
Konsorsium juga mendesak Kementerian Kehutanan segera meningkatkan status kawasan bentang alam Seblat, khususnya pada areal koridor gajah seluas 80.987 hektare, menjadi kawasan suaka margasatwa. Peningkatan status kawasan ini sebagai upaya perlindungan dua satwa karismatik Sumatera yaitu harimau sumatera dan gajah sumatera yang tersisa di Provinsi Bengkulu.
Terakhir, Konsorsium juga mendesak negara menindak tegas seluruh pelaku kejahatan kehutanan di wilayah bentang alam Seblat sebagai wujud penegakan hukum serta memberikan efek jera sekaligus sebagai upaya melindungi kawasan hutan negara yang tersisa.


Share

