Harusnya “Tembak” Lemahnya Penegak Hukum Terhadap Korporasi

Penulis : Redaksi Betahita

Karhutla

Rabu, 22 Agustus 2018

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Komandan Satuan Tugas Kebakaran Hutan dan Lahan (Dansatgas Karhutla) Brigjen TNI Sonny Aprianto, SE, MM memerintahkan pelaku yang tertangkap tangan membakar hutan dan lahan dengan sengaja untuk ditembak di tempat.

Jikalahari menyayangkan, pernyataan Dansatgas ini bertentangan dengan prinsip Hak Asasi Manusia dan peraturan perundang-undangan lingkungan hidup, kehutanan dan perkebunan yang berlaku di Indonesia. Baik dalam UUD 1945, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

“Peraturan ini mengatur sanksi pidana penjara dan denda plus pidana tambahan pencabutan izin bagi korporasi, bukan ditembak di tempat,” ungkap Made Ali, Koordinator Jikalahari.

Pasal 28 huruf a UUD 45 menyebut “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Dalam pasal 69 ayat 1 huruf h UU 32/2009 menyebut setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.

Ketentuan pidana yang berlaku jika pasal ini dilanggar dijelaskan pada Pasal 108, “Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat 1 huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp 3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.

Selain itu dalam Pasal 56 ayat 1 UU 39/2014 menyebutkan “Setiap Pelaku Usaha Perkebunan dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar”.

Jika dilanggar, pasal 108 menjelaskan ketentuan pidana yaitu “Setiap Pelaku Usaha Perkebunan yang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Dansatgas semestinya ‘menembak’ lemahnya penegakan hukum terhadap korporasi dan cukong, serta lemahnya pengawasan pemerintah pusat dan daerah terhadap kawasan hutan dan non kawasan hutan.

“Berani gak Dansatgas mengkritik langsung kinerja Polda Riau, Pemprov Riau, KLHK, BRG, Bupati se Riau, korporasi HTI dan Sawit? Jangan cuma beraninya dengan masyarakat kecil,” kata Made Ali, “karena kenyataannya, korporasi yang jadi penyebab karhutla di Indonesia tidak pernah di proses secara hukum.

Justru menurut Made, APP dan APRIL Group anak perusahaan dan korporasi yang berafiliasi dengan kedua grup besar ini menjadi penyebab karhutla di Riau diberi kehormatan menjadi sponsor dan ikut serta dalam kirab obor Asian Games XVIII di Pekanbaru,” ungkapnya.

Pada 2 Agustus 2018, Direktur PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Rudi Fajar ikut kirab obor atau torch relay Asian Games XVIII 2018 bersama Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman, Forkompinda dan kalangan dunia usaha di Pekanbaru.
Di laman resmi Asian Games 2018 dicantumkan Tanoto Foundation menjadi sponsor resmi, APP Group sebagai partner resmi dan Sinar Mas sebagai lisensi resmi dari perhelatan akbar olahraga se-Asia tersebut.

“Rudi Fajar tidak layak membawa obor yang melambangkan semangat dan sportifitas, begitu juga dengan APP Group yang menjadi sponsor kegiatan ini,” kata Made Ali, “kenyataannya PT RAPP, APRIL Group dan APP Group saja tidak sportif dalam menjalankan usahanya yang menyebabkan kerusakan hutan dan lahan gambut hingga kebakaran di Riau sejak 1997 hingga kini.”