Ampuhkah Prioritas Sistem Peringatan Kebakaran Lahan dan Gambut?

Penulis : Redaksi Betahita

Hukum

Rabu, 19 September 2018

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi kembangkan sistem peringatan bahaya kebakaran lahan gambut yang akan diprioritaskan di wilayah rawan kebakaran gambut seperti di Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.

Hal ini disampaikan Yudi Anantasena, Direktur Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Wilayah. Menurutnya sistem akan dilengkapi dengan data kelembaban, sebaran dan ketebalan gambut, distribusi air gambut, tinggi muka air gambut, sumber air untuk mengatasi kekeringan gambut, serta aktivitas masyarakat di lokasi rawan kebakaran hutan dan lahan.

“Kita ingin memastikan fire spot dan dari beberapa parameter dan operasional di lapangan pun tidak begitu merepotkan patroli karena hanya datang ke tempat yang diperlukan,” kata Yudi seperti dilansir antaranews di Jakarta, Selasa (18/9).

Komponen kerugian dalam rupiah akibat kebakaran hutan dan lahan juga akan dimasukkan, dan untuk itu diperlukan pemodelan akuntansi sumber daya alam untuk mendapatkan potensi dan nilai kerugian jika terjadi kebakaran pada lahan tertentu.

Tim Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam menyegel area lahan terbakar di lima perusahaan perkebunan di Kubu Raya, Kalimantan Barat.

“Berharap akhir tahun sudah dapatkan parameter dan dilengkapi data serta sistem diserahkan ke BMKG,” kata Yudi, kemudian menambahkan sistem akan memanfaatkan server Puspitek di Serpong.

Sistem tersebut dibuat untuk memantau daerah-daerah yang rawan mengalami kebakaran gambut dan memastikan keberadaan titik api mengingat selama ini petugas pemadam kebakaran masih menggunakan titik panas, yang belum tentu merupakan titik api, sebagai panduan.

Data Walhi dalam tahun ini mencatat hingga bulan Agustus terdapat 2.173 titik api, diantaranya tertinggi di Kalimantan Barat mencapai 779 dan Riau sebanyak 368 titik. sebagian titik api berada di konsensi230 di IUPHHK-HT, 85 di IUPHHK-HA, 122 di HGU. Dan juga tercatat sebaran titik api berada di wilayah kesatuan hidrologi gambut (KHG), yang menjadi prioritas pemulihan restorasi gambut dan pencegahan dari kebakaran.

Pantauan Jikalahari sepanjang Januari hingga Agustus 2018, tercatat ada 2.314 hotspot di Riau. Dengan confidence lebih dari 70 persen ada 1048 titik yang berpotensi menjadi titik api.

Hotspot terlihat berada di areal korporasi, kawasan gambut dalam, areal konservasi dan moratorium. Di areal korporasi, hotspot paling banyak di PT Satria Perkasa Agung (107 hotspot), PT Rimba Rokan Perkasa (66 hotspot), PT Sumatera Riang Lestari (29 hotspot), PT Ruas Utama Jaya(29 hotspot), PT Diamond Raya Timber (39 hotspot), PT Suntara Gaja Pati (26 hotspot).

Kemudian, PT Riau Andalan Pulp & Paper (9 hotspot), PT Bhara Induk (10 hotspot)dan PT National Timber Forest Product/ PT Nasional Sagu Prima (13 hotspot). Hotspot-hotspot ini bermunculan di kawasan gambut dengan kedalaman rata-rata 1 meter hingga melebihi 4 meter. Korporasi-korporasi ini terafiliasi dengan APP Group dan APRIL Group.

Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah, total luas kebakaran kawasan hutan dan lahan di Riau sepanjang 14 Januari hingga 12 Agustus 2018 mencapai 2.891,51 ha. Kebakaran terluas terjadi di Kepulauan Meranti sekitar 938, 31 ha, Rokan Hilir 488,85 ha, Bengkalis 423 ha, Dumai 396,75 ha, Indragiri Hulu 289,5 ha, Siak 136,5 ha, Pelalawan 92,5 ha, Pekanbaru 44,6 ha, Kampar 41 ha dan Indragiri Hilir 37 ha.