Petani, Perempuan dan Masyarakat Adat Korban Konflik Agraria
Penulis : Redaksi Betahita
Agraria
Senin, 24 September 2018
Editor : Redaksi Betahita
Betahita.id – Dewi Kartika, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaharuan Agraria dalam pembukaan Global Land Forum 2018 mengatakan, ada jutaan jiwa petani, masyarakat adat, perempuan dan nelayan yang menjadi korban konflik agraria.
"Kita sangat prihatin mengenai perampasan tanah yang memicu konflik dilapangan, sampai saat ini belum tersentuh agenda reforma agraria," kata Dewi.
Dewi menegaskan, Perpres Reforma Agraria untuk segera ditandatangani Presiden, sekaligus memastikan pendekatan-pendekatan keamanan, yang bersifat mengkriminalkan dan refresif kepada masyarakat di wilayah konflik, di desa-desa, kampungkampung segera dihentikan.
Situasi-situasi di atas harus segera dijawab oleh komunitas global dan organisasi masyarakat sipil. Melahirkan solusi dan kesepakatan bersama terkait agenda pemenuhan hak-hak tanah masyarakat. GLF tahun ini membawa tema 'United for Land Rights, Peace, and Justice', membawa semangat persatuan komunitas global untuk menjawab situasi dan persoalan tanah global.
Melalui berbagai isu pertanahan yang akan dibahas, perampasan tanah, konflik agraria, krisis pangan, perempuan dan masyarakat adat melalaui beberapa tema. Aksi efektif melawan perampasan tanah. Mengunjungi kembali reforma agraria otentik, jawaban atas pembangunan global. Memastikan kedaulatan pangan. Masyarakat adat, perjuangan perempuan dan kelompok rentan untuk hak atas tanah.
Ia berharap, melalui spirit Bandung yang mewakili kebebasan, kesetaraan, Hak Asasi Manusia (HAM) dan keadilan sosial seperti yang digemakan Konferensi Asia-Afrika 1955 melalui Deklarasi Bandung, GLF tahun ini dapat melahirkan agenda kerja dengan semangat yang sama untuk memastikan pengelolaan tanah berbasis masyarakat People-Centered Land Governance, sebagai jawaban mengatasi ketimpangan penguasaan tanah, kemiskinan, dan kelaparan yang tengah mengancam jutaan masyarakat di berbagai belahan dunia.
Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar mengatakan saat ini program Hutan Sosial sudah direalisasikan 1,92 juta hektare untuk 489 ribu kepala keluarga, masyarakat tani sekitar dan dalam hutan termasuk masyarakat adat. Kawasan hutan untuk reforma agraria sudah dilepaskan 997 ribu hektare. Sertifikat juga sebagai basis legal tanah masyarakat sudah diberikan lebih dari 10 juta persil.
"Pemerintah terus mempercepat upaya ini untuk keadilan sosial bagi masyarakat luas," katanya.
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyebut 126 juta bidang yang ada di Indonesia, baru 43,5 juta yang bersetifikat, sehingga masih ada 82,5 juta lahan yang belum bersertifikat. Pemerintah menargetkan tahun ini bisa menyelesaikan 7 juta sertifikat tanah dan pada 2019 bisa menyelesaikan 9 juta sertifikat tanah.
Akhir kata, Presiden Jokowi menegaskan untuk tahun ini menargetkan 3 juta hektare lahan dibagikan ke masyarakat melalui kegiatan perhutanan sosial.