Polusi Udara, Koalisi Ibu Kota Gugat Jokowi dan Anies Baswedan
Penulis : Redaksi Betahita
Lingkungan
Kamis, 06 Desember 2018
Editor : Redaksi Betahita
Betahita.id - Masyarakat peduli lingkungan yang menamakan diri Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota) mendatangi Balai Kota DKI Jakarta guna menyerahkan notifikasi gugatan warga negara atau Citizen Law Suit (CLS) kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Notifikasi CLS dilayangkan sejumlah individu sebagai bentuk kekecewaan kepada pemerintah akibat lalai menangani polusi udara di Jakarta.
Baca juga: Penutupan Asian Games, Polusi Udara Indonesia Tertinggi Kedua di Dunia
Terdapat tujuh tergugat yakni Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten.
Inayah Wahid, salah satu penggugat mengatakan polusi udara Jakarta sangat mengkhawatirkan.
“Kami peduli. Karenanya kami meminta pemerintah benar-benar serius menangani polusi udara yang ada sehingga tidak memakan korban terutama kelompok masyarakat yang rentan,†katanya dalam keterangan pers, Rabu (5/12) di Jakarta.
Hal senada juga dikatakan penggugat lainnya Melanie Subono. “Andai bernafas dengan baik saja sudah tidak menjadi hak kita sebagai manusia, maka sama saja dengan pemerintah membunuh massal masyarakatnya,†katanya.
Setidaknya ada 19 orang yang akan melayangkan gugatan. Selain Inayah dan Melanie, terdapat pula Anwar Ma’ruf, Hermawan Sutantyo, Nur Hidayati, Kholisoh, Tubagus Soleh Ahmadi, Sudirman Asun, Ohiongyi Marino, Merah Johansyah, Leonard Simanjuntak, Asfinawati, Elisa Sutanudjaja, Sandyawan Soemardi, Yuyun Ismawati, Sonny Mumbunan, Jalal, Ari Muhammad dan Adhito Harinugroho.
Baca juga: WHO: 90 Persen Anak di Dunia Terancam Polusi Udara, Bagaimana di Jakarta?
Tim Advokasi Ibu Kota Nelson Nikodemus Simamora mengatakan banyak pelanggaran yang dilakukan pemerintah. Contohnya, uji emisi kendaraan yang tidak dilakukan, tidak diumumkan, dan tidak dievaluasi.
Pemerintah pusat pun tidak membuat panduan bagaimana koordinasi penanganan polusi antar wilayah dilakukan. Bukan rahasia, polusi udara di Jakarta juga merupakan sumbangan polusi wilayah lain, akibat aktivitas industri di Banten dan Jawa Barat, termasuk pembakaran batu bara di PLTU.
“Melalui gugatan ini diharapkan pemerintah dapat menerbitkan strategi dan rencana aksi yang jelas soal pengendalian pencemaran udara,†ujarnya. Selain itu, juga diharapkan pemerintah mempercepat revisi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Berdasarkan data alat pemantau kualitas udara DKI Jakarta, konsentrasi rata-rata tahunan untuk parameter Ozone (O3), PM 10 dan PM 2.5 selalu terlampaui sejak awal dipantau. Dalam catatan alat pemantau kualitas udara Kedutaan Amerika Serikat di Januari hingga Oktober 2018, masyarakat Jakarta Pusat menghirup udara “tidak sehat†selama 206 hari, untuk parameter PM 2.5. Di Jakarta Selatan, total hari dengan kualitas udara yang buruk mencapai 222 hari.
Alat pemantau polusi udara tersebut mencatat partikel debu halus yang dihirup manusia yakni PM 2,5, di atas 38 µg/m³. Bahkan mencapai 100 µg/m³ di hari-hari tertentu. Padahal, batas aman PM 2,5 yang dihirup manusia merujuk World Health Organization (WHO) adalah 25 µg/m³.