DR Elviriadi: Reklamasi Teluk Benoa Kangkangi Implementasi Pembangunan Berkelanjutan

Penulis : Redaksi Betahita

Lingkungan

Kamis, 27 Desember 2018

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Diterbitkannya kembali izin lokasi reklamasi Teluk Benoa oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan menuai kritik. Pakar Lingkungan DR Elviriadi menilai ini kucing-kucingan yang bisa mengangkangi implementasi pembangunan berkelanjutan.

Baca juga: Izin Reklamasi Teluk Benoa Kadaluwarsa, KKP: Ini Permohonan Baru

Dia menguraikan, izin reklamasi Teluk Benoa sudah kandas pada 26 Agustus 2018 lalu, “Kenapa tiba-tiba muncul lagi izin lokasi?” katanya.

Lebih jauh, Kepala Departemen Perubahan Iklim Majelis Nasional KAHMI itu mengatakan, kawasan Teluk Benoa telah dijadikan Zona Konservasi sesuai Kepres No.45 tahun 2011.

Aksi penolakan Reklamasi Teluk Benoa di Denoasar, September 2018. (dok.forbali.org)

“Ditetapkan sebagai zona konservasi itu bukan main-main, kan ekosistem mangrove di sana multifungsi. Di antaranya sebagai buffer (penyangga) intrusi air laut ke daratan, membendung abrasi, nursery ground (pembesaran anak ikan), pemijahan, ketersediaan plankton sebagai pakan ikan, dan tempat kehidupan biota laut seperti Crustacea, kepiting, kerang dan jenis ikan tertentu,” katanya.

Elviriadi mengingatkan bahwa pembangunan berkelanjutan mensyaratkan keberlanjutan Ekonomi, Lingkungan dan Sosial Budaya. Begitu pula dalam parameter AMDAL yang mengkaji dampak bagi masyarakat.

“Kan proyek Teluk Benoa itu bertahun tahun terjadi penolakan masyarakat Bali (ForBali), akademisi, elemen masyarakat, serta kadaluwarsa, jelas ini cacat AMDAL.”

Elvi menilai, konflik pemanfaatan ruang di Indonesia makin menggurita ke depannya bila pemerintah tidak menerapkan good governance. Publik mencatat ada konflik agraria, pemerkosaan rawa gambut, karhutla, perebutan ekosistem pesisir sampai teluk Jakarta yang disegel Gubernur Anies.

“Saya heran, kok Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak concern pada kualitas ekosistem perairan dan kearifan lokal masyarakat adat Bali yang jago mengelola laut,” kata Anggota Tetap Society Ethnobiology Ohio State University itu

Sebagai solusi, dia meminta pemerintah meninjau ulang rencana reklamasi Teluk Benoa tersebut. Akses pengelolaan lingkungan hidup harus diberikan seluas mungkin bagi seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat dijamin undang undang untuk memperoleh hak atas lingkungan hidup yang baik, jangan abaikan interdependensi ekologis. Manusia memerlukan alam, alam menghubungkan manusia dengan Sang Pencipta. Itulah konsep Tri Hita Karana yang membuat orang Bali takkan mundur mempertahankan Teluk Benoa dari Kuasa Modal .