Wacana Penutupan Taman Nasional Komodo, KLHK: Masih Dibahas

Penulis : Redaksi Betahita

Konservasi

Jumat, 25 Januari 2019

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id Rencana penutupan sementara  Taman Nasional Komodo  selama satu tahun untuk memulihkan keseimbangan habitat komodo masih dalam tahap pembahasan. Hal ini dikatakan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wiratno, menanggapi wacana penutupan sementara Taman Nasional Komodo   oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat. 

Baca juga: Taman Nasional Tetap Dibuka, Gubernur Cemas Komodo Makin Kurus

“Wacana penutupan sementara TN Komodo yang bertujuan untuk melakukan perbaikan tata kelola khususnya untuk mendukung tujuan konservasi, perlu segera dibahas antara Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Kementerian Pariwisata, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan,” kata Wiratno dalam rilis Humas KLHK, Kamis, 24 Januar 2019.
Pengelolaan TN. Komodo berada di bawah Direktorat Jenderal KSDAE KLHK, sebagaimana diatur dalam  UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, dan UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, PP No. 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Wiratno menyatakan, Direktur Jenderal KSDAE memiliki kewenangan untuk menutup atau membuka kembali suatu taman nasional, berdasarkan pertimbangan ilmiah, fakta lapangan, kondisi sosial ekonomi, dan masukan dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten serta para pihak lainnya.
“Dengan demikian penutupan kawasan taman nasional menjadi kewenangan Direktorat Jenderal KSDAE KLHK,” kata Wiratno.
Dirinya juga mencontohkan kasus penutupan pendakian sementara di TN Gunung Rinjani, TN. Gunung Merapi, TN. Bromo Tengger Semeru, karena terjadi erupsi gunung berapi dan kondisi cuaca ekstrim. “Dapat juga dikarenakan adanya kerusakan habitat, atau gangguan terhadap satwa liar yang dilindungi, akibat dari aktivitas pengunjung, bencana alam, dan mewabahnya hama dan penyakit, seperti di TN. Way Kambas,” katanya.
Berdasarkan monitoring Balai TN. Komodo dan Komodo Survival Programme, pada tahun 2017, jumlah populasi komodo sebanyak 2.762 , yang tersebar di Pulau Rinca (1.410), Pulau Komodo (1.226), Pulau Padar (2), Pulau Gili Motang (54), dan Pulau Nusa Kode (70). Sedangkan populasi rusa adalah sebanyak 3.900 individu, dan kerbau sebanyak 200 individu.
Pada tahun 2018, ditemukan seekor komodo mati secara alamiah karena usia. Ancaman terhadap komodo adalah masih ditemukannya perburuan rusa, namun saat ini program breeding rusa telah dibangun di Kecamatan Sape Kabupaten Bima, dalam rangka mengurangi tingkat perburuan rusa di TN. Komodo.
Sebagai salah satu kawasan wisata yang sangat terkenal di dunia, jumlah pengunjung TN. Komodo terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2014 tercatat sebanyak 80.626 pengunjung, kemudian meningkat menjadi 95.410 pengunjung di 2015, dan di 2016 sebanyak 107.711 pengunjung. Pada  dua tahun terakhir yaitu 2017, tercatat 125.069 pengunjung, dan 159.217 pengunjung di 2018.
Dengan tiket masuk wisatawan mancanegara sebesar Rp150.000 dan wisatawan nusantara Rp.5.000,  penerimaan pungutan yang disetor oleh Balai TN. Komodo kepada kas negara juga meningkat, yaitu sebanyak Rp5,4 miliar di tahun 2014 dan pada Rp33,16 miliar di 2018.
Meningkatnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke TN. Komodo telah berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang signifikan, khususnya di Kabupaten Manggarai Barat dan wilayah di sekitarnya. Selain komodo, saat ini terdapat 42 dive and snorkeling spot yang juga menjadi daya tarik bagi para wisatawan.
“Apabila pemerintah merencanakan penutupan sementara terhadap sebagian kawasan atau keseluruhan, maka akan dilakukan secara terencana, dengan memberikan tenggang waktu yang cukup, sehubungan dampak sosial ekonomi yang sangat besar,” kata Wiratno menanggapi pentingnya keberadaan TN. Komodo bagi masyarakat sekitar.
Kawasan TN. Komodo merupakan salah satu dari lima taman nasional tertua di Indonesia dengan luas 173.300 Ha yang terdiri dari 132.572 Ha kawasan perairan dan 40.728 ha kawasan daratan. Pada tahun 1977 ditetapkan UNESCO sebagai kawasan Cagar Biosfer, sebagai Situs Warisan Dunia  pada 1991, dan sebagai New 7 Wonders of Nature oleh New 7 Wonders Foundation pada 2012. Selain itu, pada tahun 2008 kawasan TN. Komodo juga ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional, dan pada 2011 ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional.
Saat ini masyarakat banyak terlibat sebagai penyedia jasa wisata, antara lain, tour operator yang mengoperasikan 157 kapal wisata, keterlibatan 94 guide dari masyarakat lokal, tingkat hunian 1.136 kamar hotel, lahirnya 4 hotel berbintang. Rantai ekonomi tersebut berpengaruh pada penghidupan 4.556 jiwa masyarakat yang tersebar di Desa Komodo (1.725 jiwa), Desa Papagaran (1.252 jiwa), dan Desa Pasir Panjang (1.579 jiwa), khususnya masyarakat dari Desa Komodo yang sebagian besar terlibat dalam kegiatan wisata Taman Nasional Komodo. 

Sejumlah komodo berkumpul dalam kunjungan di Pulau Rinca, Kawasan Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, Ahad, 14 Oktober 2018. Pulau Rinca yang merupakan zona inti Taman Nasional Komodo, dihuni lebih dari 1.500 ekor komodo. TEMPO/Tony Hartawan