Masyarakat Kinipan Lindungi Wilayah Adat dari Ekspansi Sawit

Penulis : Redaksi Betahita

Agraria

Jumat, 01 Februari 2019

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Konflik lahan antara masyarakat adat Desa Kinipan dengan perusahaan perkebunan sawit PT Sawit Mandiri Lestari (SML), di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, belum terlihat akan segera usai. Masyarakat adat di Kinipan masih berupaya memperjuangkan dan melindungi hutan peninggalan leluhurnya, dari perluasan pembukaan lahan perkebunan.

Ketua Komunitas Masyarakat Adat Laman Kinipan, Effendi Buhing menuturkan, berbagai upaya dilakukan oleh masyarakat Kinipan dalam melindungi wilayah adatnya. Mulai dari melakukan pemetaan wilayah adat secara partisipatif dan memohon pengakuan wilayah adat dari pemerintah. Mereka menyatakan penolakan secara resmi dengan bersurat kepada pihak perusahaan, mengadu ke pemerintah pusat, hingga unjuk rasa damai.

Baca Juga: Hutan Leluhur Jadi Perkebunan Sawit, Masyarakat Adat Kinipan Gelar Aksi Meratap Massal

Effendi Buhing menjelaskan, sebagian lahan yang kini digarap oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut, merupakan wilayah kelola masyarakat adat Kinipan.  Meski tata batas antardesa belum ada penetapan dan penegasan dari pemerintah, namun lahan tersebut sejak ratusan tahun lalu telah diakui secara adat sebagai wilayah kelola masyarakat hukum adat Kinipan, yang secara turun temurun diwariskan oleh para leluhur warga yang tinggal di Desa Kinipan.

Sejumlah masyarakat adat Desa Kinipan berjalan di atas hutan yang telah gundul akibat pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit PT SML. Masyarakat adat Kinipan menganggap lahan tersebut sebagai wilayah adatnya./Foto: Raden Betahita.id

“Hutan yang dibabat itu punya kami masyarakat adat Kinipan. Kita sudah melakukan pemetaan partisipatif wilayah adat kami. Dan wilayah adat itu sudah diverifikasi oleh BRWA (Badan Registrasi Wilayah Adat). Pada April 2017 lalu, BRWA juga telah mengeluarkan sertifikat dan wilayah kami dinyatakan layak untuk ditetapkan menjadi wilayah adat,” kata Effendi Buhing, Kamis (31/1/2019).

Effendi Buhing menjelaskan, pada 2016 lalu, berdasarkan hasil rapat kesepakatan dengan pemerintah desa. Komunitas Masyarakat Adat Laman Kinipan melakukan pemetaan wilayah adat secara partisipatif. Pemetaan tersebut bertujuan agar nantinya wilayah adat Kinipan itu dapat diusulkan untuk mendapat pengakuan dan penetapan dari pemerintah.

Pemetaan tersebut, kata Buhing, dilakukan dengan berdasar pada tanda batas wilayah. Baik berupa batas alam maupun patok batas, dan wilayah kelola masyarakat hukum adat Kinipan. Secara adat, sejak puluhan tahun silam, batas alam dan patok itu diakui oleh masyarakat sebagai tanda batas wilayah adat warga Kinipan.

Raden Ariyo Wicaksono

Peta Wilayah Adat Laman Kinipan yang dihasilkan dari pemetaan partisipatif yang dilakukan oleh Komunitas Masyarakat Adat Kinipan./Foto: Dok. Komunitas Masyarakat Adat Kinipan

Peta dan tata batas wilayah adat Kinipan tersebut juga telah mendapat pengakuan dari desa-desa yang berbatasan langsung dengan Desa Kinipan. Hasil pemetaan tersebut, pada April 2017 lalu, telah diverifikasi dan disertifikasi oleh Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dan dinyatakan layak untuk ditetapkan sebagai wilayah adat.

“Sudah kita lakukan pemetaan partisipatif. Kami menggunakan duit kami sendiri, tidak memakai uang pemerintah. BRWA sudah menyatakan wilayah adat Kinipan layak untuk ditetapkan sebagai Wilayah Adat. Kami sudah mengajukan dan meminta kepada pemerintah daerah, agar wilayah adat kami ditetapkan, tapi tidak ditanggapi.”

Alih-alih mendapat tanggapan positif dari pemerintah daerah, Effendi melanjutkan, yang terjadi wilayah adat yang dimohonkan untuk diakui dan ditetapkan sebagai wilayah adat tersebut malah dibabat untuk perkebunan sawit. Pembabatan lahan tersebut dilakukan tanpa seizin atau sepengetahuan masyarakat dan desa.

Raden Ariyo Wicaksono

Citra satelit pembukaan lahan PT SML yang masuk dalam Wilayah Adat Laman Kinipan/Foto: Citra Satelit Planet.com

“Tahu-tahu ada informasi lahan kami dibabat. Dan pada April 2018 kemarin, kami mengutus 8 warga survei untuk mengecek ke lokasi. Hasilnya benar, ternyata wilayah adat Kinipan sudah digusur oleh PT SML. Berdasarkan hasil digitasi, luas yang sudah digusur sekitar 1.242 hektare. Kalau sekarang mungkin luas lahan yang digusur sudah mencapai 2 ribuan hektare.”

Terhadap kondisi tersebut, Komunitas Masyarakat Adat Kinipan dan Pemerintah bersama-sama mengirimkan surat berisi permohonan penghentian aktivitas pembukaan lahan di wilayah adat Kinipan. Kurang lebih sekitar 54 warga bersama-sama berangkat dari Kinipan menuju lokasi wilayah adat yang digusur oleh PT SML dengan maksud mengantarkan surat dimksud kepada pihak manajemen perusahaan.

Dalam kesempatan tersebut pihak manajemen PT SML mengatakan tidak dapat memberikan keputusan. Karena harus berkoordinasi lebih dahulu kepada pimpinan. Effendi Buhing mengatakan, dengan hati yang sangat kecewa seluruh komunitas adat Laman Kinipan pun akhirnya kembali pulang.

“Karena hal tersebut, pada 22 April 2018, kami Komunitas Adat dan Pemerintah Desa Kinipan menggelar rapat dan memutuskan untuk meminta agar pihak PT SML menghentikan penggusuran lahan dan mengembalikan lahan yang digusur kepada masyarakat adat Kinipan. Sekaligus memberikan sanksi adat kepada pihak PT SML,” ujar Effendi Buhing.

Raden Ariyo Wicaksono

Tampak dari atas kondisi lahan wilayah adat Desa Kinipan yang terbuka akibat pembukaan lahan PT SML./Foto: Dok. Save Our Borneo

Berdasarkan Peraturan Hukum Adat Laman Kinipan Kecamatan Batang Kawa, Nomor: 198.1/02/XII/DAD/BK. Tahun 2011 tentang Pengaturan Adat Hidup dan Adat Mati, penggusuran wilayah adat Laman Kinipan oleh PT Sawit Mandiri Lestari telah melanggar 7 pasal Hukum Adat. Yaitu:

  1. Holu labuh dudi bapadah
  2. Dagang posa boli robut
  3. Mucatan omas rampa mambabahan tajau tinggi
  4. Panobangkan kampungk palamaian buah
  5. Barimpah tanah bakoruh aria
  6. Tuba roba kara pampuh
  7. Notaai insang ingap nyawa porut

Selanjutnya, pada 23 Mei 2018, Komunitas Masyarakat Adat Laman Kinipan dan pemerintah desa, kembali melakukan rapat. Dalam rapat tersebut diputuskan, pengurus Komunitas Adat beserta para tokoh masyarakat Laman Kinipan sepakat untuk meminta pendampingan dan bantuan hukum kepada PB AMAN pusat, BRWA, Kantor Staf Kepresidenan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, KomnasHAM di Jakarta untuk menyelesaikan permasalahan.

Pada 28 Mei 2018, 8 orang perwakilan masyarakat adat Laman Kinipan berangkat ke Jakarta dengan tujuan meminta penyelesaian masalah penggusuran wilayah adat oleh PT SML.

“Inginnya sih ke KPK dan Mabes Polri, namun kami tidak sempat. Dari beberapa lembaga pemerintah yang kami datangi, hanya KHLK dan KSP (Kantor Staf Presiden) yang merespon. KLHK mengembalikan aduan kita, karena katanya wilayah adat kewenanganannya berada di pemerintah daerah. Sedangkan KSP, berjanji akan menindaklanjutinya dengan menggelar rapat lanjutan dan memanggil pihak PT SML dan Bupati.”

Raden Ariyo Wicaksono

Beberapa perwakilan masyarakat adat Kinipan bertandang ke Kantor KomnasHAM, mengadukan penggusuran wilayah adat oleh PT SML./Foto: Dok. Komunitas Masyarakat Adat Laman Kinipan

Sembari menunggu tindak lanjut KSP, pada 23 September 2018, komunitas adat Laman Kinipan mengutus 10 orang tim survei untuk melihat langsung perkembangan kondisi di lapangan, tepatnya di hulu Sungai Toin. Hasilnya wilayah adat Laman Kinipan itu kembali digusur secara masif, termasuk hutan yang terbilang rimba juga digusur.

Atas hal tersebut, seluruh masyarakat adat Kinipan bersepakat untuk mengadakan aksi damai menyampaikan aspirasi kepada DPRD Kabupaten Lamandau. Unjuk rasa damai tersebut digelar pada 8 Oktober 2018 melibatkan hampir seluruh warga Desa Kinipan.

“Dalam aksi tersebut kami berorasi menyampaikan penolakan kami atas masuknya PT SML ke wilayah adat kami. Selain itu kami juga menyerahkan sebilah Mandau kepada pimpinan DPRD Lamandau. Sebagai bentuk penyerahan diri kami kepada pemerintah. Terserah kami mau diapakan. Kami hanya berharap agar pemerintah mau membantu kami.”

Raden Ariyo Wicaksono

Ratusan masyarakat adat Desa Kinipan berunjuk rasa menyampaikan penolakan masuknya PT SML di wilayah adat Kinipan, di halaman Kantor DPRD Lamandau, 8 Oktober 2018./Foto: Raden Betahita.id

Meski begitu, aksi unjuk rasa masyarakat adat Kinipan itu nyatanya tidak membawa hasil positif. Dukungan yang diharap dari pemerintah tak kunjung datang. Namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat perjuangan masyarakat adat Kinipan. Karena, hingga kini pihaknya masih berupaya menyuarakan kondisi hutan dan perjuangan masyarakat adat Kinipan melalui media sosial dan media massa.

Terpisah, Direktur PT SML, Haerudin Tahir mengatakan, pihaknya sudah beberapa kali melakukan pendekatan dan sosialisasi terhadap masyarakat Desa Kinipan, terkait pembukaan perkebunan kelapa sawit, yang lokasinya sebagian di antaranya berada di Kinipan. Menurut Tahir beberapa warga masyarakat di desa tersebut menyampaikan keinginan untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan.

“Bahkan sudah melakukan pengukuran lahan untuk diserahkan kepada PT SML. Namun demikian hingga saat ini PT SML belum melakukan pembukaan lahan pada areal yang masuk dalam Desa Kinipan,” kata Tahir menjawab pertanyaan yang betahita.id melalui email, Sabtu (26/1/18).

Haerudin Tahir menjelaskan, dari sisi usaha budidaya perkebunan, PT SML telah memenuhi semua aspek hukum yang berlaku, yaitu meliputi aspek legal perusahaan seperti Legalitas pendirian perusahaan dan perizinan lain yang meliputi Izin Lokasi Perkebunan, izin Lingkungan, Izin Usaha Perkebunan, Izin Pelepasan Kawasan hutan, Izin Pemanfaatan Kayu, Sertifikat Hak Guna Usaha.

Beberapa perizinan dan aspek hukum lain yang telah diperoleh dan dipenuhi oleh PT SML terkait pembangunan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Lamandau:

  • PT Sawit Mandiri Lestari telah berbadan hukum Akta Notaris Eko Sumarno Nomor 52 tanggal 31 Juli Tahun 2002 pengesahan Menteri Hukum dan HAM Nomor : C/08612 HT.01.01.TH.2004, tanggal 8 April 2004.
  • Perusahaan telah memperoleh Izin Lokasi dari Bupati Lamandau No Ek.525.26/15/SK-IL/VI/2012 tanggal 30 Januari 2012 yang dalam diktum KEENAM Pada areal inti dan plasma yang statusnya Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) agar diproses melalui pelepasan Kawasan Hutan dan sebelum ada keputusan Pelepasan Hutan oleh Menteri Kehutanan dilarang melakukan kegiatan apapun di lapangan.
  • Perusahaan telah memperoleh Izin Usaha Perkebunan Untuk Pelepasan Kawasan Hutan A.n. PT Sawit Mandiri Lestari dari Bupati Lamandau melalui Surat Keputusan No. EK.525.26/01/SK-IUP/IV/2014 Tanggal 7 April 2014.
  • Perusahaan telah memperoleh Izin Lingkungan melalui Surat Keputusan Bupati Lamandau Nomor 188.45/478/XI/HUK/2014 Tentang Pemberian Izin Lingkungan Pembangunan Perkebunan Dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Kepada PT Sawit Mandiri Lestari di Kecamatan Delang, Kecamatan Batang Kawa Dan Kecamatan Lamandau Kabupaten Lamandau Provinsi Kalimantan Tengah tanggal 21 November 2014.
  • Perusahaan telah memperoleh `Kelayakan Lingkungan melalui Surat Keputusan Bupati Lamandau No 188.45/479/XI/HUK/2014 Tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Pembangunan Perkebunan dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Kepada PT Sawit Mandiri Lestari di Kecamatan Delang, Kecamatan Batang Kawa dan Kecamatan Lamandau Kabupaten Lamandau Provinsi Kalimantan Tengah.
  • Perusahaan telah memperoleh Izin Pelepasan Kawasan hutan sesuai Surat Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No 1/1/PKH/PMDN/2015 Tentang Pelepasan Sebagian Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi Seluas 19.091,59 Ha Untuk Perkebunan Kelapa Sawit Atas Nama PT Sawit Mandiri Lestari Di Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah tanggal 19 Maret 2015.
  • Perusahaan telah memperoleh Ijin Pemanfaatan Kayu pada Areal Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi atas nama PT Sawit Mandiri Lestari seluas 3.320 Ha di Kabupaten Lamandau Provinsi Kalimantan Tengah melalui Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah surat No. 522.1.200/SK/243/Dishut tanggal 8 Juni 2015.
  • Perusahaan telah memperoleh Persetujuan Pembukaan Lahan dari Bupati Lamandau; yaitu Persetujuan Pembukaan Lahan Pada Areal IPK PT Sawit Mandiri Lestari melalui Surat No503.5/07/VIII/BPPTPM-2015 tanggal 28 Agustus 2015.
  • Sesuai Risalah Pertimangan Teknis Pertanahan Dalam Rangka Penerbitan Perpanjangan Izin Lokasi PT Sawit Mandiri Lestari Nomor 17/2015 tanggal 23 Nopember 2015.
  • Perusahaan telah memperoleh perpanjangan Izin Lokasi dari Bupati Lamandau melalui Surat Keputusan Bupati Lamandau No 503.5/09/IL/XII/BPPTPM-2015 tentang Perpanjangan Izin Lokasi untuk Keperluan Perkebunan Kelapa Sawit Atas Nama PT Sawit Mandiri Lestari Terletak di Desa Kinipan, Ginih, BatuTambun Kecamatan Batang Kawa, Desa Riam Penahan Kecamatan Delang dan Desa Sungai Tuat, Tanjung Beringin, Cuhai, Kawa, Karang Taba, Panopa, Suja, Tapin Bini dan Samu Jaya Kecamatan Lamandau Kabupaten Lamandau Provinsi Kalimantan Tengah tanggal 31 Desember 2015.
  • Perusahaan telah memperoleh perpanjangan Ijin Pemanfaatan Kayu pada Areal Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi atas nama PT Sawit Mandiri Lestari seluas 3.320 Ha di Kabupaten Lamandau Provinsi Kalimantan Tengah melalui Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah surat No. 522.1.200/SK/113/Dishut tanggal 13 Juni 2016.
  • Perusahaan telah memperoleh Rekomendasi dari Gubernur Kalimantan Tengah terkait Kesesuaian Dengan Rencana Makro Pembangunan Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah melalui Surat Nomor 503/1059/PTSP Tanggal 30 Desember 2016.
  • Bahwa telah dilakukan Pengukuran dan Pemetaan sesuai Laporan Hasil Pelaksanaan pekerjaan Pengukuran dan Pemetaan Batas Bidang Tanah Perkebunan Kelapa Sawit PT Sawit Mandiri Lestari Pada Tahun 2017. Yang dimana lokasi pengukuran bidang tanah PT. Sawit Mandiri Lestari berada di:
    1. Provinsi : Kalimantan Tengah
    2. Kabupaten : Lamandau
    3. Kecamatan : Delang, Batang Kawa dan Lamandau
    4. Desa : Riam enahan, Batu Tambun, Sungai Tuat, Tanjung Beringin, Karang Taba, Penopa, Suja dan Tapin Bini
  • Hasil pelaksanaan Pengukuran dan Pemetaan Tanah sesuai permohonan dan penunjukan batas oleh pihak PT Sawit andiri Lestari adalah 17.046,3120 Hektar yang terdiri atas 21 (dua puluh satu) bidang Tanah.
  • Perusahaan telah memperoleh Keputusan Menteri Agraria Dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertananan Nasional Nomor 82/HGU/KEM-ATR/BPN/2017 tentang Pemberian Hak Guna Usaha Atas Nama PT Sawit Mandiri Lestari Atas Tanah di Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah tanggal 9 Agustus 2017 adapun dalam Diktum menimbang huruf f berdasarkan Risalah Rapat Panitia Pemeriksaan Tim B Provinsi Kalimantan Tengah tanggal 9 Mei 2017 Nomor 04/RPPT.B/HGU/IV/2017 dinyatakan:
    1. Tanah yang dimohon seluas 9.435,2214 Ha adalah Tanah Negara yang terdiri dari seluas 9.431,2931 Ha berasal dari sebagian Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang dapat dikonversi berdasarkan Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tanggal 19 Maret 2015 Nomor 1/1/PKH/PMDN/2015 dan sebagian lagi seluas 3.928,3 Ha berasal dari tanah garapan masyarakat yang telah diganti rugi oleh PT Sawit Mandiri Lestari.
    2. Terhadap Kawasan Hutan yang di lepaskan sebagian seluas 5.227,0217 Ha terdapat penggarap masyarakat yang telah diberiganti kerugian oleh PT Sawit Mandiri Lestari.
    3. Bahwa terhadap areal yang diberikan Hak Guna Usaha diwajibkan kepada PT Sawit Mandiri Lestari mengalokasikan wilayah High Conservation Value Forest (HCVF) dan tidak melakukan penebangan 50 Meter dari tepi anak sungai atau 500 meter dari sungai besar.
    4. Berdasarkan overlay terhadap peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah (Perda No 5 Tahun 2015) areal yang dimohon berada pada Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi seluas 9.431,293 Ha yang telah dilepaskan sesuai Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tanggal 19 Maret 2015 Nomor 1/1/PKH/PMDN/2015 dan sebagian lagi seluas 3.928,3 Ha.
  • Bahwa Perusahaan telah memperoleh Ijin Pemanfaatan Kayu pada Areal Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi atas nama PT Sawit Mandiri Lestari seluas 7.450 Ha di Kabupaten Lamandau Provinsi Kalimantan Tengah melalui Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah surat No. 522.1.200/SK/81/Dishut tanggal 28 Februari 2017.

Setelah PT SML memperoleh semua perizinan, kata Haerudin Tahir, perusahaan segera melakukan aktifitas di lapangan. Karena sesuai SK HGU, agar segera dilakukan aktifitas dan izin lainnya dibatasi dengan waktu izin. Namun sebelum dilakukan pembukaan lahan, pihak PT SML mengklaim telah melakukan sosialisasi terhadap desa-desa yang masuk dalam wilayah izin PT SML.

“Selanjutnya proses pembebasan dan pembukaan lahan yang didampingi oleh tim desa beranggotakan 4 sampai dengan 6 orang, yang tugasnya memastikan tentang klaim lahan di masyarakat sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Kemudian dilakukan pengukuran, melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan selanjutnya dilakukan kompensasi. Setelahnya barulah dilakukan pembukaan lahan,” kata Haerudin Tahir.