Hutan Produksi di Kotawaringin Barat Rusak, Gakkum KLHK Turun Tangan

Penulis : Redaksi Betahita

Hutan

Selasa, 19 Februari 2019

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Kasus dugaan perusakan lingkungan kawasan hutan produksi di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah, memasuki babak baru. Saat ini kasus tersebut telah ditangani Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sejumlah saksi telah diperiksa.

Baca Juga: Kawasan Hutan Produksi Bergambut di Kotawaringin Barat Rusak Akibat Perkebunan Sawit

Irmansyah, Kepala Seksi Wilayah 1, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Kehutanan (PPHLHK) Wilayah Kalimantan mengatakan, pihaknya telah mengirim tim penyidik ke lokasi guna melihat kesesuaian laporan dengan fakta di lapangan. Selain itu pihaknya juga telah melakukan pemeriksaan dan meminta keterangan sejumlah saksi. Pemeriksaan ini lebih difokuskan pada institusi terkait masalah penggunaan lahan. Termasuk Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XXI Palangka Raya.

“Kalau jumlah yang sudah diperiksa itu ada di tim penyidik. Saya belum dapat laporan perkembangan terakhir, karena masih banyak kegiatan. Saksi-saksi yang kami panggil ada yang masih izin berobat. Ada yang masih istirahat izin dokter, dan ada yang masih di Semarang berobat. Sementara kami baru akan minta keterangan ahli dari BRG (Badan Restorasi Gambut),” kata Irmansyah, Jumat (15/2/2019).

Tampak dari ketinggian salah satu alat berat jenis excavator tengah berada di lahan kawasan hutan produksi yang tengah dibuka di sekitar jalur jalan lintas Pangkalan Bun-Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah./Foto: Dok. Save Our Borneo

Terpisah, penyidik PPHKLH Wilayah 1 Kalimantan, Samsul menjelaskan, beberapa saksi yang telah diperiksa di antaranya berinisial SN, IG, SP, KA dan MD. Masih terdapat beberapa saksi lain yang belum diperiksa dikarenakan yang bersangkutan sedang sakit dan masih menjalani pengobatan di rumah sakit.

“Ada 2 orang saksi masih berobat di Rumah Sakit Pangkalan Bun dan rumah sakit di Semarang. Kita tunggu sampai sembuh. Saksi ahli dari BPKH sudah kita periksa. Sedangkan yang dari BRG orangnya masih ada kesibukan. Kami masih menunggu. Ada juga warga dan pejabat setempat yang kami periksa,” kata Samsul, Jumat (15/2/2019).

Tim pulbaket juga telah melakukan peninjauan ke lokasi pada 18 dan 19 Desember 2018 bersama pihak UPT (Unit Pelaksana Teknis) KPHP (Kantor Kantor Pengelolaan Hutan Produksi) Kabupaten Kotawaringin Barat. Samsul mengatakan, berdasarkan pemantauan tim di lapangan tersebut, kegiatan pembukaan lahan di KM 15 diketahui telah dihentikan dan ekskavator sudah ditarik dan tidak ada di tempat.

Raden Ariyo Wicaksono

Salah satu alat berat berjenis excavator yang tengah bekerja di lokasi pembukaan lahan kawasan Hutan Produksi di jalur jalan lintas Pangkalan Bun-Kotawaringin Lama, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah./Foto: Dok. Save our Borneo

“Di lokasi juga ditemukan spanduk atas nama Kelompok Tani Barinjam Kelurahan Mendawai Seberang. Ya benar masuk kawasan HP. Terkait zona gambut lindung kami belum dapat info dari BRG. Kemudian tim kembali melakukan peninjauan lapangan ke lokasi bersama UPT KPHP Kabupaten Kotawaringin Barat, pada 24, 25, 26 dan 29 Januari 2019.”

Hasilnya, kata Samsul, di lokasi KM 15 tidak ada lagi kegiatan pembukaan lahan. Selanjutnya tim melakukan koordinasi dengan pemangku kawasan UPT KPHP Kotawaringin Barat untuk mencari solusi yang tepat guna mencegah dan mengantisipasi kegiatan pembukaan lahan yang baru di jalur jalan lintas Pangkalan Bun-Kotawaringin Lama.

Sebelumnya, pada 2018 lalu Save Our Borneo (SOB) bersama Walhi Kalteng melaporkan dugaan terjadinya perusakan lingkungan di kawasan Hutan Produksi bergambut di jalur jalan lintas Pangkalan Bun-Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat. Hal tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh BRG RI. Pada 25 November 2018, tim dari BRG RI turun ke lokasi guna melakukan verifikasi laporan.

Raden Ariyo Wicaksono

Gambar Peta Survey Lahan Terhadap Peta Indikatif Fungsi Gambut/Foto: Peta Save Our Borneo

Berikut hasil verifikasi lapangan BRG RI 25 November 2018:

  • Ditemukan adanya pembukaan lahan gambut dan pembuatan kanal, di kiri jalan Pangkalan Bun-Kotawaringin Lama. Lokasi titiknya berada di kilometer (Km) 15 Kelurahan Mendawai Seberang, Kecamatan Arut Selatan, Kobar, seluas kurang lebih 34 hektare. Di lokasi sama ditemukan pula kanal utama sebanyak 3 kanal dengan panjang sekitar 2 Km, dan kanal sekunder sebanyak kurang lebih 109 kanal, dengan rata-rata panjang 100 meter.
  • Ditemukan aktivitas pembukaan lahan gambut dan pembuatan kanal yang dilakukan dengan menggunakan alat berat bermerek Carterpilar warna kuning bernomor SJU 107.
  • Berdasarkan Analisis tumpang susun atau overlay dengan peta lampiran SK Menteri Kehutanan nomor 529/Menht-II/2012. Lokasi pembukaan lahan gambut tersebut berada dalam kawasan Hutan Produksi.
  • Berdasarkan SK menteri kehutanan nomor 130/MENLHK/SETJEN/PKL.0/2/2017 tentang penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional. Lokasi Pembukaan lahan gambut tersebut berada pada Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai lamandau-Sungai Arut dengan kawasan Gambut Fungsi Lindung.
  • Berdasarkan Peta Distribusi Orangutan (Orangutan PHVA) tahun 2016 (tentang sebaran Orangutan Kalimantan) Lokasi tersebut merupakan salah satu kawasan habitat Orangutan Kalimantan yang pada saat Verifikasi ditemukan sarang Orangutan di kordinat S.020 35’ 914” dan 1110 33’ 753”.
  • Berdasarkan informasi dari Seksi konservasi Wilayah II Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Kalimantan Tengah, pada lokasi pembukaan lahan gambut tersebut merupakan habitat Orangutan Kalimantan, BKSDA bersama mitranya sejak tahun 2015-2017 telah melakukan penyelamatan dan translokasi Orangutan kalimantan sebanyak 11 individu.

Dugaan Pelanggaran:

  • Diduga telah terjadi tindak Pidana Kehutanan berupa “pembukaan lahan tanpa ijin dari pejabat berwenang” melanggar Pasal 17 ayat (2) UU 18 tahun 2013, juncto pasal 92 ayat(1) UU 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan hutan. Dengan sanksi pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta pidana denda paling sedikit 1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak 5.000.000.000 (lima miliar rupiah).
  • Diduga telah terjadi pelanggaran hukum di bidang lingkungan hidup pasal 36 ayat(1) juncto pasal 109 dan dalam pasal 69 ayat (1) huruf (a) juncto pasal 98 ayat (1) UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.