Penambangan Emas Ilegal Sebabkan Emisi Merkuri 3.000 Kali di Atas Ambang WHO
Penulis : Redaksi Betahita
Lingkungan
Selasa, 30 Juli 2019
Editor : Redaksi Betahita
Betahita.id – Penasehat Senior BaliFokus/Nexus, Yuyun Ismawati, mengatakan United Nations Environment Programme (UNEP) mengidentifikasi penambang emas skala kecil (PESK) atau tambang emas ilegal sebagai sumber terbesar emisi merkuri.
Berdasarkan penelitian, pada tahun 2013 disebarkan sekitar 1000 ton merkuri ke udara. Pada tahun 2011, terdapat sekitar 850 titik lokasi PESK yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Baca: Bahaya Dental Amalgam bagi Kesehatan
Pada tahun 2012, sektor PESK di Indonesia memberikan kontribusi sekitar 57 persen dari total emisi merkuri nasional yang dilepaskan ke lingkungan atau sekitar 195 ton.
Ketika memasuki udara, merkuri akan terbawa oleh angin dan akhirnya jatuh kembali ke Bumi. Di udara, merkuri dapat terbawa baik dalam jarak pendek atau panjang sebelum jatuh atau tersimpan kembali ke bumi dan hal itu bahkan mungkin terbawa sepenuhnya di lingkaran Bumi.
Sebagian dari merkuri yang jatuh ke laut atau ke darat akan menguap, terbawa oleh angin sebelum jatuh kembali ke bumi di tempat lain. Merkuri yang jatuh di tanah dan tidak menguap kemungkinan akan mengikat bahan organik. Sebagian akan terjebak dalam gambut atau tanah.
Sisanya akan mengalir ke sungai kemudian ke danau dan lautan. Dalam lingkungan air, unsur merkuri kemungkinan akan menjadi terikat sedimen kemudian terbawa oleh arus sungai atau laut. Beberapa merkuri tetap terlarut dalam kolom air.
Di dalam perairan, mikroorganisme alami yang terdapat di air dapat merubah merkuri menjadi methyl-merkuri, suatu senyawa logam organik yang lebih beracun pada dosis rendah di banding merkuri murni. Methyl merkuri menjadi bagian dari rantai makanan di ekosistem perairan; dan bersifat bioakumulasi dan biomagnifikasi, dan kemudian dapat terbawa oleh migrasi spesies air (ikan dan kerang).
Studi yang dilakukan oleh BaliFokus di beberapa hotspot PESK, ditemukan konsentrasi merkuri di udara juga cukup tinggi, berkisar antara 20 nanogram/m3 hingga 55.000 nanogram/m3, juga ditemukan dalam rantai makanan, terutama beras dan ikan, membahayakan kesehatan penduduk di lingkungan hilir kesehatan serta masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Merkuri dalam air dan sedimen di beberapa situs PESK berkisar antara 0,6 ppm sampai dengan 4 ppm di mana 600-3.000 kali lebih tinggi dari standar WHO (0,001 ppm).
BaliFokus dalam studi di Sekotong, Lombok Barat, menemukan bahwa pertambangan emas menjadi kegiatan ekonomi utama di daerah ini selain pertanian padi lahan kering dan perikanan. Lokasi pertambangan emas tersebar di sekitar 10 lokasi dan memiliki sejarah/konflik dengan perusahaan tambang emas swasta, PT. Indotan Lombok Barat Bangkit.
Lokasi ini sudah ada sekitar 10 tahun dan menggunakan merkuri lebih dari 70 ton per tahun. Proses ekstraksi emas telah pindah ke desa dan menjamur di wilayah pemukiman.
Jumlah penduduk Sekotong sekitar 40.000 orang. Hampir 50 persen dari populasi terlibat kegiatan yang berhubungan penambangan dan pengolahan emas
Di Sekotong, Lombok Barat, konsentrasi merkuri tertinggi di udara yang didapatkan adalah 54,931.84 ng/m3 dan yang terendah adalah 121,77 ng/m3. Di depan salah satu rumah dimana terdapat gelondong yang beroperasi didapatkan konsentrasi merkuri di udara sekitar 20,891.93ng/m3, di sebelah rumah orang yang diduga keracunan merkuri.
Hasil survei menunjukkan beberapa penduduk yang diduga keracunan merkuri yang parah pada orang dewasa dan anak-anak. Beberapa orang dewasa menunjukkan tremor parah dan sudah diderita selama lebih dari 7 tahun.
Beberapa bayi dan anak-anak, dari bayi berumur 40 hari hingga remaja berumur 15 tahun, menunjukkan gejala yang parah dari keracunan merkuri dan perlu pemeriksaan medis yang tepat lebih lanjut.
Ditambahkan, dampak keracunan merkuri tidak hanya memberikan beban tambahan kepada keluarga korban tetapi juga kepada masyarakat pada umumnya. Kurangnya pengetahuan tentang gejala keracunan merkuri menyebabkan diagnosa gejala yang tidak tepat, pengobatan dan perawatan medis yang tidak efektif.
Yuyun juga mengingatkan bahwa pembakaran jerami ketika selesai musim panen juga mengandung merkuri. Karena jerami mengandung residu pestisida. Residu pestisida inilah yang mengandung merkuri. Apabila jerami dibakar, maka akan berbahaya bagi kesehatan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI menyatakan pemerintah memfokuskan empat bidang untuk mengatasi persoalan merkuri yang tertuang pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM).
“Empat bidang yang menjadi prioritas yaitu manufaktur, energi, penambangan emas skala kecil dan kesehatan,” kata Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono, di Jakarta, Senin, pada kegiatan rapat kerja teknis rencana aksi nasional penghapusan merkuri.
Pemerintah, kata dia, mengimplementasikan Perpres RAN PPM pada 2019 hingga 2030. Hal itu didasari Indonesia salah satu negara peserta Konvensi Minamata sehingga diminta menyusun rencana aksi nasional sesuai kewajiban yang telah diatur.
Perpres RAN PPM juga merupakan tindak lanjut dari arahan presiden pada rapat terbatas kabinet tentang penghentian penggunaan merkuri di pertambangan rakyat serta Undang-Undang nomor 11 tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata.
Secara umum, terbitnya Perpres RAN PPM tidak hanya sekadar melindungi lingkungan dari bahaya pencemaran merkuri, namun juga upaya untuk melindungi kesehatan masyarakat dari keracunan.
Beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi serta menghapuskan merkuri yaitu, penyusunan dan pengembangan kebijakan larangan importasi, distribusi penggunaan merkuri di pertambangan emas skala kecil.
Kedua, proyek percontohan teknologi pengolahan emas bebas merkuri di Kabupaten Lebak, Kabupaten Luwu, Kabupaten Lombok Barat, dan Kabupaten Kotawaringin Barat. Seterusnya, pemulihan lahan terkontaminasi merkuri di Kabupaten Lebak, upaya transformasi kondisi sosial serta ekonomi masyarakat penambang dan lain sebagainya. “Pemerintah juga melakukan penarikan alat kesehatan mengandung merkuri,” katanya.
Perpres RAN PPM merupakan dokumen rencana kerja tahunan untuk mengurangi dan menghapuskan merkuri di tingkat nasional secara terpadu dan berkelanjutan.
Ia mengatakan Perpres RAN PPM akan efektif apabila kementerian terkait serta pemerintah daerah mampu berbuat maksimal untuk mengurangi dan menghapuskan merkuri di Tanah Air. “Pemerintah daerah merupakan garda terdepan, karena paling memahami kondisi, situasi dan tantangan di tingkat tapak,” katanya