DPR dan Pemerintah Saling Tuding Soal Pengebutan RUU Minerba
Penulis : Redaksi Betahita
Energi
Senin, 05 Agustus 2019
Editor : Redaksi Betahita
Betahita.id – Pemerintah dan DPR saling tuding siapa di balik dikebutnya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Mineral dan Batu bara (Minerba) diselesaikan dan disahkan tahun ini.
“Tiba-tiba (pemerintah) mendesakkan penyelesaiannya. Padahal DIM pemerintah sendiri belum ada harmonisasi. Sikap Komisi VII mengembalikan kepada pemerintah. Pembahasan hanya bisa dilakukan jika sudah ada harmonisasi dari pihak pemerintah. Harmonisasi menjadi sangat penting supaya suara pemerintah sudah satu,” kata Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Tamsil Linrung.
Komisi VII DPR RI menolak melanjutkan pembahasan, apabila Daftar Invetarisasi Masalah (DIM) yang diserahkan pemerintah belum selesai dilakukan harmonisasi dengan seluruh kementerian/lembaga terkait.
Tamsil Linrung menjelaskan, di internal Komisi VII, pembahasan mengenai RUU Minerba ini sebenarnya sudah selesai, bahkan selesai sejak April 2019. Namun pemerintah baru menyerahkan DIM RUU Minerba pada pertengahan Juli 2019.
“Tapi jika pemerintah memaksakan dengan segera menyelesaikan harmonisasi DIM serta negosiasi dengan mayoritas pimpinan fraksi maka mudah menyelesaikannya. Mungkin periode berikutnya Dewan perlu mengajukan usul perubahan. Iya memang (draft RUU Minerba) usul inisiatif Dewan. Tapi kenapa mendadak di akhir masa jabatan pemerintah mendesakkan penyelesaian,” kata Tamsil Linrung, Rabu (31/7/2019).
Dalam rapat kerja Komisi VII, 18 Juli 2019, kata Tamsil, muncul keinginan dari pemerintah agar pembahasan RUU Minerba diselesaikan sebelum masa jabatan anggota DPR RI Periode Tahun 2014-2019 berakhir. Sementara DIM yang diajukan pemerintah dan dibahas dalam rapat kerja Komisi VII DPR RI ternyata masih bermasalah dikarenakan belum dilakukan harmonisasi antarkementerian/lembaga terkait.
Tamsil Linrung mengaku ragu RUU Minerba dapat selesai dibahas secara tuntas di sisa waktu yang tersedia, sebelum masa jabatan DPR RI periode tahun 2014-2019 berakhir. Tamsil berpendapat, penyelesaian pembahasan RUU Minerba ini sebaiknya dilakukan bersama anggota DPR RI yang baru.
“Efektivitas waktu pembahasan tersisa 3 minggu hingga pelantikan anggota Dewan yang baru. Saya meragukan kalau dalam waktu yang demikian singkat ini bisa melakukan pembahasan yang efektif. Lebih baik pemerintah mempersiapkan pembahasannya bersama anggota Dewan yang baru nanti. Tanpa harus menyalahkan dan menganggap kesalahan pada anggota lama yang sudah menyelesaikan tugas pembahasannya sejak setahun lalu.”
RUU Minerba Inisiatif DPR
Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono menuturkan, revisi RUU Minerba sebenarnya sudah lama diusulkan. Tepatnya sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2104 tentang Pemerintah Daerah dan adanya permasalahan hilirisasi mineral yang sampai saat ini belum selesai.
“UU 23 (tentang pemerintah daerah) menyatakan bahwa kewenangan otonomi pertambangan berpindah dari kabupaten ke provinsi. Serta adanya keputusan MA terhadap material sehubungan dengan penetapan wilayah usaha pertambangan. Jadi proses ini sudah lama,” kata Bambang Gatot, Rabu (31/7/2019).
Bambang Gatot melanjutkan, harmonisasi DIM juga sudah dilakukan dengan semua kementerian/lembaga pemerintah. Namun diakuinya, masih terdapat beberapa hal yang belum selesai.
“Sudah dilakukan harmonisasi dengan semua kementerian dan lembaga pemerintah. Memang masih ada bagian kecil yang belum disetujui. Misal tentang hilirisasi. Jadi tidak ada demi kepentingan pihak tertentu. Karena prosesnya sudah dilakukan sejak 2014, jadi sudah lama.”
Mengenai alasan di balik rencana percepatan penyelesaian pembahasan RUU Minerba dilakukan di sisa waktu sebelum akhir masa jabatan DPR RI periode 2014-2019 berakhir. Bambang Gatot membantah apabila rencana tersebut muncul dari pihak eksekutif karena draft RUU Minerba yang dibahas ini merupakan inisiatif DPR RI.
“RUU Minerba inisiatif DPR, jadi pertanyaan itu harus ditujukan kepada DPR. Sekali lagi bahwa dalam pembuatan revisi RUU Minerba merupakan hak inisiatif DPR yang diajukan dan diprogramkan menjadi bagian rencana legislasi nasional.”
Daftar Perusahaan yang Masa Berlaku PKP2B Generasi Pertama akan Segera Habis
No | Nama Perusahaan | Luas (hektare) | Lokasi | Masa Berakhir |
1 | PT Arutmin Indonesia (Bumi Resources) | 70.153 | Kabupaten Tanah Laut dan Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan | 01/11/2020 |
2 | PT Kendilo Coal Indonesia
|
1.859 | Kabupaten Paser, Kalimantan Timur | 15/09/2019 |
3 | PT Kaltim Prima Coal (Bumi Resources) | 90.938
|
Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur
|
31/12/2021 |
4 | PT Multi Harapan Utama (MHU) | 46.063 | Samarinda, Kalimantan Timur
|
01/04/2022 |
5 | PT Adaro Indonesia | 34.940 | Kabupaten Balangan dan Kabupate Tabalong, Kalimantan Selatan | 01/10/2022
|
6 | PT Kideco Jaya Agung (Indika Energy) | 50.921 | Kabupaten Paser, Kalimantan Timur
|
13/03/2023
|
7 | PT Berau Coal
|
118.400 | Kabupaten Berau, Kalimantan Timur | 26/04/2025 |
Nurkholis Hidayat dari Lokataru menambahkan, tidak ada ketentuan tentang mekanisme perpanjangan izin yang diatur dalam draft RUU Minerba yang dirumuskan. Perpanjangan izin dapat secara langsung diperpanjang. Nurkholis melihat, undang-undang (UU) Minerba ini seolah seperti UU 'Mata Air' bagi para pengusaha.
“Tidak ada yang urgent untuk bisa diselesaikan dalam 3 minggu. Dispute ini bisa diselesaikan melalui Perpu (peraturan pengganti undang-undang), tapi Presiden menyerakahnnya ke DPR. Kita minta Presiden stop (pembahasan RUU Minerba) sampai kabinet baru terbentuk. Jangan sampai muncul persepsi bahwa ini semacam pencairan cek. Semoga tidak begitu,” kata Nurkholis, Kamis (25/7/2019).