Ketika Karya Seni Teguh Ostenrik Dituding Rusak Terumbu Karang Ternate
Penulis : Redaksi Betahita
Konservasi
Jumat, 04 Oktober 2019
Editor : Redaksi Betahita
Betahita.id – Sejumlah terumbu karang di Pantai Jikomalamo, Ternate, Maluku Utara dikabarkan rusak akibat peletakan barang artifisial karya seniman Teguh Ostenrik.
Menurut penuturan penyelam Ternate, Adita Agoes, terhitung sudah ada empat barang artifisial yang diturunkan di kawasan Pantai Jikomalamo yakni tiga ornamen artifisial dan satu artificial reef.
“Saya berani bilang barang-barang itu merusak karena saya punya data-datanya keadaan sebelum maupun sesudah barang-barang itu diturunkan di Jikomalamo,” kata Adita saat dihubungi Tempo pada Rabu, 3 Oktober 2019.
Adita mengungkapkan Artifisial reef milik Yayasan Terumbu Rupa (YTR) yang diturunkan pada tanggal 25 September 2019 lalu juga ditengarai merusak sebagian terumbu karang yang ada di Pantai Jikomalamo.
“Faktanya artificial reef itu ada di atas karang dan mengenai koral. Koral itu kan hidupnya berkoloni, jadi kalau rusak satu ya merembet,” ungkapnya.
Padahal, kata Adita, ia sudah menyampaikan keberatan akan rencana peletakan terumbu karang buatan itu. “Saya pribadi keberatan, bukan karena transplantasinya, tapi karena lokasi yang dipilih YTR kenapa di situ,” kata dia.
Adita mengungkapkan lokasi artifisial reef milik YTR diletakkan di kawasan terumbu karang yang sehat. “Saya sudah rekomendasikan ‘jangan di situ mas, masih ada tempat lain yang rusak’,” ujar dia.
Sebelum penurunan artifisial reef milik YTR, Adita menjelaskan ada tiga ornamen artifisial yang sudah diturunkan lebih dulu yakni ornamen motor, bus, dan SPBU.
“Ketiga ornamen itu merusak terumbu karang di sekitar penempatannya. Makanya saya keberatan dengan rencana YTR, sudah terlalu banyak ini artificial reef atau objek atraksi. Kenapa mau ditambah lagi?” ungkap Adita.
Sementara itu, penyelam profesional Mulyadi Pinneng Sulungbudi juga menyampaikan keprihatinannya akan peristiwa ini. Ia berpendapat bahwa penanaman terumbu karang buatan harus dipertimbangkan secara cermat, matang, dan hati-hati.
“Jangan sampai tujuannya mau konservasi tapi di balik itu tidak melakukan dengan benar. Di kasus yang ini, malah merusak coral reef yang sehat yang udah ada,” kata Pinneng saat dihubungi Tempo, Kamis.
Ia berharap peristiwa ini dijadikan pelajaran bagi setiap orang yang peduli pada kelestarian laut termasuk biota di dalamnya.
“Di Indonesia cukup mengkhawatirkan. Banyak banget yang bikin artificial reef kayak gini, tapi di tempat yang salah dengan cara yang salah. Akhirnya kalau kita lihat setelah setahun atau dua tahun, malah jadi sampah di laut,” ujar dia.
Menanggapi peristiwa ini, Teguh Ostenrik selaku seniman yang membuat artificial reef YTR pun buka suara. Ia mengungkapkan bahwa tujuan utama penurunan artificial reef tersebut ialah untuk merevitalisasi koral sekaligus mendatangkan wisata.
Selain itu, ia juga mengaku membuat artificial reef ini dengan berbagai disiplin ilmu. “Saya juga melibatkan sipil engineer, 3D operator. Selain itu, saya bekerja sama teman-teman kelautan, marine biologist, dan lainnya,” ungkap Teguh saat dikonfirmasi Tempo melalui sambungan telepon, Kamis.
Selain itu, kata Teguh, YTR bukan hanya meletakkan artificial reef di bawah laut tapi juga termasuk merawat dan melaporkannya. “Kami bahkan membayar mahasiswa S1/S2 kelautan untuk maintenence, menjaga, dan juga membuat laporan ilmiah. Jadi kami nggak ngelempar terus lari, nggak,” ungkap Teguh.
Saat ditanyai lebih lanjut soal pemilihan lokasi penurunan artificial reef, Teguh menyatakan hal itu sudah melalui proses survei.
“Pemilihan lokasi merupakan rekomendasi dari marine biologist IPB dan Universitas Khairun Ternate. YTR juga mempunyai tim survei, saya di sini hanya seniman,” ujar dia.
Teguh Ostenrik juga menyatakan penurunan artificial reef sudah mengantongi izin dari pihak berwenang setempat. “Kami juga megang izin dari kepala divisi kelautan setempat. Jadi kami nggak sembarangan ngelempar barang ke laut. Nama Teguh ini kan punya reputasi, nggak mungkin saya ngelempar sampah ke laut,” ujarnya.
TEMPO.CO | TERAS.ID