Kasus Golfrid, Ironi Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Penulis : Redaksi Betahita

Hukum

Senin, 07 Oktober 2019

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Manajer Hukum Lingkungan Walhi Nasional, Ronald M Siahaan mengatakan, meninggalnya Golfrid Siregar, tidak akan  menyurutkan perjuangan melestarikan lingkungan .

“Kita sangat mengutuk pelaku kejadian ini dan meminta pihak berwajib usut tuntas dan kebijakan perlindungan pembela HAM harus  lebih kuat lagi,” katanya saat dihubungi Senin, 7 September 2019.

Golfrid meninggal di rumah sakit di Medan, Minggu, 6 Oktober 2019, setelah ditemukan terluka para di jembatan layang Medan, 3 Oktober 2019.

Menurut keterangan Kepolisian, Golfrid menjadi korban kecelakaan lalu lintas. Namun Walhi Sumut menemukan banyak kejanggalan dari peristiwa yang menimpa almarhum Golfrid. Kepala korban mengalami luka serius seperti dipukul keras dengan senjata tumpul.

Golfrid Siregar, advokat lingkungan hidup di Walhi Sumatera Utara. Kredit: Walhi

Selain bagian kepala, bagian tubuhnya tidak mengalami luka yang berarti layaknya orang mengalami kecelakaan lalu lintas. Sementara itu barang-barang korban seperti  tas, Llaptop, dompet dan cincin ikut raib. Sepeda motornya hanya mengalami kerusakan kecil saja.

Fakta-fakta ini menunjukkan Golfrid tidak sekedar menjadi korban kecelakaan lalu lintas biasa. Walhi Sumut melihat bahwa terindikasi Golfrid telah menjadi korban kekerasan dan percobaan pembunuhan karena aktivitas politik korban selama ini sebagai Pembela Hak Azasi Manusia (HRDs) khususnya untuk isu lingkungan melalui Walhi Sumatera Utara.

Senada dengan Ronald,  Direktur Walhi Kalimantan Tengah, Dimas Hartono mengatakan perlindungan terhadap para pejuang lingkungan dan HAM, merupakan keharusan. “Ini yang kita tekankan sebetulnya,” katanya

Walhi Nasional mendesak dan mendorong Polda Sumatera Utara untuk segera mengusut tuntas penyebab kejadian yang menimpa korban Golfrid Siregar sebagai pembela hak asasi manusia yang sudah menjadi korban hingga kehilangan nyawanya.

Sangat penting agar pengungkapan kasus, transparansi dan akuntabilitas terhadap penanganan kasus ini dalam memberikan hak-hak pada keluarga korban dan memberikan rasa aman pegiat HAM dan masyarakat sipil di Sumatera Utara.

Menurut data Walhi sepanjang 2017 tercatat 152 aktivis menjadi korban. Jaminan hak dan perlindungan terhadap kerja-kerja Pembela HAM Lingkungan Hidup selain diatur secara umum dalam ketentuan nasional maupun internasional, menurut Pasal 66 UU No 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menjamin perlindungan keamanan bagi aktivis dan setiap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup.

Bahkan pada 2013, Mahkamah Agung telah menerbitkan Keputusan Ketua MA No 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup, tertanggal 22 Februari 2013 yang secara umum mengatur agar para hakim yang memeriksa dan mengadili perkara lingkungan hidup agar bersifat progresif, subtantif dan humanis. Namun ironis, kenyataannya masih banyak aktivis lingkungan hidup yang mengalami kekerasan fisik dan kriminalisasi baik secara pidana maupun perdata.