Ibukota Baru, Masyarakat Dayak Minta Lahan dan Hutan Adat

Penulis : Redaksi Betahita

Konservasi

Jumat, 18 Oktober 2019

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id –  Suku Dayak meminta pemerintah membagikan lahan seluas 5 hektare per keluarga di ibu kota baru, Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Hal itu diungkapkan Wakil Bendahara Umum Majelis Adat Dayak Nasional Dagut H Djunas,  di kantor Bappenas, Jakarta, Kamis, 17 Oktober 2019.

Lahan seluas 5 hektare per keluarga ini akan digunakan untuk hal produktif.  “Artinya masyarakat ingin punya tanah lima hektare tiap keluarga yang punya sertifikat gratis. Maka tidak berlebihan suku Dayak menuntut lima hekatare setiap kepala keluarga sertifikat gratis ini dibuat produktif.” kata dia

Selain meminta tanah, Dagut juga mengharapkan, setiap desa dayak mempunyai hutan adat seluas 10 hektare. Sebabnya saat ini sebanyak 285 desa di Kalimantan Tengah, sudah tidak memiliki hutan adat.

Saat ini banyak hutan adat Kalimantan yang sudah berganti menjadi perkebunan sawit. “Di hutan adat minimal 10 hektare karena 285 desa tidak ada lagi hutan adatnya. Kami harap ada pengakuan, ada empat haknya yaitu hak berburu, meramu, menggunakan hutan dan hak religius magis,” ujarnya.

Tampak salah satu Rumah Betang milik salah satu keluarga di Desa Kubung, Kecamatan Delang, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Sebagian besar masyarakat Dayak memanfaatkan Ulin untuk kebutuhan bahan bangunan pembuatan rumah. Termasuk untuk bangunan bernilai adat seperti Rumah Betang,/foto: Betahita.id

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sekaligus Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, pihaknya akan mengakomodasi permintaan tersebut.

“Pada intinya yang kami sampaikan tadi, yang akan kami bangun tidak hanya di wilayah ibu kota negara saja, tapi juga daerah penyangga sekelilingnya. Bagaimana caranya jika membangun masyarakat lokal sehingga bisa berbaur di ibu kota baru tersebut,” katanya.

Bambang juga mengatakan pemerintah akan memprioritaskan tenaga kerja lokal dalam mendirikan infrastruktur di sana. “Penyerapan tenaga kerja itu pasti, dengan kebutuhan tenaga kerja yang besar selama masa konstruksi nanti kita butuh partisipasi semua pihak terutama kita dulukan yang lokal,” kata Bambang di kantornya, Jakarta, 17 Oktober 2019.

Selain memberikan prioritas kerja bagi warga lokal yang tinggal di Kalimantan pada saat pembangunan, Bambang mengungkapkan, akan memberikan pelatihan kepada masyarakat. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya peluang kerja yang sama antara penduduk asli dengan warga pendatang di ibu kota baru.

TEMPO.CO | TERAS.ID