KPK Gandeng 12 Lembaga Atasi Kejahatan Bidang Sumber Daya Alam
Penulis : Redaksi Betahita
Lingkungan
Kamis, 19 Desember 2019
Editor : Redaksi Betahita
Betahita.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama 12 kementerian dan lembaga negara akan menggelar kick-off meeting dan penandatanganan komitmen bersama dalam program peningkatan kapasitas dan koordinasi penegakan hukum di sektor sumber daya alam.
Baca juga: KPK Ingatkan Jangan Atas Namakan Masyarakat untuk Keruk SDA
Dalam sambutannya, Agus Rahardjo Ketua KPK mengatakan komitmen bersama ini lahir sebagai tindak lanjut percepatan pemaksimalan fungsi pencegahan penyelamatan sumber daya alam oleh komisi anti korupsi tersebut.
Latar belakang dari penandatangan komitmen bersama ini berangkat dari situasi belum efektinya upaya penegakan hukum di sektor sumber daya alam sebagai bagian percepatan perbaikan tata kelola penyelamatan sumber daya alam.
Tercatat ada 70 kasus kejahatan lingkungan dan sumber daya alam yang sudah diproses secara hukum sepanjang 2002-2015. Dari jumlah itu kata Agus, hanya sekitar 13 persen pelaku yang dijatuhi hukuman pidana penjara maupun denda.
"43 persen dari terdakwanya dibebaskan dan hanya 13 persen pelaku yang dihukum penjara dan denda," katanya, Kamis 18 Desember 2019 di Gedung KPK Lama.
Komitmen penegakan hukum di sektor SDA ini ditandatangani oleh KPK bersama Kepolisian RI, Kejaksaan RI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, Kementerian Keuangan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Selain penandatanganan komitmen, digelar juga pelatihan peningkatan kapasitas dan koordinasi penegakan hukum di sektor SDA serta diskusi 'Tantangan Koordinasi Penegakan Hukum di sektor Sumber Daya Alam' dengan narasumber Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Litbang KPK.
Sejumlah kementerian atau lembaga negara yang ikut menandatangani komitmen foto bersama./Foto: Betahita.id
Agus berharap kegiatan ini dimanfaatkan oleh para aparat penegak hukum untuk meningkatkan kapasitas mereka. Selain itu, dari kegiatan ini diharapkan dapat memunculkan strategi baru agar penegakan hukum di sektor SDA dapat semakin efektif. Lebih jauh Agus mengatakan, yang diperlukan saat ini adalah pembangunan data.
Program yang banyak dilakukan terkait penyelamatan sumber daya alam tak akan berjalan maksimal tanpa adanya satu peta. Tanpa data dan peta yang terintegrasi persoalan tumpang tindih perizinan akan terus terjadi.
"Sehingga tidak mengherankan kalau jumlah izin yang diberikan oleh para bupati, para gubernur melebihi luas daerah itu sendiri," pungkasnya.
Marianne Johansen, Konselor Kehutanan dan Perubahan Iklim Kedutaan Besar Norwegia, menyatakan dukungan Norwegia kepada Indonesia. Hal itu menindaklanjuti kesepakatan Indonesia-Norwegia pada 2010 yang tertuang dalam surat pernyataan kehendak atau letter of intent. Kesepakatan ini dalam rangka mendukung Indonesia mengurangi emisi akibat deforestasi dan degradasi hutan serta lahan gambut.
Marianne menyampaikan, pemerintahan yang baik membutuhkan kebijakan yang jelas serta penegakan hukum yang tegas. Proyek kerja sama ini merupakan langkah yang baik untuk mengimplementasikan proyek penyelamatan SDA. “KPK adalah lembaga yang tepat untuk memimpin proyek ini. Saya percaya, dengan adanya kerja sama yang kuat antarinstansi dan lembaga, masa depan SDA Indonesia akan lebih baik," katanya.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengemukakan, proyek itu dilandasi keprihatinan KPK karena sektor SDA merupakan sektor penting bagi Indonesia sebagai sumber keuangan negara. Selama empat tahun terakhir, 2016-2019, terdapat potensi pendapatan dan penyelamatan keuangan negara sebesar Rp 16,17 triliun dari sektor SDA.
Syarif menilai, kendala utama dari pemberantasan korupsi di sektor SDA adalah tidak tegasnya para penegak hukum Indonesia. "Pesan utamanya, kalau para penjahat bisa bekerja sama, kenapa kita, aparat penegak hukum, tidak bisa?" ujarnya.
Syarif menyebutkan, proyek Peningkatan Kapasitas dan Koordinasi Penegakan Hukum di Sektor Sumber Daya Alam akan berjalan tiga tahun, dari 2020 hingga 2022. Proyek pun akan dilakukan di 14 provinsi.
Untuk tahun pertama, di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Tengah. Kemudian, Aceh, Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan. Terakhir, Papua Barat, Papua, Maluku, dan Maluku Utara.
Proyek ini, kata Syarif, diharapkan dapat meningkatkan kapasitas, koordinasi, dan kerja sama aparat penegak hukum dan penyidik pegawai negeri sipil dalam menindak kasus korupsi SDA. Selain itu, tersedianya mekanisme untuk berbagi pengetahuan penanganan kasus korupsi sumber daya alam.