KLHK Dorong Kayu HTI dalam Bentuk Produk Jadi
Penulis : Redaksi Betahita
Hutan
Senin, 06 Januari 2020
Editor : Redaksi Betahita
Betahita.id – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dorong industri hasil hutan pengelola Hutan Tanaman Industri (HTI) agar meningkatkan produksi dan penanaman.
Baca juga: Penghapusan SVLK Produk Furnitur Dinilai Langkah Mundur
“Sebab, pemerintah ke depan akan lebih mengutamakan HTI sebagai basis produksi kayu yang siap diolah bahkan diekspor dalam bentuk produk jadi,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KLHK Bambang Henroyono dalam konferensi pers di Manggala Wanabakti Jum’at 3 Januari 2020.
Bambang Henroyono, mengatakan, hutan alam (HA) menjadi basis dari produksi kayu. Namun, pemerintah mengutamakan upaya kelestarian lingkungan dan hutan alam yang telah memiliki batasan-batasan untuk dieksploitasi.
Menurut Bambang, Hutan Konservasi (HK) memiliki batasan tertentu dan lebih diutamakan untuk kegiatan jasa lingkungan. “Bukan berarti hutan lindung dan hutan konservasi tidak ada produksi, tapi kita lebih membuka lebar-lebar produksi dari hutan produksi yang merupakan HTI,” katanya.
Sedangkan di sisi lain, kata Bambang, KLHK ingin agar industri hulu di bidang hasil hutan terus tumbuh dan muncul di setiap daerah. Sebab, menurutnya saat ini banyak hasil-hasil hutan berupa kayu yang harus diolah di luar daerah tempat dia diproduksi. Hal itu menjadi beban operasional yang cukup besar bagi masing-masing industri.
Pembangunan industri selama ini, pengolahan di setiap daerah tidak bisa dilakukan karena belum adanya regulasi yang mewadahi. Namun, saat ini ia memastikan KLHK telah menyiapkan semuanya sehingga investasi riil untuk industri olahan kayu diharapkan meningkat drastis. “KHLK harus menyederhanakan birokrasi. Konektivitas harus dibangun agar semuanya efisien,” ujarnya.
Sebagai informasi produksi kayu dari HTI turun tipis 1,63 persen dari 40 juta meter kubik tahun 2018 menjadi 39 juta meter kubik pada 2019. Meski demikian, terdapat peningkatan penanaman kembali di HTI. Yakni dari 196,3 ribu hektare tahun 2018 menjadi 296,9 ribu hektare pada 2019. Oleh sebab itu, upaya peningkatan produksi dipastikan akan diikuti dengan pelestarian lingkungan.
Pelaku usaha mulai melirik produksi hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang trennya terus meningkat. Hal tersebut akan didukung Peraturan Menteri LHK Nomor 62/2019 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri. Indroyono Soesilo, Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI) menuturkan sebagai bagian dari Iini konfigurasi bisnis baru kehutanan, produksi HHBK meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2018, produksi HHBK tercatat sebanyak 358.800 ton. Jumlahnya meningkat pada 2019 yang mencapai 380.610 ton.
Sementara itu, tren ekspor tanaman dan satwa liar (TSL) yang merupakan pengembangan dari HHBK, kata Indroyono, juga meningkat sampai 2018 meski pada 2019 yang lalu sedikit mengalami penurunan. “Ekspor produk TSL ini sangat potensial di kembangkan di areal IUPHHK [Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu] untuk pengembangan bioprospecting,” katanya.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, nilai ekspor TSL pada 2017 senilai Rp6,2 triliun dan naik menjadi Rp11,1 triliun pada 2018. Sementara hingga November 2019, nilai ekspor TSL senilai Rp6,9 triliun.
Produksi HHBK dan bioprospecting serta investasi usaha di pemanfaatan hutan alam dan hutan tanaman diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan kebijakan pengembangan multi usaha di hutan produksi yang sedang digodok intensifnya saat ini. “Bola ada di kami, asosiasi,” tegas Indroyono.