Dalam 3 Bulan, 28 Penyu Mati di Sekitar PLTU Teluk Sepang
Penulis : Redaksi Betahita
Biodiversitas
Kamis, 23 Januari 2020
Editor : Redaksi Betahita
Betahita.id – Sebanyak 28 penyu sisik, yang termasuk satwa dilindungi, ditemukan mati di pantai Bengkulu di sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara 2×100 MW, dalam 3 bulan terakhir.
Baca Juga: 5 Penyu Mati di Pesisir Teluk Sepang, Terkait PLTU?
Kanopi Hijau Indonesia (Kanopi Bengkulu) mencatat, kasus kematian pertama penyu terjadi 10 November 2019. Di tanggal tersebut dua penyu mati ditemukan 20 dan 100 meter dari saluran pembuangan air bahang PLTU Bengkulu.
Setelah itu, beberapa ekor penyu ditemukan di sekitar PLTU sehingga sampai 18 Januari 2020 bisa dijumlah mencapai 28 ekor.
Juru Kampanye Kanopi Bengkulu, Olan Sahayu mengatakan, hingga kasus kematian penyu ke-28 yang terjadi tiga bulan sejak kematian penyu pertama kali ditemukan, belum ada pihak yang mampu mengungkap penyebab kematian satwa dilindungi ini.
“Berdasarkan data Kanopi Hijau Indonesia bahwa kematian penyu sampai hari ini terhitung 28 ekor yang ditemukan di sekitar pembuangan limbah PLTU. Sejak 19 September 2019 PLTU mulai melakukan uji coba,” kata Olan Sahayu, Rabu (22/1/2020).
“Keesokan harinya dilakukan otopsi oleh mahasiswa kelautan dan lembaga LATUN di Resort Pantai Panjang, hasilnya tidak terjadi kerusakan secara fisik dan tidak ditemukan material berbahaya di dalam lambung dan usus yang dapat menyebabkan kematian,” katanya.
Selanjutnya setelah kasus pertama kematian penyu pada 10 November 2019 hingga pada 18 Desember 2020, ditemukan 26 penyu lain yang mati. Baik ditemukan oleh nelayan, pemancing maupun ditemukan langsung oleh Kanopi Bengkulu. Sebagian besar penyu mati tersebut ditemukan telah membangkai di lokasi yang berada tak jauh dari saluran pembuangan air bahang PLTU Bengkulu.
“Kanopi Indonesia Hijau mendesak BKSDA untuk mengungkap dan mengusut kematian 28 ekor penyu di pantai Bengkulu.”
Tak hanya penyu, Kanopi Bengkulu juga merekam temuan ratusan ikan mati di sekitar pembuangan limbah air bahang PLTU yang terjadi pada 20 November 2019. Saat itu, terdapat nelayan yang mengumpulkan bangkai ikan di pinggir laut.
Pada kesempatan sebelumnya, Kepala BKSDA Bengkulu, Donald Hutasoid mengatakan, pihaknya bersama pemerintah daerah dan sejumlah pihak terkait rencananya akan membentuk tim investigasi demi mendalami kasus kematian penyu beruntun yang terjadi di perairan Teluk Sepang. Tim investigasi yang dibentuk akan menginventarisasi dan mendalami segala kemungkinan yang menjadi penyebab kematian penyu.
Karena, imbuh Donald, kematian penyu atau biota laut lain bisa disebabkan banyak hal. Baik akibat campur tangan atau perilaku manusia terhadap satwa, pencemaran lingkungan, maupun akibat perubahan atau gangguan lingkungan yang terjadi secara alami.
Namun pemeriksaan terhadap jasad-jasad penyu termasuk nekropsi (bedah), lanjut Donald, sebenarnya telah dilakukan oleh tim medis BKSDA. Dari hasil nekropsi terhadap beberapa penyu yang mati, tim medis BKSDA menemukan adanya jaring dan juga sampah plastik yang berada dalam organ pencernaan di beberapa penyu yang mati.
“Kalau hasil otopsi kemarin, ada kita temukan jaring dan sampah plastik di dalam tubuh penyu. Tapi untuk apakah ada zat kimia berbahaya, kita perlu melakukan uji laboratorium. Mungkin dalam waktu dekat hasil uji labnya keluar,” kata Donal Hutasoid, Senin (20/1/2020).