Tolak Tambang Emas, Warga Banyuwangi Bersepeda ke Surabaya
Penulis : Redaksi Betahita
Tambang
Selasa, 18 Februari 2020
Editor : Redaksi Betahita
Betahita.id – Puluhan warga Banyuwangi yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Tolak Tambang melakukan Aksi Kayuh Sepeda dari Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi menuju Kantor Gubernur Jatim di Surabaya.
Mereka berangkat pada Sabtu, 15 Februari 2020. Aksi Kayuh Sepeda yang diikuti sedikitnya 30 orang ini akan menempuh jarak sejauh 300 kilometer.
Di Surabaya, mereka akan menyerahkan ribuan tanda tangan penolakan pertambangan kepada Gubernur Jatim, Khofifah.
Mereka mendesak Gubernur Jatim untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Bumi Suksesindo (PT.BSI) dan PT.Damai Suksesindo (PT.DSI) di wilayah Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi.
Ditemui saat singgah di Pondok Pesantren Asshiddiqi Putri (PP Ashri) Jember, salah satu peserta Siwi Lestari, 42 tahun, pedagang ikan asal Desa Sumberagung, mengatakan sejak ada perusahaan tambang, ekonomi warga turun drastis. Mereka sudah tidak bisa melaut karena ikan mati tercemar limbah pertambangan. Mau bertani juga tidak bisa karena airnya sudah tidak ada.
“Sekarang dalam satu keluarga sudah timbul gesekan. Apalagi dengan warga yang tidak bersaudara dekat,†katanya, Minggu 16, Februari 2020.
Karena itulah, Siwi Lestari membulatkan tekadnya untuk mengikuti Aksi Kayuh Sepeda demi bertemu Gubernur Khofifah. Menurut Siwi, aktivitas pertambangan emas di Gunung Tumpang Pitu tak hanya menyebabkan kerusakan ekologis seperti tercemarnya muara sungai hingga laut di wilayah Pesanggaran.
Namun juga menimbulkan dampak sosial-ekonomi yang luar biasa bagi warga setempat. Gesekan antar warga juga terjadi sebab sebagian warga bekerja sebagai karyawan tambang.
“Pak Anas (Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas) tidak pernah mau peduli dengan rakyatnya, terutama kami rakyat (Dusun) Pancer. Jangankan menemui kami waktu demo, kami undang saat acara petik laut saja, dia tidak pernah mau datang. Beda kalau yang mengundang perusahaan,†kata Siwi kepada awak media.
Sebelum aksi ini, Siwi dan puluhan warga Desa Sumberagung telah melakukan aksi tolak tambang dengan memasang tenda perjuangan sejak 7 Januari 2020 lalu di Dusun Pancer.
Pemasangan tenda tersebut merupakan bentuk penolakan warga atas kedatangan pasukan Brimob dan tim PT.BSI yang saat itu akan melakukan penelitian di Gunung Salakan, tak jauh dari Gunung Tumpang Pitu yang telah lebih dulu ditambang.
Utsman A. Halimy, aktivis yang mendampingi warga mengatakan luasan konsesi tambang 4.900 hektare. Tapi untuk izin yang sekarang akan ditambang di Gunung Timpang Pitu sekitar 900 hektare. Sementara untuk Gunung Salakan masih belum keluar izinnya, masih penelitian.
“Mumpung masih penelitian, kami menolak. Karena dari Gunung Tumpang Pitu kami mendapatkan contoh krisis sosial ekologi,†kata Utsman A. Halimy, aktivis yang mendampingi warga.
Menurut Utsman, Gunung Tumpang Pitu maupun Salakan memberikan manfaat ekologis untuk masyarakat di kaki gunung. Antara lain sebagai pusat mata air yang mampu mencukupi kebutuhan pertanian dan konsumsi rumah tangga.
Di sanalah sebagian besar penduduk, khususnya kaum perempuan, mencari tanaman obat-obatan herbal secara turun temurun.
Sejak beroperasi tahun 2012, kegiatan industri pertambangan oleh dua anak perusahaan PT.Merdeka Copper Gold Tbk tersebut mengakibatkan ragam krisis sosial-ekologis dan sejumlah persoalan keselamatan ruang hidup rakyat yang terus meningkat di Desa Sumberagung dan 4 desa di wilayah Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi.
Warga berharap, Aksi Kayuh Sepeda ini akan didengar oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan bermuara pada keputusan dicabutnya IUP PT.BSI dan PT.DSI di wilayah Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi. Selain itu, warga juga berharap adanya pemulihan kawasan yang telah rusak demi kelestarian lingkungan dan pengurangan resiko bencana di kawasan Gunung Tumpang Pitu.