Sempat Dinyatakan Punah, Perlindungan Lagan Bras Malah Dicabut
Penulis : Redaksi Betahita
Biodiversitas
Jumat, 13 Maret 2020
Editor : Redaksi Betahita
Betahita.id – Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) Nomor P.106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi mengeluarkan beberapa jenis tumbuhan terancam punah. Salah satunya Pelahlar mursala atau Lagan bras. Tumbuhan dengan nama latin Dipterocarpus cinereus tersebut kini berstatus tidak dilindungi. Padahal di Dunia ini, tumbuhan tersebut jumlahnya sangat sedikit, bahkan pernah dinyatakan telah punah.
Baca juga: Pelahlar Nusakambangan juga Jadi Korban Permen Siti Nurbaya
Berdasarkan data dari IUCN Redlist, Dipterocarpus cinereus berstatus sangat terancam punah atau Critially Endangered (CR). Lagan Bras juga merupakan tumbuhan endemik, karena hanya dapat ditemui di Pulau Mursala, Tapanuli Tengah, Sumatra Utara.
Pakar tumbuhan Forum Pohon Langka Indonesia (FPLI), Arief Hamidi mengatakan, penelitian terbaru menunjukkan, tumbuhan dewasa Dipterocarpus cinereus atau Lagan bras atau Pelahlar mursala ini di Dunia hanya berjumlah 30 batang pohon. Dikatakannya, pohon dewasa Lagan bras ini masih sering jadi incaran pembalakan.
“Lagan bras hanya ada di Pulau Mursala. Hasil kajian dari tim Kebun Raya Bogor menemukan hanya sekitar 30 pohon dewasa dari sepanjang 12,32 Km jalur kajian. Kondisi keterancamannya tinggi karena kayu tersebut masih sering dibalak,” kata Arief Hamidi, Rabu (11/3/2020).
Arief Hamidi berpendapat, Pulau Mursala sebagai habitat alami Lagan bras atau Pelahlar mursala seharusnya tidak ada ekstraksi kayu secara legal. Apalagi di pulau itu tidak ada perusahaan HPH yang beroperasi.
Pernah dinyatakan punah
Dalam bukunya yang berjudul Dipterocarpaceae (Flora Malesiana) Seri I, 92, 237-555, botanis Inggris, Peter Shaw Ashton mengatakan, spesies Lagan bras adalah tumbuhan yang hanya ada di Pulau Mursala. Dipterocarpus cinereus pertama kali ditemukan oleh pegawai jawatan kehutanan asal Belanda A.V. Theunissen pada 1916.
Namun tumbuhan tersebut baru diidentifikasi sebagai Dipterocarpus cinerea pada 1927, oleh Dirk Fok van Slooten. Selanjutnya pada 1982 Peter Ashton menegaskan namanya sebagai Dipterocarpus cinereus Sloot.
Pada 1998, IUCN pernah menyatakan Dipterocarpus cinereus atau Lagan Bras hilang atau punah. Namun, tumbuhan pohon kayu keras jenis meranti tersebut berhasil ditemukan kembali dalam suatu ekspedisi yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di pulau Musala pada Maret hingga April 2013 lalu. Dalam ekspedisi survei populasi 2013 itu, LIPI berhasil menemukan 3 pohon Lagan Bras dewasa dan beberapa bibit yang dipercaya sebagai spesies Dipterocarpus cinerus. Itupun hanya dapat ditemukan di dua titik lokasi saja.
Kemudian pada Agustus 2018, Forum Pohon Langka Indonesia (FPLI) bekerjasama dengan Kebun Raya Bogor-LIPI, melakukan ekspedisi lanjutan guna melakukan inventarisasi pohon suku Dipterocarpaceae di pulau Mursala. Ekspedisi tersebut juga sekaligus dilakukan untuk mencatat sebaran populasi Dipterocarpus cinereus atau Lagan Bras di Pulau Mursala.
Hasilnya, ditemukan sekitar 160 individu Lagan Bras di pulau itu. 30 individu di antaranya merupakan pohon dewasa. Ancaman utama berupa pembalakan liar untuk dijual. Hingga saat ini pemanfaatan lagan bras diketahui hanya untuk kayu bangunan saja.
Lagan bras memiliki karakteristik berukuran besar dengan diameter lebih dari 100 cm dan tinggi mencapai 50 m. Batang mengelupas tipis, daun tunggal, lanset, 6-8 x 1,7-2,5 cm, menjangat tipis, pertulangan sekunder 7-9 pasang membentuk sudut tajam pada tulang daun primer.
Buah Lagan bras memiliki sayap. Dua sayap panjang 5 x 1,2 cm dan tiga sayap pendek 5 x 5 mm. Tumbuhan ini biasanya hanya tumbuh di dataran dengan elevasi ketinggian 120-182 meter dari permukaan laut itu.
Lagan Bras sempat masuk dalam daftar tumbuhan yang dilindungi dalam PermenLHK Nomor P.20 Tahun 2018. Namun status perlindungannya tersebut hanya berumur beberapa bulan saja. Sebab, dalam PermenLHK Nomor P.106 Tahun 2018, tumbuhan itu dikeluarkan dari daftar tumbuhan yang dilindungi.
Beberapa pakar tumbuhan menganggap Lagan bras layak dilindungi. Anggapan tersebut didasarkan karena kondisi Lagan bras telah memenuhi kriteria yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Pasal 5 ayat 1 PP tersebut menegaskan, suatu jenis tumbuhan dan satwa wajib ditetapkan dalam golongan yang dilindungi apabila telah memenuhi kriteria mempunyai populasi yang kecil, adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam, daerah penyebaran yang terbatas (endemik). Ayat 2 pasal yang sama juga menegaskan, terhadap jenis tumbuhan dan satwa yang memenuhi kriteria yang disebutkan dalam ayat 1 tersebut wajib dilakukan upaya pengawetan.