KLHK: Lebih Baik Melestarikan daripada Merehabilitasi Mangrove
Penulis : Gilang Helindro
Konservasi
Kamis, 11 Juni 2020
Editor :
BETAHITA.ID - Perlindungan ekosistem mangrove lebih penting dibanding merehabilitasi sekitar 3,49 juta hektare mangrove rusak. Hal ini disampaikan Asep Sugiharta, Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Ensensial Kemeterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam diskusi pojok iklim di Jakarta, Kamis, 10 Mei 2020.
Menurutnya, pelestarian mangrove jangan berorientasi pada rehabilitasi tapi menjaga yang sekarang ada. "Karena beberapa daerah kondisi mangrovenya masih bagus," katanya.
Indonesia memiliki sebaran ekosistem mangrove terluas di dunia, sekitar 20 persen atau 3,49 juta hektare dari luas mangrove dunia.
Berdasarkan data One Map Mangrove, luas ekosistem mangrove di Indonesia sekitar 2,2 juta hektare yang berada di dalam kawasan hutan dan 1,3 juta hektare di luar kawasan hutan yang tersebar di 257 kabupaten kota.
Setelah 3,94 juta hektare hutan mangrove dipastikan pemerintah terlindungi, baru berlanjut kepada tata kelola. Asep juga mengatakan harus ada kebijakan di tingkat daerah untuk memastikan perlindungan hukum untuk ekosistim mangrove dari pembangunan.
Direktur Wetlands International Indonesia, Nyoman Suryaiputra, mengatakan mangrove sangat strategis seginggha harus ada badan khusus untuk mengelola, seperti Badan Restorasi Gambut yang fokus pada pemulihan gambut.
Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja (Omnibus Law) dinilai berpotensi menimbulkan ancaman terhadap ekosistem pesisir seperti kawasan mangrove, dan ruang hidup masyarakat di kawasan tersebut. Hal ini mendorong semakin besarnya porsi wewenang pemerintah pusat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Menurut LIPI, hanya 5% terumbu karang dalam kondisi sangat baik. Untuk hutan mangrove, hanya sekitar 1,6 juta hektar hutan mangrove dalam kondisi baik, sisanya 1,8 juta hektar dalam kondisi rusak.
Ekosistem pesisir di Indonesia saat ini mengalami ancaman global seperti peningkatan suhu permukaan laut dan pengasaman air laut, serta lokal seperti polusi, perikanan merusak, dan pembangunan infrastruktur di wilayah pesisir. Ancaman lokal utama bagi terumbu karang adalah perikanan merusak, sedangkan bagi mangrove adalah konversi lahan.
Tidak hanya itu, kawasan mangrove juga berada dalam ancaman tumpahan minyak mentah yang kerap terjadi, seperti baru-baru ini di lepas pantai Karawang, Jawa Barat.
Bila UU Cipta Kerja diterapkan, maka pengendalian kerusakan akibat aktivitas perikanan merusak dan konversi lahan akan semakin sulit, kata Nyoman Suryaiputra.