Populasi Jalak Bali Naik, Tertinggi Sejak 1974
Penulis : Kennial Laia
Satwa
Selasa, 30 Juni 2020
Editor :
BETAHITA.ID - Populasi Jalak bali dilaporkan mengalami kenaikan lebih dari 300 ekor di alam liar. Angka itu merupakan yang tertinggi dalam hampir 50 tahun terakhir, sejak dilakukannya pencatatan populasi berkala di Taman Nasional Bali Barat (TN Bali Barat) pada 1974.
Berdasarkan hasil monitoring Balai TN Bali Barat pada akhir Mei 2020, satwa yang juga disebut Curik Bali ini berjumlah 303 ekor, meningkat dari populasi di alam tahun 2019 sebanyak 256 ekor dan baseline data tahun 2015 sejumlah 57 ekor.
Menurut Kepala Balai TN Bali Barat Agus Ngurah Krisna, kenaikan populasi tersebut merupakan hasil dari program penangkaran. "Restocking populasi melalui pelepasliaran burung hasil penangkaran (pembinaan populasi) menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan populasi burung curik bali di alam," ujarnya dalam keterangan tertulis di Kabupten Gilimanuk, Bali, 29 Juni 2020.
Jalak bali (Leucopsar rothschildi) merupakan spesies endemik yang sering diburu. Akibatnya, satwa ini masuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature dengan status terancam punah.
Agus menjelaskan, upaya pengembangbiakkan jalak Bali untuk kepentingan restocking dilakukan di Unit Suaka Satwa Curik Bali di Tegal Bunder, Bali Barat. Salah satu metodenya adalah membawa anakan curik Bali berumur delapan bulan ke kandang habituasi di Cekik, Labuan Lalang, dan Berumbun untuk proses adaptasi sebelum dilepasliarkan.
"Saat ini jumlah burung secara keseluruhan di Suaka Satwa ini tercatat sebanyak 417 ekor," imbuhnya.
Agus menjelaskan, indikator keberhasilan pelepasliaran dilihat dari produktivitas burung menghasilkan anakan di alam. Dalam kurun Januari-Mei 2020, produktivitas indukan di alam meningkat signifikan.
"Di Labuan Lalang terdapat 13 pasang indukan yang telah melahirkan anakan sebanyak 38 ekor. Angka ini melebihi jumlah anakan selama setahun pada 2019 sebanyak 34 ekor. Di Cekik terdapat 12 pasang indukan dengan 33 ekor anakan. Di Brumbun, delapan pasang indukan dengan 22 ekor anakan," tuturnya.
Pada Sabtu, 27 Juni 2020, Balai TN Bali Barat kembali melepasliarkan 52 ekor curik Bali ke alam. Agus menjelaskan, proses pelepasliaran sesuai protokol Covid-19, dengan melibatkan Dinas Kesehatan, Dinas Petanian dan Pangan Pemkab, dan Balai Besar Veteriner dalam rangka One Health yang berkaitan dengan kesehatan manusia dan kesehatan hewan.
Agus menambahkan, implementasi di lapangan dilakukan melalui penerapan biosecurity dan biosafety serta mematuhi protokol kesehatan. Pemeriksaan kesehatan dilakukan untuk penyakit avian influensa (AI), pemeriksaan bakteri, dan parasit. Sedangkan terhadap petugas perawat satwa dilakukan pemeriksaan rapid test virus corona.
"Semua ini merupakan upaya untuk menjamin tidak adanya penularan penyakit zoonosis dari satwa ke manusia atau sebaliknya dan dari satwa ke satwa liar lainnya," ujarnya.
Peran masyarakat
Menurut Agus, salah satu faktor keberhasilan peningkatan populasi jalak bali adalah pengelolaan yang sinergis antara konservasi ex-situ (di luar habitat) dan in-situ (di dalam habitat). Selain di TN Bali Barat, pengelaan juga memberdayakan masyarakat setempat.
"TN Bali Barat membantu memfasilitasi usaha penangkaran oleh kelompok masyarakat," katanya.
Upaya penangkaran satwa tersebut berkembang di enam desa penyangga TN Bali Barat. Sebagai contoh, masyarakat Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerogak, Kabupaten Buleleng, mendirikan kelompok penangkar Manuk Jegeg sejak 2015 dengan 17 anggota penangkar. Sementara di Desa Pejarakan, penangkaran dilakukan oleh kelompok masyarakat Nature Conservation Forum Putri Menjangan sejak 2019.
Empat desa lainnya yang melakukan upaya serupa adalah Desa Blimbing Sari, Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana; Desa Ekasari, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana; Kelurahan Gilimanuk; dan Desa Melaya.
"Semangat masyarakat untuk aktif dalam penangkaran ex-situ menumbuhkan kesadaran dan kecintaan masyarakat terhadap kelestarian curik bali di alam," kata Agus.