Mengembalikan Harumnya Cendana di NTT

Penulis : Betahita.id

Hutan

Senin, 24 Agustus 2020

Editor :

BETAHITA.ID - Cendana (Santalum album Linn) atau East Indian Sandalwood sejak lama dikenal sebagai komoditi mahal. Di Indonesia, cendana yang dikenal sebagai The King of Plant Perfume ini tumbuh alami di kepulauan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Indonesia pernah menjadi pengekspor cendana. Pada 1986/1987 hingga 1991/1992 cendana berkontribusi sekitar Rp 2.5 miliar/tahun atau 40% PAD Provinsi NTT. Pada periode 1991/1992 hingga 1997/1998 terjadi penurunan, kontribusi cendana tinggal sebesar 12-37%. Sejak tahun 1997 tidak ada ekspor lagi.

"Upaya untuk mengembalikan kejayaan cendana di Indonesia, khususnya di Nusa Tenggara Timu dan pengembangannya di daerah-daerah lain yang sesuai seperti di Yogyakarta, perlu dukungan dan sinergi dari berbagai pihak,” ujar Kepala Badan Litbang dan Inovasi-KLHK, Agus Justianto, saat membuka Webinar Biotifor 2020 Seri 2: Cendana, bertajuk “Tantangan dan Peluang Pengembangan Cendana Mendukung Hutan Rakyat dan Rehabilitasi Lahan” seperti dikutip laman KLHK,  Selasa (11/8/2020).

Agus mengatakan, eksploitasi berlebih, kebakaran, terbatasnya penanaman serta masalah sosial ekonomi kepemilikan cendana adalah penyebab utama menurunnya populasi cendana saat ini. 

Menurut dia, bersinerginya pemerintah, lembaga riset, perguruan tinggi, maupun pelaku usaha, dengan berbagi pengalaman dan pengetahuan sangat penting untuk percepatan pengelolaan cendana yang semakin baik. Webinar yang diselenggarakan Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (B2P2BPTH) ini adalah salah satu upaya untuk membangun sinergi para pihak dimaksud.

Menghadirkan peneliti sebagai narasumber bersama dua pihak terkait lainnya, kegiatan ini diyakini Agus bermanfaat guna membangun peluang pengembangan cendana. Dengan demikian dapat  berdampak positif dalam pengelolaan hutan rakyat dan rehabilitasi lahan.

Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Kepala B2P2BPTH, Dr. Nur Sumedi dalam laporannya sebelumnya, bahwa kegiatan yang didukung Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Prov. NTT dan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini adalah untuk menyebarluaskan capaian hasil litbang terkait pemuliaan cendana oleh Biotifor dan pihak-pihak terkait.

Pemuliaan Cendana

Ilustrasi hutan cendana (.flickr.com)

Paparkan “Capaian Riset Pemuliaan Cendana”,  Liliek Haryjanto, peneliti pada B2P2BPTH mengatakan penelitian cendana dilakukan berkaitan dengan konservasi sumberdaya genetik, kandungan minyak, dan perbanyakan vegetatif.

“Konservasi sumberdaya genetik merupakan Program Konservasi SDG sejak 2001. Dilakukan koleksi materi genetik dari sebaran alam dan ras lahan, yaitu dari Pulau Timor, Pulau Sumba, Pulau Alor, Pulau Pantar, Pulau Rote, Pulau Flores, dan ras lahan DIY,” kata Liliek.

“Selain itu dibangun tegakan konservasi genetik di lokasi KHDTK Watusipat, Gunungkidul, DIY (sebagai areal sumberdaya genetik/ASDG) untuk mendukung upaya pemuliaan tanaman,” tambahnya.

Perwakilan Provinsi NTT juga hadir sebagai pemateri pada kesempatan ini. Paparkan “Pengelolaan Cendana di Provinsi Nusa Tenggara Timur”, Rudi Lismono, Kabid. Pembinaan Dinas LHK NTT mengatakan bahwa penanaman cendana Tahun 2010 hingga 2018 di Provinsi NTT mencapai 3.344.317 tanaman.

“Tiga alasan perlu mengembalikan harum cendana di Nusa Tenggara Timur, yaitu: tanaman cendana memiliki keunggulan komparatif karena merupakan spesies endemik NTT dengan kualitas terbaik di dunia, mempunyai nilai ekonomi tinggi, perlu dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan masyarakat, dan mengembalikan peran cendana untuk  berkontribusi terhadap PAD NTT,” ujar Rudi.

Dosen Fakultas Kehutanan UGM, Yeni Widyana Nurchahyani Ratnaningrum mengatakan bahwa fokus strategi konservasi yaitu mempertahankan proses-proses genetik dan reproduksi dalam tiap populasi.

“Fokus strategi konservasi juga dilakukan dengan strategi yang berbeda, sesuai dengan basis genetik, keragaman genetik, sistem perkawinan, tingkat fragmentasi dan klonalitas dari tiap populasi,” ujar Yeni.