Ragam Jenis Jamur Dataran Tinggi, dan Apa di Balik Keberadaannya

Penulis : Maliyana Ulfa

Kolom

Selasa, 01 September 2020

Editor :

BETAHITA.ID -  Jamur merupakan jasad hidup yang ditemukan ketika musim hujan tiba atau di tempat-tempat yang lembab. Penampakannya secara umum dapat dilihat dengan mata, atau yang dikenal mempunyai badan buah (mushroom).

Jamur mempunyai keunikan ketika dibandingkan dengan jasad hidup lainnya, yaitu tidak termasuk jenis tanaman, karena tidak ditemukan klorofil, sehingga tidak jarang warnanya ditemukan beraneka ragam. Ada yang menyerupai tanaman karena berbatang, namun ada juga yang tidak berbatang. Asosiasi yang dibentuk dengan jasad hidup lainnya, dapat berupa simbiosis mutualisme, saprofitik, dan parasitik.

Tim penelitian FORDA Indonesia (BP2LHK  Palembang), FRIM Malaysia dan CIRAD Perancis tahun 2013 dalam rangka melaksanakan penelitian BioAsia Project, ketika melakukan investigasi jamur ektomikoriza di Kawasan Bukit Raje Mendare, Desa Rimba Candi, Kelurahan Candi Jaya, Kecamatan Dempo Tengah, Kota Pagar Alam, Provinsi Sumatera Selatan, dengan ketinggian tempat ± 1100 m dpl, menemukan jamur yang beraneka bentuk dan warna.

Jenis medang-medangan keluarga Lauraceae mendominasi di lokasi penelitian. Dari puluhan jenis jamur ditemukan dalam kegiatan investigasi, salah satunya adalah jamur yang mempunyai warna yang mencolok yang tergolong dalam genus Cortinarius. Jamur tersebut berwarna ungu, mirip dengan jamur yang dijumpai dalam film Smurf.

Jamur Cortinarius (Wikipedia)

Selain itu, ditemukan pula jamur genus Mycena yang mempunyai kemampuan memancarkan cahaya (Glowing mushroom), yang bagi pelaku penggiat hutan merupakan petunjuk atau penerang alami ketika melakukan perjalanan di malam hari. 

Kemampuan ini merupakan fenomena bioluminescience, yang umumnya lebih banyak ditemukan di daerah beriklim tropis. Cahaya yang dikeluarkan oleh jamur ini berasal dari zat luciferin yang bereaksi dengan oksigen, seperti halnya yang dimiliki oleh kunang-kunang dan plankton.

Jamur khas lain yang ditemukan di lokasi tesebut  adalah jenis  Coral fungus, yang berbentuk koral atau karang. Jamur yang berbentuk koral umumnya masuk dalam keluarga Clavulinaceae. Keberadaan jamur tersebut dapat menjadi pertanda adanya lingkungan yang baik. Pada kondisi lahan yang terdegradasi berat, karena penambangan misalnya, jika pasca pemulihan lahan ditemukan jenis jamur tersebut  maka hal itu merupakan indikator kondisi lahan yang telah bebas dari logam berat beracun.

Seperti halnya yang ditemukan di lahan bekas tambang timah di Malaysia, yaitu di Bidor, Perak, ketika dilakukan kunjungan dalam rangka BioAsia Project tahun 2015. Setelah 15 tahun pasca purna eksploitasi dan reklamasi yang dilaksanakan, jenis jamur tersebut banyak bermunculan, sebagai tanda telah pulihnya lahan pasca ekspoitasi tambang timah.

Satu lagi jamur yang patut diperhatikan jika kita memasuki hutan alam primer maupun sekunder, adalah Xylaria polymorpha atau yang dikenal dengan nama tenar “the dead man’s fingers”. Jenis jamur tersebut ditemukan di daerah tropis maupun subtropis. Peranannya sangat penting untuk mendukung ekosistem yang sehat, karena hidup dan berkembang di seresah atau batang pohon yang mati serta membantu memperlancar proses dekomposisi. Keberadaan  X. polymorpha turut membersihkan hutan dan membantu nutrisi untuk kembali ke tanah.

Jenis-jenis jamur yang ditemukan pada kondisi ekosistem yang baik umumnya akan beraneka ragam, karena jamur-jamur tersebut menjalankan peranannya dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Kontras dengan areal hutan yang telah terdegradasi atau terusik karena alih fungsi lahan. Keberadaan jamur di mana pun merupakan indikator dan pembawa pesan alam tentang apa yang telah dialami, yang sedang terjadi, dan kemungkinan apa yang akan terjadi.

Dr Maliyana Ulfa, Peneliti Silvikultur BP2LHK Palembang
Naskah asli dimuat di laman bpk-palembang.org