Kompak Ajukan Banding CLS Tumpahan Minyak Teluk Balikpapan
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Hukum
Selasa, 08 September 2020
Editor :
BETAHITA.ID - Gugatan warga atau citizen lawsuit (CLS) terhadap peristiwa tumpahan minyak di Teluk Balikpapan, berlanjut. Koalisi Masyarakat Peduli Tumpahan Minyak (Kompak) mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Balikpapan yang hanya mengabulkan sebagian dari seluruh gugatan yang diajukan.
Kuasa hukum Kompak, Fathul Huda Wirashadi menjelaskan, pada Selasa, 1 September 2020 kemarin, pihaknya telah mengajukan banding atas Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan terhadap Perkara Nomor Register: 99/Pdt.G/2019/PN.Bpp. Menurut Fathul, upaya banding itu dilakukan karena putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Balikpapan yang dibacakan pada 18 Agustus 2020 lalu itu tidak memuaskan.
"Alasannya, karena yang dikabulkan tidak sesuai dengan petitum. Ada juga dengan alasan bahwa kami tidak sependapat dengan isi putusan yang menolak permohonan agar Menteri LHK mencabut izin lingkungan Pertamina dianggap di luar skema CLS," kata Fathul, Senin (7/9/2020).
Dalam CLS tumpahan minyak Teluk Balikpapan yang diajukan Kompak, terdapat beberapa permohonan yang ditolak oleh majelis hakim. Di antaranya, pencabutan izin lingkungan Pertamina sebagai pemilik pipa minyak yang mengalami kebocoran dan permohonan agar para tergugat meminta maaf kepada publik atas kelalainnya.
Fathul menjelaskan, tujuan utama CLS itu dilakukan awalnya adalah untuk melestarikan lingkungan Teluk Balikpapan. Agar lebih sehat dan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Karena, menurut catatan Kompak, terdapat 5-6 kejadian pencemaran di Teluk Balikpapan. Setelah tragedi tumpahan minyak yang terjadi pada April 2018 lalu, tumpahan-tumpahan minyak lainnya juga terjadi di Teluk Balikpapan.
"Kemudian pada 2019 juga ada pencemaran lagi. Jadi Teluk Balikpapan ini sering tercemar oleh minyak dan lainnya. Juga ada limbah medis yang berceceran di pantai di dekat Rumah Sakit Bhayangkara milik Polda Kaltim," kata Fathul dalam Diskusi Publik Pembukaan Kalabahu LBH Samarinda, Tragedi Tumpahan Minyak: Warga Negara Menggugat, Penguasa Melawan yang digelar secara virtual, Senin (7/9/2020).
Terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi Kompak mengajukan banding atas putusan majelis hakim atas CLS tumpahan minyak Teluk Balikpapan. Alasan utama adalah dikarenakan terdapat sejumlah permohonan yang tidak dikabulkan. Di antaranya, tidak dikabulkannya pencabutan izin lingkungan dan pengawasan sanksi administratif yang sudah dijatuhkan kepada Pertamina.
"Ada juga dokumen rencana pemulihan Pertamina yang harusnya dipublikasikan. Yang menarik, dalam persidangan, pihak kuasa hukum dari KLHK tidak tahu perkembangan dari dokumen rencana pemulihan. Dan itu luput dalam pertimbangan majelis hakim."
Fathul juga menyoroti soal Perda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Perda yang dibuat oleh Gubernur Kaltim itu tidak sesuai dengan apa yang pihaknya minta. Pihaknya meminta agar Perda tersebut mengakomodasi wilayah tangkap nelayan tradisional di wilayah Balikpapan dan Penajam Paser Utara. Namun faktanya tidak demikian, perda dimaksud tidak mengakomodasi wilayah tangkap nelayan tradisional.
"Dan juga sebenarnya Perda RZWP3K itu cacat dokumen. Tidak ada sama sekali wilayah tangkap nelayan tradisional dalam dokumen itu. Terutama di wilayah Balikpapan. Kalau kita lihat di petanya, yang ada dalah daerah lingkungan kerja pelabuhan atau DLKP. Sampai ke hulu Teluk Balikpapan itu DLKP, jadi tidak ada wilayah tangkap nelayan tradisional di Balikpapan dan Teluk Balikpapan."
Mengenai adanya upaya banding yang juga dilakukan oleh Menteri LHK sebagai pihak Tergugat IV dan Menteri Perhubungan sebagai pihak Tergugat V. Fathul menganggap hal itu sah-sah saja dilakukan. Namun menurut Fathul upaya banding oleh oleh Tergugat IV dan V itu sebaiknya tidak perlu dilakukan.
"Tapi menurut saya tidak usahlah banding. Itukan uang rakyat juga yang digunakan untuk bayar biaya panjar banding. Selain itu, pemerintah ini aneh, diingatkan ada tanggung jawab yang belum dilakukan kok enggak mengakui. Malah melawan jadinya. Ini bukan soal menang kalah, ini soal perbaikan pemerintahan, juga supaya pemerintah melaksanakan seluruh kewajiban hukumnya kepada masyarakat," kata Fathul.
Koordinator Pokja 30 Kaltim, Buyung Marajo menambahkan, CLS tumpahan minyak ini merupakan upaya masyarakat Kaltim untuk mengingatkan kepada pemerintah, bahwa pemerintah mempunyai kewajiban melindungi masyarakatnya, lingkungannya, dan kehidupannya. Banyak persoalan-persoalan yang tidak selesai dengan hanya sebatas putusan dari pengadilan.
"Mengingat dampak-dampak yang dialami dari tumpahan minyak Balikpapan ini sangat besar sekali, bukan hanya pada ekosistem masyarakat, tapi juga pada kebijakan-kebijakan pemerintah itu menjadi kewenangan," kata Buyung, Senin (7/9/2020).
Buyung mengatakan, Kompak menilai putusan majelis hakim ini hanya memberikan ruang kepada pemerintah untuk membuat regulasi atau aturan-aturan yang mengatur jika terjadi tumpahan minyak lagi ke depannya. Menurutnya, dalam kasus tumpahan minyak Teluk Balikpapan, pihak tersangka, yakni Kapal MV Ever Judger, telah dilakukan ganti rugi. Namun hal itu tidak menjadi solusi terhadap pencemaran lingkungan yang terjadi.
"Jadi ada gugatan-gugatan yang krusial yang seharusnya segera dikabulkan, namun justru itu tidak dikabulkan. Hanya sebagian yang dikabulkan. Yang sebenarnya ranah penyelenggara negara yang wajib dilaksanakan, walaupun publik tidak melakukan gugatan."