Dingo Dikira Punah, Muncul di Carstensz
Penulis : Betahita.id
Biodiversitas
Rabu, 16 September 2020
Editor :
BETAHITA.ID - Dingo sebutan anjing liar, yang selama ini dianggap punah, ditemukan di kawasan Carstensz, Papua.
Dingo diyakini nyaris punah atau bahkan punah pada 1970-an. Hingga suatu saat -- sebagaimana dinukil dari BBC Indonesia (14/9/2020) -- Anang Dianto, insinyur mesin PT Freeport, mengunggah foto dan video dingo dalam akun sosial medianya. Dunia heboh. Dingo bukan hanya muncul, tapi telah beranak pinak.
Dingo yang biasa digunakan oleh sebagian suku di Papua Nugini dan Aborigin di Australia, Dingo datang 3.500 tahun lalu, bersama penutur Austronesia. Statusnya saat itu -- bersama babi dan ayam -- adalah binatang liar yang didomestifikasi alias dijinakkan, dan dipelihara manusia.
Dingo oleh Suku Moni dianggap sebagai hewan sakral, yang merupakan bagian dari leluhur mereka. Bahkan dingo ini dipercaya oleh Suku Moni, sebagai tuan tanah atau hewan penjaga Puncak Carstensz.
"Dingo dipercaya mampu berubah menjadi manusia pada malam hari. Dingo juga diyakini memiliki kekuatan mistis dapat mengendalikan cuaca di kawasan Cartensz. Mampu mendatangkan kabut dan hujan es. Dingo sering terlihat memantau dari jauh para pendaki yang akan menuju Puncak Carstensz," ujar arkeolog Hari Suroto, yang juga peneliti Balai Besar Arkeologi Papua.
Dingo sangat peka sekali pada sinar bulan. Pada saat bulan purnama, dingo menyambutnya dengan saling melolong bersahut-sahutan. Lolongan yang berirama ini, bersahut-sahutan dari arah timur menuju ke arah barat, mengikuti arah pergerakan sinar bulan.
Dingo terkadang mendatangi permukiman Suku Moni meminta makan. Orang-orang dari Suku Moni, memberi mereka ubi jalar bakar atau singkong bakar. Meskipun sebagian besar jenis anjing adalah karnivora, dingo tetap melahap ubi bakar itu.
Keberadaan dingo ditemukan pertama kali pada 1897 oleh Charles Walter De Vis. Anjing ini diberi nama New Guinea Singing Dog atau anjing Papua yang bernyanyi. Spesies anjing itu terakhir terlihat pada 1976 di Dataran tinggi Papua Nugini. Setelah itu tak ada lagi yang bisa menemukan mereka di alam liar sehingga dingo dianggap punah.
Walaupun di alam liar tidak ditemukan tetapi dingo dipelihara di pusat konservasi di Australia, Amerika Serikat dan Jerman.
Jika di alam liar dataran tinggi Papua Nugini, anjing bernyanyi sudah sulit dijumpai, rupanya dingo masih dijumpai di taman Nasional Lorenz dan kawasan Puncak Carstensz, Papua.
"Hasil tes DNA menunjukkan bahwa dingo memang jenis anjing tertua yang ada saat ini, dan ternyata memiliki hubungan darah dengan dingo Australia (Canis dingo)," ujar Hari Suroto.
Penyebutan dingo, secara linguistik juga memiliki kesamaan. Suku Aborigin menyebut anjing Australia dengan nama Dingo. Suku Moni juga menyebut anjing yang ada di kawasan Carstensz dengan nama dingo.
Bila mamalia Papua berciri khas memiliki kantong di perutnya, maka dingo bisa dipastikan merupakan hewan yang dibawa oleh manusia dari luar. Pada 3.500 tahun lalu, gelombang migrasi manusia Austronesia datang dari Pasifik Selatan. Mereka membawa binatang yang kemudian diperkenalkan kepada orang Papua, berupa anjing, ayam dan babi.
Saat ini keberadaan dingo terancam oleh alih fungsi lahan yang merusak habitat mereka, seperti pembukaan lahan untuk areal pertambangan atau perambahan hutan. "Selain itu juga, dingo secara genetik sangat rawan tercampur dengan anjing rumahan, sehingga keberadaan dan keaslian dingo di alam liar harus tetap dijaga dan dilindungi," papar Hari Suroto.
Untuk melestarikan dingo dalam alam pikiran rakyat Papua, sangat diperlukan penelitian dan pendokumentasian cerita rakyat yang berkaitan dengan asal usul dingo di Puncak Carstensz. Serta kearifan lokal yang berkaitan dengan dingo.
TERAS.ID | TEMPO.CO