PBB: Ganja Bukan Lagi Zat Berbahaya

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Minggu, 06 Desember 2020

Editor :

BETAHITA.ID - Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan ganja dan derivatifnya dari daftar narkotika berbahaya. Kini, ganja tidak lagi termasuk dalam Kategori IV 1962 Single Convention on Narcotic Drugs, yang merupakan zat opioid berbahaya dan aditif seperti heroin.

Keputusan itu diambil oleh Komite Obat Narkotika (CND) PBB setelah penggunaan kanabis dibatasi selama 59 tahun. Dalam keterangan tertulisnya, PBB mengatakan “selama bertahun-tahun, larangan tersebut menyebabkan ganja tidak diperbolehkan, meskipun bermanfaat dalam dunia medis,” pada Rabu, 2 Desember 2020.

Menurut PBB, keputusan bersejarah tersebut membuka pintu bagi potensi penelitian medis dan terapeutik.

"Ini merupakan kemenangan besar dan bersejarah bagi kita,” kata Kenzi Riboulet-Zemouli, peneliti independen kebijakan obat-obatan, dikutip The New York Times. Menurut Riboulet-Zemouli, kanabis telah digunakan dalam sejarah pengobatan dan keputusan badan tersebut memperkuat statusnya.

Daun Ganja (wikipedia)

"Kami harap keputusan ini dapat mendorong lebih banyak negara untuk menciptakan kerangka kerja yang mengizinkan pasien yang membutuhkan agar dapat mengakses perawatan ini," kata wakil presiden Canopy Growth, Dirk Heitepriem, sebuah perusahaan kanabis asal Kanada.

Beberapa tahun terakhir, penggunaan ganja untuk tujuan medis meningkat. Beberapa penelitian mengungkap, salah satu turunan kanabis yang disebut cannabidiol (CBD) dapat melindungi sistem syaraf dan meredakan kejang, rasa sakit, kecemasan, dan inflamasi. Produk sehari-hari yang menggunakan CBD sebagai salah satu bahan baku juga semakin meningkat, mulai dari krim, serum, air soda, dan jus instan.

Klasifikasi ulang kanabis direkomendasikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pertama kali pada 2019. Saat itu WHO mengklarifikasi bahwa CBD yang merupakan senyawa tidak beracun tidak termasuk dalam kendali internasional.

Saat ini lebih dari 50 negara telah mengadopsi program pengobatan menggunakan kanabis. Sementara itu Kanada, Uruguay, dan 15 negara federal Amerika Serikat telah melegalkan penggunaan rekreasinya. Meksiko dan Luksemburg disebut akan melakukan hal serupa.

Komite obat-obatan PBB tersebut berbasis di Wina dan termasuk di dalamnya adalah 53 negara. Dalam proses pemilihannya, 27 negara setuju termasuk Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Sementara itu, 25 negara termasuk Indonesia, Rusia, Mesir, Cina, Nigeria, dan Pakistan menolak. Ukraina memilih abstain. 

Menanggapi keputusan CND tersebut, Kepala Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Brigjen Sulistyo Pudjo menegaskan saat ini Indonesia masih melarang penggunaan ganja untuk

Menurut dia, kesepakatan tersebut juga berimbas pada penegakan hukum di seluruh dunia termasuk Indonesia. Misalnya ketika mengimpor obat-obatan dari negara-negara yang melegalkan ganja untuk pemanfaatan medis.

"Ke depan timbul dinamika hukum yang berat. Kaitanya dengan impor obat dikhawatirkan obat yang mengandung ganja masuk ke Indonesia," katanya seperti dikutip Merdeka.

Terlepas dari itu, Pudjo menyatakan, Indonesia tetap berpedoman kepada Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Siapapun yang menyalahgunakan ganja dapat dijerat pidana.