Masa Depan Bumi Suram, dari Krisis Iklim hingga Kepunahan Massal

Penulis : Kennial Laia

Perubahan Iklim

Sabtu, 16 Januari 2021

Editor :

BETAHITA.ID - Planet Bumi tengah menghadapi “masa depan mengerikan dari kepunahan massal, gangguan kesehatan, dan peningkatan dampak krisis iklim” yang mengancam kelangsungan hidup manusia akibat ketidakpedulian dan kelambanan, menurut sekelompok ilmuwan internasional. 

Kelompok tersebut, terdiri atas 17 pakar dari Amerika Serikat, Meksiko, dan Australia, memperingatkan bahwa dunia masih belum sepenuhnya memahami urgensi dari keanekaragaman hayati dan krisis iklim. Mereka bilang planet Bumi sebenarnya berada dalam kondisi yang jauh lebih buruk dari yang kebanyakan dipahami kebanyakan orangbahkan ilmuwan.

Baca juga Studi: Krisis Iklim Akan Turunkan Kelembaban di Kota-kota Dunia

“Skala ancaman terhadap biosfer dan semua bentuk kehidupan, termasuk manusia, sebenarnya sangat sulit dipahami bahkan oleh para ahli yang berpengetahuan luas,” tulis mereka di laporan yang terbit di jurnal Frontier in Conservation Science, Rabu, 13 Januari 2021. 

Beberapa anak pulang sekolah di tengah asap akibat bencana kebakaran hutan dan lahan 2015. Foto: Greenpeace

Laporan tersebut berargumen, penundaan antara penghancuran alam dan dampak dari aksi tersebut membuat orang tidak menyadari betapa besar dan luas masalah ini. “Banyak yang kesulitan memahami kehilangan ini, meskipun terjadi erosi terus-menerus pada struktur peradaban manusia.”

Tanpa tindakan darurat, gangguan seperti migrasi massal akibat iklim, lebih banyak pandemi, dan konflik atas sumber daya tidak akan terhindarkan. 

“Seruan kami bukanlah untuk menyerah. Kami bertujuan memberikan pemimpin dunia ‘pancuran air dingin’ yang realistis mengenai kondisi Bumi. Ini penting untuk perencanaan guna menghindari masa depan yang mengerikan,” tulis laporan itu. 

Untuk menghadapi isu membutuhkan perubahan yang luas terkait kapitalisme global, pendidikan dan kesetaraan, kata laporan itu. Ini termasuk menghapus gagasan tentang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, menakar harga eksternalitas lingkungan dengan tepat, menyetop penggunaan energi fosil, mengekang lobi perusahaan, dan memberdayakan perempuan. 

Selain itu, pertumbuhan populasi dunia juga menjadi salah satu faktor , degradasi lahan dan hilangnya biodiversitas. “Semakin banyak manusia berarti semakin banyak senyawa sintetis dan plastik berbahaya diproduksi, banyak diantaranya menambah toksifikasi bumi yang meningkat. Hal ini juga memicu resiko pandemi yang dapat mengakibatkan perebutan sumber daya,” tulis laporan itu.  

Dampak dari krisis iklim lebih nyata dari hilangnya biodiversitas, namun masyarakat telah gagal memotong emisi, tulis laporan itu. Jika manusia memahami besarnya krisis perubahan dalam politik dan kebijakan dapat menyamai beratnya ancaman. 

Baca juga Krisis Iklim: 8 Cara Menyulap Rumah Jadi Ramah Lingkungan

“Poin utama kami adalah ketika Anda menyadari skala dan urgensi dari masalah ini, jelas bahwa kita membutuhkan aksi yang lebih dari tindakan individual semacam mengurangi penggunaan plastik dan konsumsi daging, atau membatasi perjalanan,” kata Professor Daniel Blumstein dari University of California, salah seorang tim penulis kepada The Guardian. 

“Poin kami adalah kita memerlukan perubahan sistematis yang besar dan cepat,” kata Blumstein.