Banjir Kalsel, Walhi: Darurat Bencana Ekologis
Penulis : Betahita.id
Lingkungan
Minggu, 17 Januari 2021
Editor :
BETAHITA.ID - Banjir besar di 7 kabupaten dan kota di Kalimantan Selatan sampai Jumat (15/1/2021) merupakan akibat dari perusakan alam yang dilakukan korporasi dan pemerintah dalam alih fungsi lahan untuk tambang dan kebun sawit. Hal itu dikatakan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono.
Baca juga Pulau Pari Banjir Rob, Walhi: Dampak Perubahan Iklim
Kepada CNN Indonesia, Jumat, ia mengatakan selain faktor cuaca, ada faktor lain yang membuat banjir di Kalsel kian parah dari tahun ke tahun, yakni darurat ruang dan darurat bencana ekologis.
Menurut dia, dari 3,7 juta hektar total luas lahan di Kalsel, hampir 50 persen di antaranya sudah dikuasai oleh perusahaan tambang dan kelapa sawit. Kisworo menjelaskan, kerusakan ekosistem alami di daerah hulu yang berfungsi sebagai tangkapan air menyebabkan kelebihan air di daerah hilir yang mengakibatkan banjir.
Baca juga LIPI: 600 Sungai Induk Berpotensi Sebabkan Banjir 1,4 Juta Ha
Menurut dia, banjir pada awal tahun ini merupakan banjir terparah sejak tahun 2006. Namun begitu, Kisworo mengatakan, sejak 2006, bencana banjir terus berulang tanpa ada perhatian khusus dari pemerintah.
Itu sebabnya, Walhi mendesak agar pemerintah pusat dan daerah mulai tanggap bencana baik sebelum, sesaat, dan pasca bencana.
Kemudian, pemerintah juga diminta untuk meninjau pemberian izin industri ekstraktif, menyetop izin baru pembukaan lahan baik untuk lahan sawit maupun tambang.
Kemudian penegakan hukum, terutama terhadap perusahaan perusak lingkungan, memperbaiki atau memulihkan kerusakan lingkungan hidup, mereview kembali Rencana Tata Ruang dan Wilayah, serta memastikan keselamatan rakyat dan bencana banjir tidak terulang kembali.
"(Bencana di Kalsel) Terulang terus. Kalau hujan banjir, kalau kemarau kebakaran hutan dan lahan. Pemerintah masih gagap dan gagal untuk menanggulanginya," kata Kisworo.
Direktur Eksekutif Walhi Nasional, Nur Hidayati, juga menyayangkan kerusakan lingkungkan yang terus berlanjut di Kalimantan, sehingga berbuah bencara seperti banjir besar di Kalsel itu.
“Memang banjir ini diduga kuat akibat ekosistem yang sudah kehilangan daya dukungnya. Sehingga ketika ada cuaca ektrim, maka daya dukungnya kolaps dan mengakibatkan bencana,” ujar Nur Hidayati kepada JawaPos.com, Sabtu (16/1).
Nur Hidayati mengatakan, bahwa pemanfaatan lahan untuk usaha penambangan dan perkebunan yang tidak dilakukan dengan amdal yang baik telah menyebabkan rusaknya ekosistem. Berdasarkan catatan Walhi Kalimantan Selatan terdapat 814 lubang milik 157 perusahaan tambang batubara. Sebagian lubang tersebut masih berstatus aktif.
“Sebagian lubang masih berstatus aktif dan sebagian lagi ditinggalkan tanpa reklamasi,” katanya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana melaporkan sebanyak 7 Kabupaten/Kota terdampak banjir diKalimantan Selatan, yaitu Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kota Banjar Baru, Kota Tanah Laut, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Balangan dan Kabupaten Tabalong.
Tercatat sebanyak 27.111 rumah terendam banjir dan 112.709 warga mengungsi di Provinsi Kalimantan Selatan akibat hujan dengan intensitas sedang menyebabkan banjir yang terjadi pada Selasa (12/1/2021)