Otonomi Khusus Tak Lindungi Wilayah Adat Papua
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Lingkungan
Rabu, 03 Februari 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Yayasan Pusaka Bentala Rakyat yang selama beberapa tahun belakangan melakukan pendampingan terhadap masyarakat adat di beberapa daerah di Tanah Papua, menilai otonomi khusus yang dimiliki Papua tak cukup melindungi wilayah adatnya. Hal itu diungkap Rassela Melinda, Peneliti Yayasan Pusaka Bentala Rakyat dalam wawancara bersama betahita, kemarin.
Menurut Rassela, mandat otonomi khusus (otsus) sebenarnya adalah untuk melindungi, mengakui dan menghormati wilayah adat di Tanah Papua. Itu bisa dilihat dari substansi pasal-pasalnya. Setiap investasi yang masuk harus mendapatkan persetujuan dari banyak pihak termasuk masyarakat Adat.
"Namun menurut kami itu belum cukup, pengakuan seperti itu setengah hati, masih abai terhadap konteks lokal di tingkat akar rumput,” ujarnya.
Masyarakat, kata Rassela. kadang tidak tahu menahu bahwa ada izin di atas tanah mereka.” Sering kali lalu perusahaan datang berkata bahwa mereka sudah dapat izin dan tinggal meminta persetujuan dari masyarakat untuk memulai aktivitas,” ujar Rassela.
Permasalahan tersebut, kata Rassela, mengandung logika terbalik. Pemilik sah tanah ulayat di Tanah Papua adalah masyarakat adat.
Negara hadir justru baru belakangan, sehingga izin apapun itu yang dikeluarkan, harus pertama-tama bertanya dan meminta izin kepada masyarakat adat, bukan menempatkan persetujuan adat di ujung proses.
Sehingga ketidaktahuan itulah yang kadang membuat masyarakat adat sering berada pada situasi rumit perundingan atau proses mendapatkan persetujuan.
"Pengakuan itu harus sifatnya aktif, inventarisir wilayah adat dan keberadaan masyarakat adat. Dan dari sana dibuat komitmen jangan menerbitkan izin apapun sebelum berkonsultasi dengan masyarakat adat. Jangan tempatkan masyarakat hukum adat di ujung saja, tapi dari awal. Sebenarnya sudah ada perdasus, tapi syaratnya juga sangat rumit," tutup Rassela.
Selama ini Yayasan Pusaka Bentala Rakyat berokus memberikan bantuan hukum, peningkatan kapasitas, misalnya soal pengetahuan tentang aturan-aturan, pemetaan partisipatif wilayah adat, memfasilitasi lobi dan diskusi dengan pengambil kebijakan, riset partisipatif dan kampanye.