Secuil Cerita PT Jhonlin Baratama yang Tengah Tergulung Perkara

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Tambang

Senin, 08 Maret 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Nama PT Jhonlin Baratama (JB) muncul dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi, berupa penerimaan hadiah atau janji, yang melibatkan dua pejabat di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak pada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dua pejabat dimaksud adalah Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian, Angin Prayitno Aji dan Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan pada Ditjen Pajak, Dadan Ramdani.

Dalam kasus yang tengah disidik oleh KPK tersebut, ada dua nama perusahaan wajib pajak lainnya yang juga terlibat, selain PT JB. Yakni PT Gunung Madu Plantations dan PT Bank Pan Indonesia. Suap dan gratifikasi yang diterima oleh dua pejabat pada Ditjen Pajak dari tiga perusahaan wajib pajak ini nilainya konon mencapai Rp50 miliar.

Khusus PT JB, penerimaan hadiah atau janji yang dilakukan kepada dua pejabat Ditjen Pajak itu dilakukan oleh Agus Susetyo, Direktur Susetyo Suharto Advisory, yang merupakan konsultan pajak PT JB, tahun pajak 2016 dan 2017.

(Baca juga:Perkara Dugaan Suap Pajak dan Kutukan Menteri Sri)

Salah satu bekas lubang tambang di Kalimantan Selatan/foto:Auriga Nusantara

PT JB diketahui merupakan salah satu anak usaha Jhonlin Group, sebuah grup usaha yang memiliki jaringan bisnis hingga di berbagai sektor usaha, milik konglomerat Samsudin Andi Arsyad, atau dikenal dengan nama Haji Isam. Bidang usaha yang dijalankan perusahaan yang didirikan pada 2003 dan berkantor pusat di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel) itu, adalah dalam bentuk jasa kontraktor penambangan.

Yang meliputi penyediaan tenaga kerja, dana, material, peralatan, pengawasan, administrasi, transportasi dan akomodasi, kantor, coal preparation plant, loading conveyor dan pelabuhan untuk melaksanakan pekerjaan pertambangan. Namun, PT JB juga disebut-sebut sebagai penghasil dan pengekspor batu bara. (Berdasarkan laporan Batu Bara dan Ancaman Korupsi yang dirilis Indonesia Corruption Watch (ICW), Pada 2014-2016 Jhonlin Group tercatat dalam daftar perusahaan pengekspor batu bara ke Filipina, sebesar 436.066 ton).

Dalam menjalankan bisnisnya, PT JB mengadakan perjanjian untuk jasa pertambangan dengan perusahaan-perusahaan atau badan usaha pemegang izin usaha pertambangan (IUP). Sejauh ini terdapat beberapa perusahaan dan badan usaha pemegang IUP yang tercatat melakukan kerja sama, dalam bentuk kontrak penambangan, dengan PT JB. Yakni, dengan konsorsium PT Arutmin Indonesia dan PT Darma Henwa, PT Baramega Citra Mulia Persada (BCMP), KUD Gajahmada, dan PT Yiwan Mining.

Terdapat sedikitnya enam situs area pertambangan yang sedang dikerjakan oleh PT JB, lokasinya berada di Provinsi Kalsel dan Kalimantan Tengah (Kalteng). Yakni area pertambangan Sungai Dua, Sungai Danau, Asam-Asam, Kintap, Konawe dan Muarateweh.

Berdasarkan data dokumen Administrasi Hukum Umum PT JB, diketahui terdapat tiga nama yang tercatat sebagai pemegang saham di perusahaan tersebut. Yakni Hj. Nurhayati, PT Jhonlin Group dan H. Samsudin Andi Arsyad. Kemudian, ada nama Fahrial yang duduk sebagai Direktur Utama, Fahruzzanini dan Sutarno sebagai Direktur. Kursi Komisaris Utama diduduki oleh Aryanto Sutadi, serta Andi Syahrudin dan Krido Sudibyo sebagai Komisaris.

Sebenarnya sayap bisnis Jhonlin Grup cukup luas membentang. Mencakup banyak urusan. Kali ini kita bicara soal Jhonlin Baratama, perusahaan milik Haji Isam yang sedang tergulung perkara suap yang kini ditangani KPK.

Ya, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK tengah melakukan penyidikan terhadap kasus dugaan suap pajak di Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan. Nilai suap dalam kasus ini diperkirakan mencapai puluhan miliar Rupiah. “Nilai suapnya besar juga, puluhan miliar,” kata Wakil Ketua Alexander Marwata di kantornya, Jakarta, Selasa pekan lalu.

Alex mengatakan modus korupsi ini dilakukan dengan cara para wajib pajak memberikan uang kepada pejabat pajak agar nilai pembayaran lebih rendah dari seharusnya. Menurut sumber yang mengetahui penyidikan kasus ini, ada sejumlah perusahaan yang diduga merekayasa pajak. Salah satunya adalah perusahaan tambang di Kalimantan.

Jumlah uang yang diduga diberikan mencapai Rp 30 miliar. Uang diduga diberikan melalui konsultan pajak. Perusahaan itu mengurus pemeriksaan pajak untuk tahun 2016 dan 2017. Pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak diduga terjadi pada 2019.

Dari pemberian uang itu, diduga nilai kurang bayar pajak perusahaan pada 2016 menyusut. Sementara pada 2017, jumlah lebih bayar pajak menjadi bertambah daripada yang seharusnya. Lebih bayar atau restitusi merupakan kelebihan pembayaran pajak oleh suatu pihak, sehingga negara harus mengembalikan nilai kelebihannya kepada pihak tersebut.