Pemerintah Hapus Limbah Batu Bara dari Daftar Berbahaya

Penulis : Tim Betahita

Energi

Jumat, 12 Maret 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Pemerintah menghapus Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) dari daftar limbah B3 alias bahan berbahaya dan beracun. FABA ini tak lain adalah limbah padat hasil pembakaran batu bara di PLTU, boiler, dan tungku industri untuk bahan baku konstruksi.

Penghapusan ini dilakukan lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ini merupakan salah satu aturan turunan UU Cipta Kerja.

"Penyusunan PP 22 yang dikawal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membutuhkan proses yang cukup panjang dan akhirnya mengeluarkan FABA dari Daftar B3," kata Deputi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Maritim Nani Hendriati dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis, 3 Maret 2021.

Semula, limbah batu bara ini masuk dalam daftar B3 pada PP 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3. Beleid tersebut dicabut lewat PP 22, bersama empat PP lainnya.

Ilustrasi PLTU batu bara/Dok.ICEL

Bab Penjelasan Pasal 459 Ayat 3 Huruf C pada PP 22 menyebutkan limbah batu bara ini termasuk non-B3 yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku konstruksi pengganti semen pozzolan. "Dengan teknologi boiler minimal CFB (Ciraiating Fluidized Bed)."

Tapi jauh sebelum PP 22 ini terbit, sebanyak 16 asosiasi yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) sudah mengusulkan agar FABA dikeluarkan dari daftar limbah B3. "Karena berdasarkan hasil uji-ujinya pun menyatakan bahwa FABA bukan merupakan limbah B3,” ujar Ketua Umum Apindo Haryadi B. Sukamdani pada 18 Juni 2021.

Hariyadi mengutip sejumlah hasil dari uji toksikologi Lethal Dose-50 (LD50), serta Toxicity Leaching Procedure (TCLP) dari beberapa uji petik kegiatan industri. Hasilnya menunjukkan bahwa FABA tersebut memenuhi ambang batas persyaratan yang tercantum dalam PP 101.

Sehingga, FABA ini dapat dikategorikan sebagai limbah non B3. "Seperti halnya di beberapa negara, antara lain Amerika Serikat, Cina, India, Jepang, dan Vietnam," kata dia.