Penghapusan Limbah Batubara dari Daftar Berbahaya Dikritik Keras

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Jumat, 12 Maret 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Terbitnya peraturan yang telah menghapus limbah batu bara sebagai limbah berbahaya mengundang kritik dari kelompok masyarakat sipil. Melalui akun media sosial Instagram, koalisi bernama Bersihkan Indonesia menyebut bahwa PP Nomor 22 Tahun 2021 “sebuah kabar yang sangat buruk bagi kelestarian lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat,” tulis akun Instagram @bersihkanindonesia.

Melalui Twitter, Trend Asia (TrendAsia_Org) mengatakan keputusan pemerintah tersebut bermasalah karena dampaknya sangat bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.

“Padahal, limbah batubara sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat karena mengandung senyawa kimia seperti arsenic, timbal, merkuri, dsb. Karena itu mayoritas negara di dunia masih mengategorikan limbah batubara seabgai limbah berbahaya dan beracun,” cuit Trend Asia. 

Pemerintahan Presiden Joko Widodo mengeluarkan limbah batu bara dari kategori limbah beracun dan berbahaya (Limbah B3). Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang terbit Kamis, 11 Maret 2021.

Presiden Jokowi saat memimpinan rapat koordinasi nasional penanganan karhutla 2020., 6 Februari 2020. Foto: Istimewa

Beleid itu secara khusus menghapus flying ash and bottom ash (FABA) dari daftar Limbah B3. Jenis limbah ini padat dan berasal dari proses pembakaran batu bara pada pembangkit listrik tenaga listrik (PLTU), boiler, dan tungku industri. 

PP Nomor 22 Tahun 2021 merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law. Aturan ini menggantikan PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang diteken Presiden Jokowi pada 2 Februari 2021.

Salah satu pasal (Pasal 458 (3) Huruf C membunyikan bahwa fly ash batu bara (FABA) dari PLTU dan aktivitas lain bukan lagi kategori Limbah B3, melainkan nonB3.

“Pemanfaatan limbah nonB3 sebagai bahan baku yaitu pemanfaatan Limbah nonB3 khusus seperti fly ash batubara dari kegiatan PLTU dengan teknologi boiler minimal CFB (Circulating Fluidized Bed) dimanfaatkan sebagai bahan baku konstruksi pengganti semen pozzolan.”

Pasal tersebut berbeda dengan aturan sebelumnya yang mengategorikan debu batu bara dari PLTU sebagai Limbah B3. Hal itu tertuang dalam Pasal 54 Ayat 1 Huruf a PP 101/2014.

Contoh Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi bahan baku antara lain Pemanfaatan Limbah B3 fly ash dari proses pembakaran batu bara pada kegiatan PLTU yang dimanfaatkan sebagai substitusi bahan baku alumina silika pada industri semen.” Aturan ini tak lagi berlaku dengan terbitnya peraturan yang baru tersebut.  

Berkebalikan dengan sikap Indonesia Bersih, aturan baru tersebut mendapat dukungan dari kalangan pengusaha. Ketua Dewan Pimpinan Nasional Apindo Haryadi B Sukamdani mengatakan 16 asosiasi di Apindo setuju mengajukan penghapusan FABA dari daftar Limbah B3 karena tidak termasuk limbah berbahaya dan beracun.

“Padahal, dari hasil uji karakteristik dari industri menunjukkan bahwa FABA memenuhi baku mutu/ambang batas persyaratan yang tercantum dalam PP Nomor 101 Tahun 2014, sehingga dikategorikan sebagai limbah nonB3, seperti halnya di beberapa negara, antara lain Amerika Serikat, Cina, India, Jepang, dan Vietnam,” kata Haryadi, seperti dikutip CNN Indonesia.