Penyidik KLHK Tahan Pemilik Kayu Ilegal di Kepulauan Aru

Penulis : Tim Betahita

Hutan

Senin, 22 Maret 2021

Editor :

BETAHITA.ID -  Penyidik Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) wilayah Jabalnusra menahan dua orang diduga memiliki kayu ilegal. Keduanya ditangkap di Ambon dan kini dibawa ke Surabaya.

Dua orang itu yakni WD (49) yang merupakan pimpinan KSU Cendrawasih beralamat di Jalan Rabiajala RT 001/RW 004 Kelurahan Siwalima, Kecamatan Pulau-pulau Aru, Kabupaten Kepulauan Aru. Dan JH (38) selaku pimpinan CV Muara Tanjung yang beralamat di Jalan Djalabil, RT/RW 001/004, Desa Siwalima, Kecamatan Pulau-pulau Aru, Kabupaten Kepulauan Aru.

"Kasus ini berawal dari hasil pengaduan masyarakat terkait pengiriman kayu illegal dari Kepulauan Aru ke Surabaya, melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, dengan menggunakan kapal KM Darlin Isabel dan KM Asia Ship. Dari hasil pemeriksaan saksi dan ahli, penyidik memiliki bukti kuat yang menunjukkan perusahaan memiliki kayu illegal dan menyalahgunakan dokumen SKSHHKO," ujar Muhammad Nur, Kepala Balai Gakkum KLHK wilayah Jabalnusra dalam keterangannya, Minggu (21/3/2021).

Nur menjelaskan kronologi penangkapan keduanya. Awalnya, penyidik Gakkum Jabalnusra mendatangi lokasi izin tebangan di Kepulauan Aru, Ambon. Saat diperiksa, kedua tersangka tersebut tidak mampu memperlihatkan tonggak hasil tebangan di lokasi izinnya.

Ilustrasi kayu ilegal hasil pembalakan liar. Foto: Cifor.

"Saat petugas memeriksa kayu-kayu, ada ketidaksesuaian antara fisik kayu dengan dokumen SKSHHKO (Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu Olahan). Berdasarkan hasil pemeriksaan pelaku di Ambon, 18 Maret 2021 lalu, penyidik mengeluarkan surat penangkapan dan membawa tersangka ke Surabaya dan menitipkan di Rutan Polda Jawa Timur, untuk diperiksa sebagai tersangka," terangnya.

Muhammad Nur membeberkan, dari kedua tangan tersangka, Balai Gakkum KLHK Jabalnusra menyita barang bukti sebanyak 4.832 batang (77,3086 m3) dan 4.483 batang (134,7062 m3) kayu merbau. Selain itu, pihaknya juga menyita dokumen SKSHHKO kedua perusahaan itu.

Atas perbuatannya, para tersangka akan dikenakan Pasal 88 Ayat 1 Huruf c Jo, Pasal 15 Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 2,5 miliar.

DETIK.COM|