Rencana Pemerintah Bangun Hotel di Hutan Bowoise Ditentang Keras

Penulis : Tim Betahita

Hutan

Jumat, 26 Maret 2021

Editor :

BETAHITA.ID -  Pemerintah akan membangun fasilitas pariwisata berupa resort hingga hotel mewah di lahan seluas 400 hektare, wilayah Hutan Bowosie, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun, rencana pemerintah ini menuai kritik dari aktivis lingkungan hidup dan banyak elemen lain di masyarakat.

Pemerintah Provinsi NTT dan sejumlah pihak terkait menggelar rapat membahas dokumen amdal serta Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPL), RPL rencana usaha, dan kegiatan Badan Otorita Pariwisata (BOP) Labuan Bajo Flores.

"Telah dilaksanakan rapat komisi amdal terhadap dokumen amdal dan RKL RPL rencana usaha dan atau kegiatan BOP Labuan Bajo Flores untuk lahan seluas 399,22 hektare," kata Ketua Tim Teknis KPA Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTT, Petrus Berek Klau kepada CNNIndonesia.com, kemarin.

Mengutip dokumen penilaian amdal proyek yang disampaikan Petrus, kawasan pariwisata akan dibangun di Desa Gorontalo, Desa Golo Bilas, dan Kelurahan Waekelambu, Kecamatan Komodo.

Pembukaan hutan alam skala besar di RAPP Sungai Kampar, 30 Mei 2012./Foto: Dokumentasi Eyes on The Forests

Petrus mengungkap fasilitas wisata yang dibangun meliputi 114,73 hektare zona budaya, 62,81 hektare zona rekreasi dan hiburan, 89,25 hektare zona alam liar dan 132,43 hektare zona petualangan.

Pada zona budaya serta rekreasi dan hiburan bakal dibangun hotel, resort, pusat pertunjukan budaya dan galeri budaya. Kemudian pada zona petualangan akan dibuat fasilitas glamping eksklusif atau perkemahan mewah.

Sementara pada zona alam liar akan dibangun galeri koleksi flaura dan fauna yang perlu dilindungi, restoran, pusat informasi dan amphitheater.

Petrus mengatakan pelepasan kawasan hutan untuk proyek pariwisata ini sudah mendapat izin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Surat Persetujuan Menteri LHK No. S.889/2020 tertanggal 16 Desember 2020.

Surat itu, menyetujui Tukar Menukar Kawasan Hutan (TMKH) seluas 135,22 hektare dan izin pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam seluas 264 hektare.

Petrus juga menekankan pihaknya sudah memberikan sejumlah rekomendasi untuk memastikan pembangunan kawasan wisata tidak mengganggu aktivitas hidrogeologi karena lokasinya yang berada di wilayah sumber mata air.

Dalam hal ini, Dinas LHK menyarankan pengelola proyek melakukan analisa dan antisipasi untuk meminimalkan potensi konflik sosial yang dinilai sangat memungkinkan terjadi terkait kebutuhan air bersih masyarakat setempat.

Dokumen penilaian amdal ini merupakan hasil sidang amdal yang digelar pada Rabu lalu bersama pemerintah setempat, pengelola proyek dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) di bidang lingkungan.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTT menjadi salah satu LSM yang diundang. Direktur Eksekutif Walhi NTT Umbu Wulang Tanaamah Paranggi mengatakan pihaknya menolak amdal proyek tersebut dan meminta pembangunan ditunda.

Umbu mendapati beberapa hal belum dipetakan dengan jelas oleh pengelola proyek, khususnya terkait masalah lingkungan.

Ia juga mempertanyakan lokasi proyek tersebut. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Barat Nomor 9 Tahun 2012, kawasan tersebut adalah kawasan budidaya yang meliputi hutan produksi.

"Itu kawasan budidaya dengan peruntukkan hutan produksi. Tidak ada (peruntukkan) wisata. Sedangkan dalam pembangunan kesesuaian ruang itu kan jadi vital. Kalau enggak sesuai, enggak boleh dibangun," kata Umbu kepada CNNIndonesia.com.

Umbu mengatakan lokasi pembangunan fasilitas wisata juga berada di kawasan 11 sumber mata air NTT yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat. Ia khawatir proyek bakal mengganggu kehidupan warga dan daya dukung lingkungan di sana.

Belum lagi, kata Umbu, setiap pembangunan pasti berdampak pada penebangan hutan dan lahan di kawasan tersebut. Menurutnya, perekonomian masyarakat setempat juga sangat bergantung pada Hutan Bowosie.

Lebih lanjut, Umbu mengatakan pengelola kawasan itu sejauh ini tak bisa memperlihatkan surat perizinan dan pengalihan lahan di kawasan tersebut meskipun terus mengklaim memilikinya.

Ia lantas meminta pihak pengelola dan pemerintah daerah mengundang warga Desa Golo Bilas dan Desa Gorontalo dalam sidang amdal. Menurut kesaksiannya, sidang pekan lalu tidak mengundang warga yang justru berpotensi paling terdampak.

CNNIndonesia.com telah berupaya mengkonfirmasi pemberian izin pelepasan kawasan hutan kepada Plt. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK Ruandha A. Sugardiman, namun belum mendapat jawaban.

Pengembangan pariwisata di Labuan Bajo sendiri termasuk dalam Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP) yang diatur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) hingga 2022.

CNN INDONESIA|