Pernyataan Bersama AS dan China Soal Krisis Iklim
Penulis : Tim Betahita
Perubahan Iklim
Senin, 19 April 2021
Editor :
BETAHITA.ID - AS dan China memberikan pernyataan bersama pada akhir pekan lalu. Kedua negara menyatakan "berkomitmen untuk bekerja sama" terkait isu-isu perubahan iklim yang mendesak.
Pernyataan itu disampaikan menyusul lawatan utusan khusus iklim AS, John Kerry, ke Shanghai.
"AS dan China berkomitmen untuk saling bekerja sama dan dengan negara-negara lain untuk mengatasi krisis iklim, yang harus ditangani dengan serius dan segera," kata pernyataan Kerry dan utusan urusan perubahan iklim Xie Zhenhua.
Kerry, mantan menteri luar negeri AS, adalah pejabat pertama dari pemerintahan Presiden Joe Biden yang mengunjungi China. Lawatan itu mengisyaratkan harapan kedua pihak bisa bekerja sama terkait tantangan global meskipun terdapat ketegangan dalam sejumlah bidang lain.
Pernyataan gabungan itu mencatat beberapa upaya kerja sama antara AS dan China, dua ekonomi terbesar di dunia. Bersama-sama, kedua negara itu menghasilkan separuh emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim.
Pernyataan itu menekankan akan "meningkatkan aksi masing-masing dan bekerjasama dalam berbagai proses multilateral, termasuk Konvensi Kerangka Kerja PBB terkait Perubahan Iklim dan Perjanjian Paris.
“Sejatinya ini bukan hanya soal China, ini bukan perlawanan terhadap China. Ini tentang China, AS, India, Rusia, Indonesia, Jepang, Korea, Australia, sekelompok negara yang melakukan emisi dalam jumlah cukup besar,” katanya.
John Kerry berada di Asia dalam perjalanan pertama sebagai Utusan Khusus Presiden Amerika Serikat (AS) untuk urusan iklim. Ia mendesak kerja sama antara AS dan China, dan negara-negara lain dalam perubahan iklim karena “tidak ada satu negara bisa memecahkan masalahnya sendiri, tidak mungkin. Kita membutuhkan negara lain di meja perundingan untuk mewujudkan ini.”
Sebelumnya, teropongan serta analisis soal bagaimana kehidupan manusia serta relasinya baik dengan sesama manusia maupun alam, tertuang dalam laporan telik sandi setebal 156 halaman yang diterbitkan oleh Dewan Intelijen Nasional -sebuah lembaga pengkaji dan prakiraan strategis Amerika Serikat (NIC), akhir Maret lalu.
Menurut NIC yang juga bertugas mengumpulkan informasi dari para agen intelijen AS dari seluruh dunia ini, menyatakan bahwa perubahan iklilm merupakan hal yang menjadi sorotan utama untuk beberapa dekade ke depan.
“Selama 20 tahun ke depan, efek fisik dari perubahan iklim akibat suhu yang lebih tinggi, kenaikan permukaan laut, dan peristiwa cuaca ekstrem akan berdampak pada setiap negara,” seperti yang tertulis dalam “Global Trends” report.
Negara berkembang dan miskin, menurut laporan ini, adalah pihak yang akan menerima akibat paling parah dalam kompetisi mengatasi perubahan iklim. Apa pasal? Biaya yang besar untuk menanggulangi efek fisik dari perubahan iklim dan bagaimana mengatur warganya agar beradaptasi di dunia yang terus merubah bisa mengakibatkan konflik yang pelik. Baik di internal negara, maupun antar negara.