Pusaka: PT Digoel Agri Group Tebang Hutan Tanpa HGU
Penulis : Kennial Laia
Hutan
Senin, 19 April 2021
Editor :
BETAHITA.ID - Berdasar kajian yang dilakukan Yayasan Pusaka Bentala Rakyat mengatakan, kawasan hutan di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua, berangsur hilang sejak 2019 akibat aktivitas perusahaan kelapa sawit.
Berdasarkan pemantauan citra satelit Januari – April 2021, hutan seluas 190 hektare hilang di sekitar Getentiri, pinggir Kali Digoel, Distrik Jari, Kabupaten Boven Digoel. Pada 2019, terpantau terjadi hutan hilang di wilayah yang sama seluas 160 hektare.
Menurut Yayasan Pusaka, hal itu diduga karena kegiatan land clearing dan penggusuran untuk perkebunan kelapa sawit oleh anak perusahaan PT Digoel Agri Group, yakni PT Bovendigoel Budidaya Sentosa dan PT Perkebunan Bovendigoel Sejahtera.
Perusahaan PT. Digoel Agri Group merupakan Perusahaan Modal Asing (PMA), yang sebagian besar modalnya dimiliki pemodal bernama Neville Christopher, asal New Zealand. Pemodal lainnya adalah Jones R.M. Rumangkang, keluarga dari politisi Partai Demokrat, Vence Rumangkang (Alm).
Penelusuran Yayasan Pusaka, kedua anak perusahaan PT Digoel Agri Grup itu beroperasi tanpa memiliki Hak Guna Usaha (HGU) pada 2019 dan 2021. Hal itu diklarifikasi oleh PT Jenggala Hijau Sertifikasi, perusahaan yang menerbitkan sertifikat legalitas kayu.
Menurut PT Jenggala Hijau Sertifikasi, dua perusahaan itu telah memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) tahun 2018, Izin Pembukaan Lahan (land clearing) tahun 2018, dan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) tahun 2019 dan IPK telah mendapatkan perpanjangan tahun 2020. Izin-izin tersebut diterbitkan oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua.
Namun, PT Bovendigoel Budidaya Sentosa dan PT Perkebunan Bovendigoel Sejahtera belum diverifikasi mendapat izin HGU. “Sampai saat dilakukan verifikasi belum memiliki izin HGU dan konfirmasi terakhir dengan pihaka manajemen, memang belum keluar izin HGU dan baru akan diproses,” jelas perusahaan sertifikasi tersebut dalam suratnya kepada Yayasan Pusaka, pada 22 Maret 2021.
Staf Advokasi Yayasan Pusaka Tigor G. Hutapea mengatakan, kedua perusahaan berpotensi melanggar Peraturan Menteri Pertanian Nomor 05 Tahun 2019 tentang Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian, Pasal 9, ayat (1) huruf f. Aturan ini mewajibkan setiap pengembang usaha budidaya tanaman perkebunan mempunyai kewajiban pemenuhan atas komitmen kesanggupan menyajikan dan memiliki HGU.
Tigor mengatakan, pihaknya meminta pemerintah daerah untuk menindak pelanggaran tersebut dengan mencabut izin perusahaan serta tindakan penegakan hukum pidana lingkungan lainnya.
“Lakukan penegakan hukum pidana lingkungan dan sanksi lainnya jika perusahaan terbukti melakukan pelanggaran. Terkesan sejak 2019, tidak ada upaya penegakan hukum yang dilakukan pemerintah,” kata Tigor dalam keterangan tertulis yang diterima Betahita, Senin, 19 April 2021.
Tigor menambahkan, pemerintah pusat, Kementerian Pertanian, Gubernur dan Bupati harus mengambil langkah proaktif untuk mengawasi pemenuhan komitmen dan pemenuhan standar sertifikasi dan kegiatan perusahaan.
“Penegakan hukum harus dilakukan, termasuk memberikan sanksi terhadap pejabat penerbit izin dan atas kelalaian dalam menjalankan fungsi pengawasan,” pungkasnya.