#Mayday, WALHI: Pendapat Masih Menjadi Barang Mahal di Negeri ini

Penulis : Kennial Laia

Hukum

Selasa, 04 Mei 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Solidaritas gerakan rakyat yang terdiri dari tim advokat, aliansi buruh, dan mahasiswa mengecam kekerasan dan penangkapan oleh aparat kepolisian terhadap ratusan peserta aksi damai pada perayaan Hari Buruh di Jakarta, Sabtu lalu. 

Dalam keterangan yang diterima Betahita, peserta aksi damai korban kekerasan itu terdiri dari buruh, mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum yang mengikuti demonstrasi damai pada hari buruh buruh internasional (May Day), 1 Mei 2021.

Solidaritas tersebut terdiri dari Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD), Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK), Komite Revolusi Pendidikan Indonesia (KRPI), dan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI).  

“Penangkapan sewenang-wenang, kekerasan, dan pembatasan aksi yang berlangsung secara damai (peaceful protest) membuktikan bahwa menyampaikan pendapat masih menjadi barang mahal di negeri ini,” tulis Solidaritas, Senin, 3 Mei 2021. 

Aksi massa di Jakarta pada Hari Buruh Internasional, Sabtu, 1 Mei 2021. Foto: KASBI

Menurut Solidaritas, setidaknya sejak 2016-2021 aksi May Day tidak diperbolehkan ke depan istana kecuali pada 2018. Padahal pada pemerintahan sebelumnya tidak pernah ada larangan demonstrasi di depan istana.

Pembatasan aksi unjuk rasa atau demonstrasi pada May Day 2021 itu termasuk insiden penghentian bus yang berisi peserta unjuk rasa di berbagai tempat oleh kepolisian. Seperti tahun-tahun sebelumnya, aksi massa menuju Istana Presiden juga dibatasi hanya sampai di Patung Kuda, jauh melampaui batasan yang diperbolehkan oleh UU 9/1998. 

Sementara itu penangkapan diawali dengan ditangkapnya 16 mahasiswa Papua pada siang hari dengan alasan tidak ada pemberitahuan ke kepolisian. Selain itu terdapat tiga buruh dari Konfederasi Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) yang ikut ditangkap saat menolong pelajar yang ditangkap oleh polisi.

Menjelang sore, penangkapan semakin banyak. Menurut Solidaritas, massa aksi ditangkap dengan kekerasan seperti pemukulan, penyeretan, dan bentuk kekerasan lainnya. Menurut TAUD, penangkapan tersebut terjadi karena adanya pelanggaran protokol kesehatan, membawa cat spray, peserta unjuk rasa “harus buruh”, hingga dituduh sebagai “anarko”. Ada juga yang diperiksa karena berorasi dan menjadi koordinator aksi.

Menurut Solidaritas, pelaksanaan May Day tahun ini dilakukan dengan protokol kesehatan ketat. Peserta memakai masker, menjaga jarak, dan rutin menggunakan hand sanitizer. Namun, massa aksi kesulitan untuk merenggangkan barisannya karena adanya penghalangan jalan dari polisi di bagian depan dan belakang barisan. Akibatnya, usaha untuk menjaga jarak dilakukan dengan tidak maksimal.

Menurut Solidaritas, proses penangkapan oleh kepolisian dilakukan tanpa prosedur kesehatan Covid-19. Mahasiswa dipukuli, ditangkap, dan dijejalkan ke dalam truk polisi dan mobil bak terbuka dengan berhimpitan.

Setelah ditangkap, ratusan massa aksi dibawa secara paksa ke Polda Metro Jaya. Beberapa mahasiswa dibawa ke bagian kesehatan Polda Metro Jaya karena mengalami luka dan sakit karena berdesakan saat diangkut ke Polda. Di Polda, polisi memeriksa identitas dan telepon genggam massa aksi serta dipaksa melakukan tes swab antigen.

Setelah itu, para peserta aksi dibebaskan sekitar pukul 18.00 WIB. Namun, ada delapan orang peserta aksi yang tidak diizinkan pulang. Ke delapan orang tersebut adalah mahasiswa yang menjadi orator dan korlap aksi, serta mereka yang dituduh polisi sebagai Anarko seperti yang muncul di media.

Sekitar Pukul 19.00 WIB Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) turut mendampingi delapan peserta aksi tersebut. Menurut TAUD, selama pemeriksaan tim hukum mendapat intimidasi, kekerasan, perampasan handphone, serta diancam diancam akan ditangkap dan sempat dihalangi untuk mendampingi para massa aksi yang masih ditahan Polda Metro Jaya. Pemeriksaan selesai sekitar pukul 21.00 WIB dan ke delapan orang terakhir akhirnya dibebaskan tanpa status apapun.

Tuntutan gerakan solidaritas rakyat 

  • Presiden Joko Widodo memerintahkan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia menghentikan segala bentuk represi terhadap hak berekspresi dan berpendapat di ruang umum baik luring maupun daring;
  • Presiden dan DPR-RI mengevaluasi Kepolisian RI  yang telah secara berulang melakukan pelanggaran dan membatasi akses bantuan hukum;
  • Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia memerintahkan Divisi Profesi dan Pengamanan (Div. Propam) untuk segera memeriksa seluruh personel kepolisian yang melakukan Intimidasi, kekerasan baik dan penggalangan akses bantuan hukum kepada massa aksi pada saat mengamankan Aksi May Day 2021. Dan menjalankan sanksi pidana kepada aparat yang melakukan kekerasan;
  • Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia memerintahkan seluruh jajaran kepolisian yang bertugas mengamankan aksi demonstrasi untuk menghormati hak berekspresi dan berpendapat di muka umum baik secara langsung maupun di ruang digital;
  • Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia memerintahkan seluruh jajaran di bawahnya untuk menghormati hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait hak advokat dan pemberi bantuan hukum yang menjalankan kerja-kerja bantuan hukum yang dijamin dan dilindungi oleh Undang-undang.
  • Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) RI, OMBUDSMAN RI, Komisi Kepolisian Nasional (KOMPOLNAS) RI, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) secara aktif melakukan Pengawasan, Evaluasi, maupun Penyelidikan terhadap Tindakan-Tindakan Penyalahgunaan wewenang Kepolisian yang melakukan penangkapan terhadap massa aksi dengan cara terhadap keadilan.