Data Ilmiah Tapir di Indonesia Minim, Konservasinya Bagaimana?
Penulis : Kennial Laia
Konservasi
Jumat, 14 Mei 2021
Editor :
BETAHITA.ID - Saat ini tapir asia tengah mengalami krisis populasi. Jumlahnya di alam liar diperkirakan terus menurun. Hal itu terungkap ketika International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkannya dalam kategori endangered atau memiliki risiko kepunahan yang sangat tinggi.
Ada empat spesies tapir di seluruh dunia. Tapir brazil (Tapirus terrestris), tapir gunung (Tapirus pinchaque), dan tapir amerika (Tapirus bairdii)) berada di Amerika Selatan. Sementara itu spesies lainnya, Tapirus indicus, tersebar di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Di Indonesia, tapir hanya bisa ditemui di pulau Sumatra, yakni bagian selatan Danau Toba di Sumatra Utara hingga Provinsi Lampung. Satwa nokturnal ini hidup di hutan dataran rendah dan bergantung pada daun-daunan dan buah-buahan.
Populasi saat ini tidak diketahui pasti. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Tapirus Indicus 2013-2022, kisaran kepadatan tapir antara 0,3 hingga 0,8 individu per kilometer persegi.
Beberapa survey menyebut tapir sering muncul, sehingga populasinya diasumsikan masih cukup banyak. Perburuan terhadap tapir juga lebih rendah dibandingkan dengan jenis mamalia kharismatik lainnya.
Data ekologis yang kurang memadai itu disebabkan oleh animo penelitian yang rendah terhadap tapir di Indonesia. Satwa ini disebut kalah pamor dibandingkan dengan mamalia besar kharismatik lainnya seperti orang utan, gajah, badak, dan harimau. Akibatnya, perlindungannya belum memadai.
Sebenarnya tapir telah dilindungi pada masa pemerintahan kolonial Belanda dengan adanya Peraturan Perlindungan Binatang Liar Nomor 266. Tapir juga terdaftar dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Pada 2009, tapir juga masuk prioritas konservasi di Indonesia.
Ancaman utama dalam konservasi tapir adalah hilang dan terfragmentasinya habitat yang tersisa, serta adanya tekanan akibat perburuan. Status dalam daftar merah IUCN juga berarti spesies ini berpeluang punah > 20 persen dalam kurun waktu 20 tahun. Hal itu dapat terjadi jika tidak ada upaya konservasi yang dilakukan.
Menurut KLHK, pengetahuan tentang status populasi dan distribusinya sangat penting dalam menentukan kebijakan dan perencanaan konservasi. Berikut adalah strategi dan rencana aksi yang disusun instansi tersebut untuk menyelamatkan tapir.
- Melakukan survey dan monitoring populasi, distribusi, keragaman genetik populasi tapir dengan menggunakan metode yang baku dan ilmiah.
- Membentuk database yang standar dan digabungkan dengan sistem informasi geografis (Geographic Information System) untuk memantau distribusi dan populasi dalam rentang waktu tertentu.
- Melaksanakan pemantauan secara sistematis pada kantong-kantong populasi tapir
- Menunjuk instansi tertentu yang akan mengelola database tapir, dengan didukung oleh sumber daya dan tenaga ahli yang peduli terhadap tapir
- Mempertahankan jumlah populasi tapir yang lestari (viable) dan mengupayakan ketersambungan (connectivity) suatu populasi dengan populasi lainnya
- Melakukan intervensi manajemen terhadap populasi tapir yang dinilai tidak lestari (unviable) sehingga dapat pulih kembali
- Mendata konflik tapir (tertangkap, tertabrak, perburuan) dengan manusia.