Terus Diburu, Burung Rangkong Gading Selangkah Menuju Punah

Penulis : Kennial Laia

Konservasi

Selasa, 18 Mei 2021

Editor :

BETAHITA.ID -  Rangkong gading merupakan ikon konservasi hutan tropis di Asia. Namun, nasibnya tak seindah di foto. Burung ini kerap menjadi korban perburuan untuk diperdagangkan secara ilegal.

Di Indonesia, burung rangkong gading (Rhinoplax vigil) berhabitat di hutan tropis Sumatra dan Kalimantan. Dia punya nilai budaya bagi masyarakt lokal dan berperan penting dalam regenerasi hutan melalui pemencaran biji buah karena merupakan penggemar buah ara.

Keunikan jenis enggang ini terletak pada balung (casque) yang besar dan padat di bagian atas paruhnya. Bagian ini terdiri dari materi keratin yang umum disebut gading rangkong. Bagian ini lebih lunak dari gading gajah dengan warna kuning lembayung dan merah. Gading inilah yang menjadi incaran pemburu demi dijadikan perhiasan sejak abad ke-14.

Tingginya angka perburuan membuat satwa ini semakin langka. Tingkat perkembangbiakan yang lambat, dengan satu anakan per tahun, pun menjadikan kondisi kelestarian di alam terancam.

Rangkong gading (Rhinoplax vigil), spesies burung enggang mendekati kepunahan akibat kerusakan habitat dan tingginya perburuan untuk perdagangan satwa liar ilegal. Foto: Science Photo Library via BBC.

Saat ini belum ada jumlah pasti rangkong gading di alam. Namun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Rangkong Gading Indonesia 2018-2028 mengatakan, perburuan rangkong gading naik setiap tahun, terutama dalam lima tahun terakhir. 

Pada 2012-2013 di Kalimantan Barat, 6000 rangkong gading dewasa mati dan diambil kepalanya (Hadiprakarsa et al., 2013). Temuan ini didukung dengan penyitaan 1.291 paruh gangkong gading dalam rentang tahun 2012-2016 oleh pihak berwenang di Indonesia, di mana sebagian besar barang yang disita berasal dari Kalimantan Barat.

International Union for Conservation of Nature pun mengubah status rangkong gading dalam daftar dari semula terancam punah (Near Threatened) menjadi Critically Endangered, atau satu langkah lagi menuju kepunahan. Pemerintah Indonesia juga telah menerbitkan berbagai regulasi untuk melindungi satwa ini, namun perburuan tetap tinggi.

Selain perburuan liar, kerusakan habitat juga menyumbang penurunan jumlah rangkong gading di alam. Hal itu disebabkan oleh pembukaan kawasan berhutan yang menjadi habitat rangkong untuk alih fungsi lain. Namun, saat ini perburuan liar juga menjadi faktor penentu yang harus diperhatikan secara serius oleh penegak hukum. 

Menurut SRAK KLHK 2018-2028, perburuan rangkong gading marak pada 2012 akibat adanya permintaan dari pemodal kecil di daerah. Investigasi dari Hadiprakarsa & Irawan (2013), perburuan di Kalimantan Barat dimulai oleh sekelompok pemburu di desa, dengan tiap kelompok terdiri dari dua-lima orang. Setidaknya di satu desa ada satu kelompok pemburu yang khusus mencari rangkong gading di dalam hutan.

Ketika berburu, kelompok pemburu dapat membawa dua sampai 10 kepala rangkong gading. Karena nilai ekonomi tinggi, pemburu dari luar pun mulai bermunculan, seperti di Taman Nasional Gunung Leuseur. Kebanyakan pemburu di kawasan tersebut diidentifikasi berasal dari Sumatera Barat. 

Sejarah perburuan

Perburuan dan perdagangan rangkong gading telah berlangsung sejak abad ke-14. Tujuannya saat itu adalah Tiongkok (hingga kini) sebagai material perhiasan para bangsawan Dinasti Ming. 

Di Indonesia, rangkong gading diburu di pulau Kalimantan oleh masyarakat suku Dayak. Berbagai literatur menyebut, bulu ekor enggang merupakan simbol keberanian dalam ritual ngayau untuk suku Kayan, Kenyah, dan Kelamantan. Sementara itu gadingnya digunakan sebagai anting bagi tetua suku Dayak yang hidup di sisi timur Borneo.

Catatan perburuan rangkong gading terakhir kali terekam pada 1997, di bagian utara Kalimantan. Sementara itu perdagangan terakhir diidentifikasi di Singapura pada 1991. Pada 2012, informasi perburuan dan perdagangan rangkong gading kembali muncul.  Motif ekonomi dan tingginya permintaan menjadi faktor maraknya perburuan satwa ini.

Dampaknya pun besar. Selain penurunan populasi rangkong gading, masyarakat pemburu di dalam hutan disebut turut mengambil hewan lain yang bernilai jual. Contohnya harimau, badak, trenggiling, dan gajah.

Perburuan dilakukan di dalam hutan pada musim buah ara (makanan pokok rangkong gading). Pada musim tersebut, burung ini berkumpul di satu lokasi tertentu untuk mencari makan. Senjata yang digunakan adalah senjata laras panjang, 

Menurut KLHK, rangkong gading hanya hidup di atas kanopi dan pepohonan tinggi di dalam hutan primer. “Hal ini berarti para pemburu melakukan aktivitas perburuan di kawasan hutan primer atau di kawasan yang masih memiliki pohon tinggi,” demikian kesimpulan dokumen tersebut.

Ada beberapa kantong habitat yang disasar para pemburu, mulai dari kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Taman Nasional Gunung Palung dan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. Selain itu populasi rangkong gading juga diidentifikasi berada di luar kawasan konservasi seperti konsesi perusahaan kayu (HPH).