Potret Perdagangan Ilegal Rangkong Gading di Indonesia

Penulis : Tim Betahita

Konservasi

Selasa, 18 Mei 2021

Editor :

BETAHITA.ID -  Rangkong gading merupakan salah satu spesies yang paling banyak diburu untuk diperdagangkan secara ilegal di Indonesia. Jangkauannya luas, mulai dari level lokal hingga internasional, serta melibatkan struktur kejahatan yang terorganisir.

Data Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK) pada 2015 dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Rangkong Gading 2018-2028, Indonesia berpotensi merugi sebesar Rp 9 miliar per tahun akibat perdagangan ilegal satwa liar. Salah satunya adalah rangkong gading, yang diperjualbelikan dengan penyelundupan ke negara peminat seperti Tiongkok.

Padahal rangkong gading (Rhinoplax vigil) ini telah masuk ke dalam daftar International Union for Conservation of Nature, dengan status Critically Endangered atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar. Hal itu berbanding terbalik dengan kondisi di lapangan, di mana rangkong gadingnya terus diburu untuk diperdagangkan paruhnya.

Keunikan jenis enggang ini terletak pada balung (casque) yang besar dan padat di bagian atas paruhnya. Bagian ini terdiri dari materi keratin yang umum disebut gading rangkong dengan warna kuning lembayung dan merah. Gading inilah yang menjadi incaran pemburu demi dijadikan perhiasan sejak abad ke-14. 

Hasil sitaan BKSDA Sumatera Barat menunjukkan paruh rangkong gading (Rhinoplax vigil). Spesies burung langka ini masif diburu karena paruhnya bernilai tinggi. Foto: Yoki Hadiprakarsa

Saat ini Tiongkok menjadi peminat terbesar rangkong gading, yang umumnya menggunakannya sebagai ornamen. Harga jualnya pun dapat mencapai lima kali lipat harga gading gajah. Ini karena karakteristik paruh rangkong gading lebih lunak sehingga lebih mudah diolah membentuk hiasan lebih rumit.

Berdasarkan hasil monitoring Rangkong Indonesia dan wildlife crime unit WCS Indonesia Program, tren permintaan rangkong gading mulai marak pada 2012. Saat itu kolektor besar menempatkan pengepul kecil di kota-kota yang memiliki nilai strategis seperti Medan, Riau, Palembang, dan Lampung di Sumatra. Kota pengepul lainnya juga banyak terdapat di Kalimantan Barat, seperti Ketapang, Sintang, Melawai, dan Putusibau serta Samarinda (Kalimantan Timur).

Setidaknya terdapat 25 kasus penyelundupan yang gagal dalam kurun waktu 2011 hingga 2016 dengan jumlah sitaan sebanyak 1.398 buah (belum termasuk paruh yang sudah diolah). Sementara itu data 2012-2017 milik Direktorat Penegakan Hukum KLHK, Rangkong Indonesia, dan WCS Program Indonesia, menyatakan penyitaan banyak terjadi pada 2013 (634 buah), 2012 (391 buah), dan 2015 (196 buah) dengan berbagai negara tujuan seperti Jepang, Hong Kong, Tiongkok, dan Belanda.

Perdagangan ilegal rangkong gading diminati karena harga yang ditetapkan kolektor bervariasi dengan jumlah menggiurkan. Kepala dengan berat berkisar 95-120 gram dihargai US$ 570 – US$ 960. Sementara itu, di pasar gelap Amerika, harga paruhnya bisa mencapai US$ 1000.

Burung rangkong gading biasanya diburu di kantong habitat (hutan primer) di pulau Sumatra dan Kalimantan. Hasil buruan kemudian dikirim ke penampung kecil atau penampung besar menggunakan jalur darat. Penyelundupan berlanjut hingga ke luar negeri dengan jalur udara dan jalur laut. Menurut Hadiprakarsa et al., (2013), ekspor ke luar negeri dengan jalur darat hanya ada di Kalimantan Barat tujuan Kuching, Malaysia. 

Dari pemantauan berbagai lembaga, tujuan penyelundupan banyak ke luar negeri seperti Tiongkok, Vietnam, Hong Kong, dan Singapura. Pengepul kecil biasanya melakukan pengiriman ke pemasok atau eksportir. Namun sering kali ada kurir menjemput dari Tiongkok setelah kesepakatan dengan kolektor via aplikasi percakapan instan. Menurut KLHK, setidaknya terdapat tiga kasus penjemputan oleh kurir langsung dari Tiongkok pada 2012-2013 di Pontianak, Aceh, dan Medan.

Selain itu, pengumpul tak lagi menunggu banyak paruh rangkong gading. Pengiriman langsung dilakukan ketika barang tersedia dan ada permintaan dari kota lain. Menurut KLHK, saat ini modus penyelundupan paruh rangkong gading mulai merambah ke Bali. Di kota tersebut, paruh diolah menjadi produk kerajinan agar lebih mudah diselundupkan bersama produk lainnya. Modus ini pun menyulitkan identifikasi oleh penegak hukum. 

Jalur utama penyelundupan rangkong gading adalah bandara internasional seperti Bandara Soepadio di Pontianak, Bandara Internasional Kualanamu di Medan, dan Bandara Internasional Soekarno Hatta. Namun, ada dugaan kejahatan ini juga dilakukan menggunakan jalur laut dan darat, termasuk rute Sumatra Utara - Batam; serta Kalimantan Barat menuju Malaysia dan Singapura. Beberapa pelabuhan besar di Sumatra dan Kalimantan juga disebut rawan sebagai pintu keluar penyelundupan.