KSPPM dan AMAN Tano Batak Sebut PT TPL Sebar Berita Bohong
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Hutan
Kamis, 03 Juni 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak menuding PT Toba Pulp Lestari (TPL) telah menyebarkan informasi bohong. Tudingan itu merujuk pada informasi yang disebar perusahaan kepada publik, dalam bentuk infografis, soal adanya sejumlah kelompok dampingan AMAN Tano Batak dan KSPPM yang bermitra dengan PT TPL.
Direktur KSPPM, Delima Silalahi menyatakan, tidak benar ada kelompok dampingan dari KSPPM maupun AMAN Tano Batak yang bermitra dengan PT TPL dengan konsep Kelompok Tani Hutan (KTH). Termasuk KTH yang bermitra atau yang dibentuk oleh PT TPL di Aek Napa.
Delima menguraikan, Komunitas Ompu Ronggur dan Ompu Bolus Simanjuntak, dampingan KSPPM, sampai saat ini masih berjuang menuntut pengembalian wilayah adatnya di Huta Aek Napa. Namun, PT TPL membentuk KTH Gapoktan Sabungan Ni Huta IV yang anggotanya bukan anggota masyarakat adat Ompu Bolus dan Ompu Ronggur untuk mengelola wilayah adat yang sedang di perjuangkan oleh Komunitas Adat Ompu Bolus dan Ompu Ronggur.
"Menyikapi KTH ini pada Mei 2020, komunitas masyarakat adat Ompu Bolus dan Ompu Ronggur sudah menyampaikan permohonan pembatalan KTH Gapoktan Sabungan Ni Huta IV di wilayah adat mereka karena berpotensi menimbulkan konflik horizontal," kata Delima, Selasa (1/6/2021).
Kemudian, Delima juga tidak membenarkan KTH yang bermitra atau yang dibentuk oleh PT TPL di Aek Lung adalah dampingan KSPPM. Sebaliknya, PT TPL membentuk KTH Gabe Aek Lung, yang anggotanya bukan angggota komunitas masyarakat Adat Raja Ama Medang Simamora. KTH bentukan PT TPL tersebut diberikan hak mengelola lahan oleh PT TPL di wilayah adat Ama Raja Medang Simamora yang sedang diperjuangkan.
"Oleh sebab itu, pada tahun 2020, Komunitas Masyarakat Adat telah menyampaikan surat permohonan pembatalan KTH ke KLHK, karena berada di wilayah adat dan berpotensi menimbulkan konflik horizontal."
Delima juga menegaskan, berita atau informasi yang disebar PT TPL, bahwa Kelompok Tani Hutan (KTH) Dosroha Onan Harbangan merupakan dampingan KSPPM, juga tidaklah benar. Delima menjelaskan, pihak PT TPL merekrut 11 anggota komunitas masyarakat Adat Onan Harbangan, menjadi anggota KTH dengan mengiming-imingi bantuan modal pertanian dan memperoleh gaji bulanan.
Hal ini, lanjut Delima, menimbulkan konflik horizontal di Dusun Onan Harbangan karena secara sepihak PT TPL dan KTH mencoba mengelola wilayah adat Onan Harbangan, namun mendapat perlawanan dari anggota Komunitas Masyarakat Adat Onan Harbangan. Menyikapi kehadiran KTH bentukan TPL tersebut, pada tahun 2020 Komunitas Masyarakat Adat telah menyampaikan surat permohonan pembatalan SK KTH ke KLHK, karena berada di wilayah adat dan menimbulkan konflik horizontal.
Selanjutnya, Delima juga menegaskan KTH Marsada Pargamanan Bintang Maria bukan dampingan dari KSPPM. KTH tersebut adalah bentukan PT TPL dengan merekrut beberapa anggota komunitas masyarakat Adat Pargamanan Bintang Maria dengan memberikan modal pertanian. Hal ini menimbulkan konflik horizontal di Dusun Pargamanan Bintang Maria. Sampai saat ini masyarakat adat Pargamanan Bintang Maria masih berjuang mempertahankan wilayah adatnya,
"Kemudian Komunitas Adat Sionom Hudon juga sejak tahun 2008 tidak lagi didampingi oleh KSPPM. Lalu, Komunitas Adat Naga Hulambu tidak lagi didampingi KSPPM pada 2018 karena pilihan mereka bermitra dengan PT TPL karena PT TPL berjanji akan membangun jalan ke desa, memasukkan listrik dan memberi modal pertanian," ujar Delima.
Sama halnya dengan KSPPM, AMAN Tano Batak juga mengeluarkan pernyataan dan memberikan klarifikasi terhadap informasi yang disebar PT TPL soal KTH yang disebut merupakan dampingan AMAN Tano Batak. Ketua Pengurus Wilayah AMAN Tano Batak, Roganda Simanjutkan menegaskan, Komunitas Adat Ompu Pagar Batu atauu KTH Berjuang-Lumban Toruan yang juga disebutkan pihak TPL sebagai dampingan AMAN, tidak pernah menjadi anggota atau dampingan AMAN Tano Batak.
Roganda juga mengungkapkan, Komunitas Adat Tukko Ni Solu pada 2018 lalu sudah dipecat keanggotaannya dari AMAN Tano Batak. Penyebabnya karena menerima kesepakatan bermitra dengan PT TPL.
"Keputusan pemecatan ini diambil pascakehadiran DR, ketua komunitas di Sopo (Kantor) AMAN Balige yang mengatakan bahwa tawaran PT TPL agar bermitra dengan mereka terpaksa diterima, karena pada saat itu PT TPL menjanjikan menghentikan persidangan yang dialami oleh DR atas pelaporan TPL terhadapnya di Polres Toba," kata Roganda, Selasa (1/6/2021).
Baru-baru ini tersebar sebuah informasi dalam bentuk infografis yang diduga dibuat oleh PT TPL yang isinya tentang Program Kemitraan Kehutanan di Area Klaim Tanah Adat di Wilayah Konsesi PT TPL. Dalam infografis tersebut PT TPL disebut telah berhasil menjalin kerja sama dengan menerapkan Program Perhutanan Sosial dengan pola Kemitraan.
Disebutkan dalam infografis tersebut, 9 dari 10 area yang diklaim oleh masyarakat telah berhasil menjalin kerja sama dan menerapkan progam kemitraan kehutanan, baik dalam bentuk tanaman kehidupan maupun tumpang sari serta memberikan lapangan pekerjaan pembangunan hutan. Kesepuluh area itu disebut merupakan area yang dijadikan kampanye oleh AMAN Tano Batak dan KSPPM.
Berdasarkan infografis tersebut, 9 komunitas adat yang telah menjalin kerja sama kemitraan dengan TPL itu yakni, Komunitas Adat Nagahulambu, Komunitas Adat Huta Napa, Komunitas Adat Pargamanan Bintang Maria, Komunitas Adat Op. Pagar Batu, Komunitas Adat Tungkonisolu, Komunitas Adat Sionom Hudon, Komunitas Adat Nagasaribu Onan Harbangan, Komunitas Adat Nagasaribu Raja Patik Sirambe dan Komunitas Adat Raja Ama Medang Op. Batu Gumba.
Hingga berita ini ditulis, belum ada pernyataan resmi dari pihak PT TPL mengenai infografis yang disebut disebar oleh PT TPL. Upaya untuk meminta penjelasan dari pihak PT TPL, melalui pesan aplikasi What's App kepada salah satu direktur TPL, Jandres Halomoan Silalahi, belum mendapat respon yang diharapkan.