Hari Lingkungan Sedunia, Walhi Desak Jokowi Batalkan Omnibus Law

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Sabtu, 05 Juni 2021

Editor : Kennial Laia

BETAHITA.ID -  Direktur Eksekutif Walhi Nasional Nur Hidayati mengatakan, kebijakan pemerintah Indonesia belum mencerminkan semangat pemulihan ekosistem untuk mengatasi krisis iklim. Hal itu disampaikan bertepatan dengan Hari Lingkungan Sedunia 2021, yang diperingati setiap 5 Juni.

Situasi darurat lingkungan diakui secara tegas oleh António Guterres, Sekretaris Jenderal PBB. Dalam pidatonya bertema restorasi ekosistem pada Sabtu (5/06) Guterres mengatakan darurat lingkungan tercermin dari tiga hal yakni hilangnya keanekaragaman hayati, disrupsi iklim, dan peningkatan polusi. Guterres mengajak seluruh pihak memulihkan kembali kondisi lingkungan hidup dalam kurun waktu satu dekade ke depan.

Menurut Nur Hidayati, berbagai kebijakan dan perundangan diterbitkan negara mengakibatkan kemiskinan, bencana ekologis hingga situasi darurat iklim terjadi di Indonesia. Dia mencontohkan Undang-Undang Cipta Kerja dan revisi Undang-Undang Minerba berikut aturan turunannya.

Kedua aturan tersebut dianggap berpihak pada kepentingan investasi namun mengabaikan rakyat dan lingkungan hidup. Pengesahan kedua undang-undang tersebut sempat diikuti demonstrasi pada 2019.

Aksi petani menolak Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law di Jakarta, 2020. Foto: Konsorsium Pembaruan Agraria

“Parahnya, Presiden Joko Widodo dan beberapa kementerian di bawahnya malah menyesatkan rakyat Indonesia dan forum global dengan menyatakan undang-undang itu sebagai komitmen Indonesia untuk memastikan agar kemajuan ekonomi dan sosial masyarakat tidak merugikan lingkungan hidup,” tutur aktivis yang akrab dipanggil Yaya itu.

Walhi mengatakan, berbagai pasal di dalam undang-undang itu berimplikasi pada pemutihan kejahatan dan praktik ilegal pengelolaan kawasan hutan serta mereduksi luas kawasan hutan.  Tanggung jawab korporasi terhadap praktik buruh seperti pembakaran hutan juga diperkecil.

Walhi khawatir, dampak kerusakan lingkungan akibat aturan tersebut dapat mempercepat krisis iklim di Indonesia.

Walhi juga mengkritisi pernyataan pemerintah baru-baru ini terkait penyetopan bertahap energi fosil sebagai bahan bakar pembangkit listrik batu bara. Pasalnya, realisasi produksi batu bara 2021 telah mencapai 102% atau sebanyak 561 juta ton. Sementara itu, target total produksi tahun ini adalah 591 juta ton. Komitmen tersebut juga dianggap tidak serius karena baru berjalan usai megaproyek PLTU 35 gigawatt rampung.

Yaya mendesak pemerintah untuk membatalkan Undang-Undang Cipta Kerja. Menurutnya langkah itu dapat menjadi awal pemulihan ekosistem bagi Indonesia untuk menghindari ancaman bencana iklim dan kerusakan lingkungan.

“Langkah awal yang harus segera dilakukan sebagai prasyarat pemulihan Indonesia adalah Presiden secara tegas menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) yang membatalkan UU Cipta Kerja dan Perubahan UU Minerba berikut aturan turunannya,” pungkas Yaya.